Bogor, (Antaranews Bogor) - Kementerian Kehutanan mengakui sumbangsih
Lembaga Ekolabel Indonesia dalam
membangun sistem sertifikasi hutan sukarela (voluntary) yang kredibel.

"Bukan hanya menyangkut standar sertifikasi, prosedur dan
persyaratannya, namun juga membangun kapasitas parapihak yang
terlibat dalam sertifikasi, dan menjadi rujukan bagi
pengembangan inisiatif sejenis di Indonesia," kata Sekjen
Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto di Bogor, Jawa Barat, Kamis.

Ketika membuka Kongres III Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI), ia
mengatakan sejak berdiri pada 1998,
dan kemudian menjadi organisasi berbasis konstituen pada 2004, lembaga itu
dirancang untuk mewujudkan instrumen independen yang kredibel menuju
pengelolaan hutan lestari.

"Yakni instrumen asli Indonesia, tetapi mampu disandingkan
setara dengan standar internasional,"
katanya dalam sambutan yang disampaikan Staf Ahli Menhut Bejo Santosa.

Pada kongres bertema "Menuju Jalan Baru Kelestarian Sumber
Daya Alam Melalui Peningkatan Peran
Sertifikasi dan Organisasi LEI dalam Menjawab Tantangan Berkekanjutan", ia
mengatakan dengan bekal pengalaman LEI dalam membangun sistem sertifikasi,
bersama dengan organisasi masyarakat sipil lainnya dan Kemenhut, pada
2005-2008 mulai dilakukan pembangunan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu
(SVLK) "mandatory" (wajib) berdasarkan definisi legalitas kayu yang
dikembangkan pada tahun sebelumnya.

Selain itu, kata dia, LEI juga aktif sebagai anggota panitia
teknis perumusan Rancangan Standard Nasional Indonesia (RSNI)
sektor kehutanan.

"Kami menghargai kontribusi LEI selama ini cukup besar dalam
membangun hutan lestari," katanya.

Ia mengemukakan sertifikasi hutan dengan kontribusi dari LEI
itu telah mencapai 16 unit manajemen (UM) hutan tanaman seluas
1.740.699 hektare, 22 UM hutan rakyat seluas 32.331 hektare,
satu UM hutan alam seluas 195.110 hektare, dan lacak balak lima
unit industri.

"LEI juga telah membuktikan perannya sebagai 'sparring partner'
pemerintah dalam upaya perbaikan ke arah pengelolaan sumber
daya hutan yang lestari," katanya.

Ia menegaskan visi-misi LEI dalam memperjuangkan pengelolaan
sumber daya alam yang berkelanjutan dan berkeadilan masih
relevan dan perlu terus dilakukan dalam situasi yang berubah
saat ini.

Menurut dia, perkembangan isu global maupun kebijakan nasional
dalam hal pengelolaan sumber daya alam yang lebih luas, yaitu
tidak lagi hanya pada isu satu produk sumber daya alam
--melainkan fungsi ekosistem secara keseluruhan--mengharuskan
LEI juga bisa menyesuaikan diri dengan memperluas cakupan
perhatiannya.

Kelembagaan LEI yang tersusun atas dan didukung oleh parapihak,
katanya, sangat potensial untuk terus dioptimalkan perannya
bersama-sama dengan pemerintah untuk mendorong upaya-upaya
perbaikan pengelolaan sumber daya alam yang lestari dan adil
bagi kemaslahatan bangsa Indonesia, umat manusia dan alam
secara keseluruhan.

Untuk itu, katanya, pemerintahan yang baru perlu memahami
permasalahan di kehutanan yang rumit dan kompleks menyangkut
semua aspek kehidupan.

Beberapa permasalahan besar yang perlu diupayakan alternatif
penyelesaiannya antara lain konversi lahan gambut, deforestasi,
kebakaran, dan penjarahan hutan.

"Kondisi tersebut perlu diimbangi dengan penegakan hukum dan
upaya pemberdayaan masyarakat," kata Hadi Daryanto.

Salah satu konstituen LEI yakni Direktur Eksekutif Konsorsium
Untuk Studi dan Pengembangan Partisipasi (Konsepsi) Nusa
Tenggara Barat Rahmad Sabani menegaskan bahwa sistem
sertifikasi LEI punya ciri khas dan keunikan yakni dibangun
dengan nilai asli Indonesia.

"Dengan ciri asli Indonesia itulah yang mestinya perlu ada
perhatian dari pemerintah terhadap LEI," kata pegiat yang
berkecimpung dalam pendampingan hutan kemasyarakatan (HKM) di
NTB itu.

Manajer Komunikasi dan Advokasi LEI Artanti Yulaika Iriani
menambahkan pihaknya menyelenggarakan Kongres III pada Kamis
hingga Sabtu (11/10), diikuti 250 konstituen LEI, yang terdiri
atas para pakar dan pemangku kebijakan di bidang kehutanan,
pemerhati, dunia usaha, dan masyarakat adat.

Dalam rangkaian kongres juga diadakan berbagai seminar terkait
isu-isu kehutanan terkini.

Pewarta: Andi Jauhari

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014