Bogor (Antara Megapolitan) - Guru Besar IPB beserta sejumlah perguruan tinggi lainnya di Indonesia beramai-ramai menandatangani surat pernyataan yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo untuk menolak pelemahan KPK melalui revisi undang-undang komisi pemberantasan korupsi tersebut.
"Surat tersebut akan diterima sekretariat kepresidenan Selasa besok," kata Guru Besar IPB Prof Hariadi Kartodihardjo melalui siaran pers Humas IPB diterima Antara, Senin.
Hariadi mengatakan, KPK selama ini telah melakukan pembenahan kebijakan pengelolaan sumber daya alam. Ada lima agenda penting dalam pembenahan yang sedang dilakukan yakni membentuk kawasan hutan negara yang legal dan legitimasi, penyelesaian konflik agraria di kawasan hutan dengan berpespektif HAM, perluasan wilayah kelola rakyat, pembenahan sektor BUMN bidang kehutanan dan juga pemenuhan kewajiban sektor swasta, serta pembenahan sistem pencegahan anti korupsi di sektor kehutanan.
"Termasuk di dalamnya penataan tambang, kebun, pangan dan lain-lain yang terkait dengan sumber daya lahan," katanya.
Pada aspek pencegahan, lanjutnya, tahun 2013, KPK juga melakukan inisiasi adanya Nota Kesepakatan Bersama (NKB) percepatan pengukuhan kawasan hutan Indonesia dengan 12 kementerian terkait.
Selanjutnya, pada 19 Maret 2015, KPK bersama dengan 20 kementerian dan lembaga negara menandatangani nota kesepakatan rencana aksi bersama penyelamatan sumber daya alam Indonesia.
"Penandatanganan yang dilaksanakan di Istana Negara Jakarta dihadiri oleh Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Selain itu, disepakati pula deklarasi aparat penegak hukum untuk mendorong upaya penegakan hukum dalam rangka penyelamatan sumber daya alam di Indonesia," katanya.
Ia mengatakan berdasarkan kajian KPK, munculnya ketidakjelasan status hukum kawasan hutan mengakibatkan tumpang tindih dan potensi korupsi dalam proses perizinan.
Pada tahun 2014, ditemukan sekitar 1,3 juta hektare izin tambang berada dalam kawasan hutan konservasi dan 4,9 juta hektare berada dalam kawasan hutang lindung.
"Akibatnya negara kehilangan potensi penerimaan negara sebesar Rp15,9 triliun per tahun. Belum lagi kerugian diakibatkan pembalakan liar mencapai Rp35 triliun per tahun," katanya.
Menurutnya, peran KPK yang sudah terbukti kuat dalam melakukan penindakan mempunyai efek positif dalam menjalankan kewenangan melakukan perbaikan sistem dan kebijakan penyelamatan sumber daya alam (PSDA) itu.
"Pelemahan KPK berarti juga akan melemahkan perbaikan sistem dan kebijakan PSDA yang korup dan tidak adil selama ini," katanya.
Selain itu, lanjut dia, tercatat upaya pencegahan korupsi sektor sumber daya alam yang lain dilakukan KPK melalui kegiatan koordinasi supervisi mineral dan batu bara (Korsup Minerba) di 12 provinsi.
Dikatakannya, berdasarkan rekomendasi Korsup Minerba di tingkat provinsi tahun 2014, pemerintah daerah harus melakukan evaluasi dan penataan terhadap izin usaha pertambangan (IUP) yang bermasalah, baik permasalahan administrasi, keuangan maupun wilayah.
"Salah satu indikator evaluasi izin adalah IUP bermasalah dengan status "non clean and clean" (CNC). Dimana, izin-izin yang belum mendapatkan sertifikat CNC direkomendasikan untuk dicabut," katanya.
Berdasarkan data Korsup Minerba 2014, lanjut Hariadi, provinsi dengan jumlah IUP Non-CNC tertinggi adalah Provinsi Bangka Belitung (601 IUP), diikuti Provinsi Kalimantan Timur (450 IUP) dan Kalimantan Selatan (441 IUP).
Dikatakannya, dari jumlah IUP bermasalah dan berstatus non-CNC, hingga September 2015 tercatat 721 IUP telah dicabut di 12 provinsi. Tiga provinsi dengan jumlah pencabutan tertinggi adalah Sulawesi tengah (160 IUP) Sumatera Selatan (148 IUP), dan Kepulauan Riau (93 IUP).
"Walau demikian, di beberapa provinsi penataan izin bermasalah ini juga dilakukan perbaikan dan penyelesaian permasalahan sehingga IUP dan non-CNC menjadi bersertifikat CNC," katanya.
Prof Hariadi menambahkan, untuk itu para guru besar dari berbagai perguruan tinggi turun tangan menyampaikan surat kepada Presiden agar pelemahan KPK melalui revisi undang-undang di DPRD tidak terjadi.
Sedikitnya ada 52 guru besar yang menandatangani surat penolakan pelemahan KPK yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo. Guru besar tersebut berasal dari perguruan tinggi yakni IPB, Universitas Indonesia, Universitas Bosowa `45 Makassar, Universitas Gadjah Mada, Universitas Andalas, Universitas Jenderal Soedirman dan Universitas Hasanuddin.
Kemudian Universitas Pattimura, Universitas paramadina, Universitas melbourne Australia, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Sumatera Utara, Universitas Sumatera Utara, Universitas Padjajaran, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Institut Seni Indonesia Surakarta, dan Universitas Jambi.
IPB Surati Presiden Tolak Pelemahan KPK
Senin, 22 Februari 2016 16:58 WIB
Pelemahan KPK berarti juga akan melemahkan perbaikan sistem dan kebijakan PSDA yang korup dan tidak adil selama ini.