Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyatakan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekas, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabek-Punjur) tidak menyebutkan Jakarta sebagai ibu kota Indonesia pada masa depan.
"Perpres sama sekali tidak menyinggung mengenai 5 tahun ke depan apakah DKI Jakarta tetap menjadi ibu kota negara atau tidak. Namun, perpres murni soal tata ruang di wilayah Jabodetabek Punjur yang berdasarkan aturan, sudah harus ditinjau setiap 5 tahun," kata Pramono di Jakarta, Jumat.
Presiden RI Joko Widodo menandatangnai Perpres No. 60/2020 pada tanggal 16 April 2020.
Baca juga: Badan Otorita Ibu Kota Negara Perlu Segera Disahkan
Perpres berisi 141 pasal tersebut memuat arahan pemanfaatan ruang kawasan perkotaan Jabodetabek-Punjur yang merupakan acuan dalam mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jabodetabek-Punjur yang akan dibangun dalam empat tahapan, yaitu tahap pertama (2020—2024), tahap kedua (2025—2029), tahap ketiga (2030—2034), dan tahap keempat (2035—2039).
"Perpres tersebut merupakan amanat UU Penataan Ruang yang mengamanatkan penetapan Jabodetabek-Punjur sebagai Kawasan Strategis Nasional," kata Pramono menambahakan.
Menurut Pramono, dalam pepres tersebut DKI Jakarta masih berfungsi sebagai ibu kota negara.
Kalau dalam perpres, kata dia, pengaturan pola ruang DKI Jakarta masih mengakomodasi fungsinya sebagai ibu kota negara karena memang secara hukum DKI Jakarta sampai saat ini masih menjadi ibu kota negara dan pusat pemerintahan.
"Dengan demikian, pengaturan tata ruangnya harus mengakomodasi atau memelihara kondisi fungsi existing DKI Jakarta sebagai ibu kota negara dan pusat pemerintahan tersebut," ungkap Pramono.
Baca juga: Memahami RUU Ibu Kota Negara
Dalam Pasal 7 Perpres No. 60/2020 disebutkan bahwa tujuan penataan ruang kawasan perkotaan Jabodetabek-Punjur untuk mewujudkan kawasan perkotaan Jabodetabek-Punjur sebagai kawasan perkotaan yang merupakan pusat kegiatan perekonomian berskala internasional, nasional, maupun regional yang terintegrasi antara satu kawasan dengan kawasan lainnya, berbasis daya dukung lingkungan dan memiliki keterpaduan dalam pengelolaan kawasan
Dalam Pasal 21 disebutkan bahwa pusat kegiatan di kawasan perkotaan Inti sebagaimana di DKI Jakarta, meliputi:
a. pusat pemerintahan dan kawasan diplomatik;
b. pusat perdagangan dan jasa skala internasional, nasional, dan regional;
c. pusat pelayanan pendidikan tinggi;
d. pusat pelayanan olahraga skala internasional, nasional, dan regional;
e. pusat pelayanan kesehatan skala internasional, nasional, dan regional;
f. pusat kegiatan industri kreatif;
g. pusat pelayanan transportasi laut internasional dan nasional;
h. pusat pelayanan transportasi udara internasional dan nasional;
i. pusat pelayanan sistem angkutan umum penumpang dan angkutan barang regional;
j. pusat kegiatan pertahanan dan keamanan negara;
k. pusat kegiatan pariwisata; dan
l. pusat kegiatan pertemuan, pameran, serta sosial dan budaya.
Baca juga: Urgensi Pembentukan Badan Otoritas Ibu kota Negara
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo berencana pada tahun 2024 ibu kota negara Indonesia pindah ke ibu kota baru yang terletak di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan di sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Pada tanggal 23 Desember 2019, sudah ditetapkan desain dengan judul "Nagara Rimba Nusa" sebagai Pemenang Pertama Sayembara Gagasan Desain Kawasan Ibu Kota Negara. Konsep itu ditawarkan oleh tim Urban+ dengan membawa keseimbangan antara tata kota modern, pembangunan manusia, sifat manusia, dan kelestarian alam.
Kontur lokasi ibu kota baru berbukit-bukit karena merupakan bekas hutan tanaman industri seluas 256.000 hektare ditambah dengan kawasan cadangan sehingga totalnya 410.000 hektare dengan kawasan inti seluas 56.000 hektare.
Baca juga: Pentingnya Otoritas Khusus Ibu kota Negara
Nantinya ibu kota baru akan terbagi menjadi sejumlah klaster, yaitu klaster pemerintahan seluas 5.600 hektare, klaster kesehatan, klaster pendidikan, serta klaster riset dan teknologi.
Pemerintah juga sudah meminta tiga tokoh internasional untuk duduk sebagai Dewan Pengarah, yaitu Putra Mahkota Abu Dhabi Syekh Mohammed Zayed bin Al Nahyan, CEO Softbank Masayoshi Son, dan mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair. Kehadiran mereka diharapkan dapat mendorong pembiayaan pembangunan ibu kota baru senilai Rp466 triliun.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020
"Perpres sama sekali tidak menyinggung mengenai 5 tahun ke depan apakah DKI Jakarta tetap menjadi ibu kota negara atau tidak. Namun, perpres murni soal tata ruang di wilayah Jabodetabek Punjur yang berdasarkan aturan, sudah harus ditinjau setiap 5 tahun," kata Pramono di Jakarta, Jumat.
Presiden RI Joko Widodo menandatangnai Perpres No. 60/2020 pada tanggal 16 April 2020.
Baca juga: Badan Otorita Ibu Kota Negara Perlu Segera Disahkan
Perpres berisi 141 pasal tersebut memuat arahan pemanfaatan ruang kawasan perkotaan Jabodetabek-Punjur yang merupakan acuan dalam mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jabodetabek-Punjur yang akan dibangun dalam empat tahapan, yaitu tahap pertama (2020—2024), tahap kedua (2025—2029), tahap ketiga (2030—2034), dan tahap keempat (2035—2039).
"Perpres tersebut merupakan amanat UU Penataan Ruang yang mengamanatkan penetapan Jabodetabek-Punjur sebagai Kawasan Strategis Nasional," kata Pramono menambahakan.
Menurut Pramono, dalam pepres tersebut DKI Jakarta masih berfungsi sebagai ibu kota negara.
Kalau dalam perpres, kata dia, pengaturan pola ruang DKI Jakarta masih mengakomodasi fungsinya sebagai ibu kota negara karena memang secara hukum DKI Jakarta sampai saat ini masih menjadi ibu kota negara dan pusat pemerintahan.
"Dengan demikian, pengaturan tata ruangnya harus mengakomodasi atau memelihara kondisi fungsi existing DKI Jakarta sebagai ibu kota negara dan pusat pemerintahan tersebut," ungkap Pramono.
Baca juga: Memahami RUU Ibu Kota Negara
Dalam Pasal 7 Perpres No. 60/2020 disebutkan bahwa tujuan penataan ruang kawasan perkotaan Jabodetabek-Punjur untuk mewujudkan kawasan perkotaan Jabodetabek-Punjur sebagai kawasan perkotaan yang merupakan pusat kegiatan perekonomian berskala internasional, nasional, maupun regional yang terintegrasi antara satu kawasan dengan kawasan lainnya, berbasis daya dukung lingkungan dan memiliki keterpaduan dalam pengelolaan kawasan
Dalam Pasal 21 disebutkan bahwa pusat kegiatan di kawasan perkotaan Inti sebagaimana di DKI Jakarta, meliputi:
a. pusat pemerintahan dan kawasan diplomatik;
b. pusat perdagangan dan jasa skala internasional, nasional, dan regional;
c. pusat pelayanan pendidikan tinggi;
d. pusat pelayanan olahraga skala internasional, nasional, dan regional;
e. pusat pelayanan kesehatan skala internasional, nasional, dan regional;
f. pusat kegiatan industri kreatif;
g. pusat pelayanan transportasi laut internasional dan nasional;
h. pusat pelayanan transportasi udara internasional dan nasional;
i. pusat pelayanan sistem angkutan umum penumpang dan angkutan barang regional;
j. pusat kegiatan pertahanan dan keamanan negara;
k. pusat kegiatan pariwisata; dan
l. pusat kegiatan pertemuan, pameran, serta sosial dan budaya.
Baca juga: Urgensi Pembentukan Badan Otoritas Ibu kota Negara
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo berencana pada tahun 2024 ibu kota negara Indonesia pindah ke ibu kota baru yang terletak di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan di sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Pada tanggal 23 Desember 2019, sudah ditetapkan desain dengan judul "Nagara Rimba Nusa" sebagai Pemenang Pertama Sayembara Gagasan Desain Kawasan Ibu Kota Negara. Konsep itu ditawarkan oleh tim Urban+ dengan membawa keseimbangan antara tata kota modern, pembangunan manusia, sifat manusia, dan kelestarian alam.
Kontur lokasi ibu kota baru berbukit-bukit karena merupakan bekas hutan tanaman industri seluas 256.000 hektare ditambah dengan kawasan cadangan sehingga totalnya 410.000 hektare dengan kawasan inti seluas 56.000 hektare.
Baca juga: Pentingnya Otoritas Khusus Ibu kota Negara
Nantinya ibu kota baru akan terbagi menjadi sejumlah klaster, yaitu klaster pemerintahan seluas 5.600 hektare, klaster kesehatan, klaster pendidikan, serta klaster riset dan teknologi.
Pemerintah juga sudah meminta tiga tokoh internasional untuk duduk sebagai Dewan Pengarah, yaitu Putra Mahkota Abu Dhabi Syekh Mohammed Zayed bin Al Nahyan, CEO Softbank Masayoshi Son, dan mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair. Kehadiran mereka diharapkan dapat mendorong pembiayaan pembangunan ibu kota baru senilai Rp466 triliun.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020