Pendemi atau mewabahnya virus Corona atau dikenal dengan Covid 19 telah menimbulkan kepedulian global untuk bersama sama melawan Covid 19 yang telah menewaskan ribuan orang termasuk terparah di Tiongkok, Italia dan Spanyol serta di lebih 150 negara lainnya. Virus yang pertama kali menyebar di Wuhan dan Hubei Tiongkok ini disebut sebut sebagai teror mengerikan di abad ini pasca perang dunia.
Beragam cara dilakukan banyak negara untuk melawan dan mengantisipasi menyebarnya virus ini seperti melakukan lockdown, menutup wilayah masuk negara, tidak melakukan lockdown dan memasifkan rapid test terkait Covid 19 ini.
Presiden Jokowi sudah menegaskan Indonesia tidak akan melakukan lockdown dan akan melengkapi RS milik pemerintah dan swasta dengan rapid test seperti yang dilakukan pemerintah Korsel.
Lockdown positif jika ketahanan pangan terjaga selama lockdown, sektor informal juga dapat insentif dari negara selama lockdown, transportasi umum jalan walau tetap diberi desinfectan tiap hari, perbankan harus ada stok cash flow yang mencukupi, warganya disiplin jg kesehatan, patuh pada instruksi negara dan lain lain, jika syarat syarat itu kurang ada lockdown akan berakhir dengan social riots, dan mungkin menimbulkan mosi tidak percaya kepada pemerintah dan impeachment terhadap presiden.
Langkah pemerintah tidak melakukan lockdown sudah tepat, bahkan himbauannya agar tidak ada acara yang menghadirkan kerumunan massa seperti unjuk rasa, sholat, misa dan lain lain adalah ikhtiar untuk mencegah meluasnya Corona, namun harus diakui bahwa masyarakat belum disiplin mematuhi himbauan tersebut atau karena berbeda ideologi dengan pemerintah/negara maka mereka tetap "ngeyel/membangkang/disobey" terhadap himbauan negara dan nanti jika mereka terpapar Corona dapat diprediksi akan menyalahkan pemerintah dengan menyebut "negara tidak hadir melawan Covid19". Contoh kengenyelan atau disobey salah satunya adalah masih saja ada elemen masyarakat khususnya mahasiswa dan buruh yang melakukan aksi unjuk rasa walaupun kecil jumlahnya dalam rangka menolak RUU Omnibus Law. Masyarakat jelas mengharapkan instrumen negara untuk meliterasi atau mempersuasi kelompok ini, dan jika kurang diindahkan aparat penegak hukum dapat menggunakan wewenangnya secara terukur untuk menegakkan hukum terhadap mereka.
Fokus kita saat ini adalah melawan corona bersama sama karena virus ini sudah menjelma menjadi "common threats". Urusan yang lain seperti pro dan kontra RUU Omnibus Law patut dikesampingkan dulu karena pada akhirnya pemerintah dan DPR RI akan membuka partisipasi publik selama pembahasan RUU tersebut. Jadi jangan khawatir. Ayo bersama sama concern melawan Corona dan patuhi himbauan atau ajakan ulama dan umaro/pemerintah. Semoga bangsa ini segera bangkit dari ancaman Covid 19. (7/*).
*) Penulis adalah, Kolumnis yang peduli dengan permasalahan bangsa.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020
Beragam cara dilakukan banyak negara untuk melawan dan mengantisipasi menyebarnya virus ini seperti melakukan lockdown, menutup wilayah masuk negara, tidak melakukan lockdown dan memasifkan rapid test terkait Covid 19 ini.
Presiden Jokowi sudah menegaskan Indonesia tidak akan melakukan lockdown dan akan melengkapi RS milik pemerintah dan swasta dengan rapid test seperti yang dilakukan pemerintah Korsel.
Lockdown positif jika ketahanan pangan terjaga selama lockdown, sektor informal juga dapat insentif dari negara selama lockdown, transportasi umum jalan walau tetap diberi desinfectan tiap hari, perbankan harus ada stok cash flow yang mencukupi, warganya disiplin jg kesehatan, patuh pada instruksi negara dan lain lain, jika syarat syarat itu kurang ada lockdown akan berakhir dengan social riots, dan mungkin menimbulkan mosi tidak percaya kepada pemerintah dan impeachment terhadap presiden.
Langkah pemerintah tidak melakukan lockdown sudah tepat, bahkan himbauannya agar tidak ada acara yang menghadirkan kerumunan massa seperti unjuk rasa, sholat, misa dan lain lain adalah ikhtiar untuk mencegah meluasnya Corona, namun harus diakui bahwa masyarakat belum disiplin mematuhi himbauan tersebut atau karena berbeda ideologi dengan pemerintah/negara maka mereka tetap "ngeyel/membangkang/disobey" terhadap himbauan negara dan nanti jika mereka terpapar Corona dapat diprediksi akan menyalahkan pemerintah dengan menyebut "negara tidak hadir melawan Covid19". Contoh kengenyelan atau disobey salah satunya adalah masih saja ada elemen masyarakat khususnya mahasiswa dan buruh yang melakukan aksi unjuk rasa walaupun kecil jumlahnya dalam rangka menolak RUU Omnibus Law. Masyarakat jelas mengharapkan instrumen negara untuk meliterasi atau mempersuasi kelompok ini, dan jika kurang diindahkan aparat penegak hukum dapat menggunakan wewenangnya secara terukur untuk menegakkan hukum terhadap mereka.
Fokus kita saat ini adalah melawan corona bersama sama karena virus ini sudah menjelma menjadi "common threats". Urusan yang lain seperti pro dan kontra RUU Omnibus Law patut dikesampingkan dulu karena pada akhirnya pemerintah dan DPR RI akan membuka partisipasi publik selama pembahasan RUU tersebut. Jadi jangan khawatir. Ayo bersama sama concern melawan Corona dan patuhi himbauan atau ajakan ulama dan umaro/pemerintah. Semoga bangsa ini segera bangkit dari ancaman Covid 19. (7/*).
*) Penulis adalah, Kolumnis yang peduli dengan permasalahan bangsa.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020