Perkembangan kasus teror penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, telah menemui babak baru.
Tim Teknis Bareskrim menangkap dua orang yang diduga pelaku teror tersebut. Mereka ditangkap di Jalan Cimanggis, Depok, Jawa Barat, pada Kamis (26/12) malam.
Dua orang yang berinisial RB dan RM ini merupakan polisi. Polri bergerak cepat. Tak lama setelah penangkapan, keduanya langsung ditetapkan sebagai tersangka dan dibawa ke Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan.
Dalam mengungkap kasus Novel, Polri membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) pada 8 Januari 2019. Pembentukan TPF merupakan implementasi dari rekomendasi Komnas HAM yang terbit pada Desember 2018.
Tak tanggung-tanggung, tim ini beranggotakan 65 orang yang terdiri dari unsur Polri, KPK, para pakar dan pegiat hak asasi manusia, yang ditunjuk langsung oleh Kapolri saat itu, Tito Karnavian.
Tenggat waktu kerja TPF berakhir pada 7 Juli 2019.
Dalam investigasi kasus Novel, TPF bergerak dari penyelidikan awal polisi. Kemudian memeriksa para saksi, melakukan reka ulang tempat kejadian perkara dan mengembangkan informasi dari saksi-saksi. Bahkan beberapa jenderal bintang tiga pun dimintai keterangan dalam kasus ini.
"Dalam kasus ini, ada jenderal-jenderal bintang tiga diperiksa. Semua (yang dicurigai) kami periksa lagi," kata Anggota TPF Prof. Hermawan Sulistyo.
Setelah masa kerja tim selama enam bulan, tim ini melaporkan hasil kerjanya dalam laporan setebal 170 halaman dengan lampiran 1.500 halaman kepada Tito Karnavian.
Berdasarkan hasil kerjanya, tim mensinyalir bahwa kasus ini dipicu karena pekerjaan Novel sebagai penyidik. Tim menduga bahwa penyerangan punya kaitan dengan kasus kelas kakap yang ditangani Novel. TPF mencurigai ada enam kasus besar yang kemungkinan salah satunya melatarbelakangi terjadinya teror penyiraman air keras, yakni kasus korupsi KTP-e yang melibatkan Setya Novanto, kasus tindak pidana suap yang melibatkan eks Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, kasus suap Sekjen Mahkamah Agung Nurhadi, kasus suap Bupati Buol Amran Batalipu, kasus korupsi Wisma Atlet dan kasus sarang burung walet.
TPF tidak menemukan fakta motif pelaku terkait masalah pribadi. Dugaannya, dalang pelaku merasa sakit hati atau dendam terhadap Novel karena menganggap Novel menggunakan wewenangnya secara berlebihan sebagai penyidik senior KPK.
Tiga orang yang dicurigai dalam kasus ini adalah seorang tak dikenal yang mendatangi rumah Novel pada 5 April 2017 dan dua orang tak dikenal yang berada di dekat tempat wudhu Masjid Al Ihsan menjelang subuh pada 10 April 2017.
Karena hasil kerjanya tidak menemui hasil signifikan, TPF pun merekomendasikan agar Polri membentuk Tim Teknis untuk mendalami keberadaan tiga orang tak dikenal tersebut.
Selanjutnya Tim Teknis dibentuk dan mulai bekerja 1 Agustus 2019. Tim ini beranggotakan puluhan anggota terbaik Polri dengan dipimpin oleh Kabareskrim saat itu, Jenderal Pol Idham Azis. Presiden Joko Widodo memberi batas waktu tim ini selama tiga bulan hingga akhir Oktober 2019.
Namun setelah Oktober berlalu, identitas pelaku teror masih gelap.
Polri sendiri mengklaim bahwa pihaknya sangat transparan dalam melakukan investigasi kasus ini. "Kami transparan kepada KPK. Tidak ada yang ditutup-tutupi. Kami kerja keras. Mudah-mudahan kami bisa mengungkap pelakunya," kata Karopenmas Polri Brigjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono.
Ada sebanyak 73 saksi telah dimintai keterangan dalam kasus ini. Selain itu, 114 toko kimia hingga 28 CCTV diperiksa di Laboratorium Forensik. Olah TKP telah dilakukan hingga tujuh kali.
Barang bukti berupa CCTV juga telah dikirim ke Polisi Australia (AFP) untuk meminta bantuan Australia menganalisis gambar CCTV yang beresolusi rendah. Polisi pun telah membuat sketsa wajah terduga pelaku dan menyebarkannya ke publik.
Pada awal Desember, Presiden Jokowi memanggil Kapolri Jenderal Idham Azis untuk mengetahui perkembangan kinerja Tim Teknis. Idham menyampaikan bahwa ada temuan baru dan kinerja tim dalam tahap kesimpulan. Presiden kemudian memberi kelonggaran masa kerja Tim Teknis hingga Desember 2019.
Kabareskrim Polri, Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo terus memantau perkembangan investigasi Tim Teknis dengan melakukan koordinasi secara intensif.
"Hampir setiap hari saya kumpulkan Tim Teknis untuk melihat kemajuannya (investigasi) sudah sampai mana," kata Komjen Sigit.
Peristiwa nahas yang menimpa Novel itu terjadi pada 11 April 2017 sepulang Novel menunaikan ibadah shalat subuh, tepatnya terjadi di Jalan Deposito Blok T Nomor 10, RT 03 RW 10, Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Saat itu, Novel diserang dua pengendara motor yang menyiramkan cairan asam sulfat kadar rendah ke wajah Novel sehingga mengakibatkan kedua mata Novel, rusak.
Setelah dua tahun delapan bulan masa penyelidikan dan penyidikan, kasus ini menemukan secercah harapan untuk terungkap.
Usai menangkap dua pelaku, Tim Teknis selanjutnya harus mengungkap motif pelaku. Juga harus dipastikan bahwa mereka bukanlah orang yang "pasang badan" untuk menutupi pelaku yang perannya lebih besar.
Tim juga diminta segera mengungkap aktor intelektual yang terlibat dan tidak berhenti pada pelaku di lapangan.
Yang pasti perkembangan kasus ini belum final. Publik menanti apakah episode akhir kasus ini berujung pada keadilan yang hakiki.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019
Tim Teknis Bareskrim menangkap dua orang yang diduga pelaku teror tersebut. Mereka ditangkap di Jalan Cimanggis, Depok, Jawa Barat, pada Kamis (26/12) malam.
Dua orang yang berinisial RB dan RM ini merupakan polisi. Polri bergerak cepat. Tak lama setelah penangkapan, keduanya langsung ditetapkan sebagai tersangka dan dibawa ke Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan.
Dalam mengungkap kasus Novel, Polri membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) pada 8 Januari 2019. Pembentukan TPF merupakan implementasi dari rekomendasi Komnas HAM yang terbit pada Desember 2018.
Tak tanggung-tanggung, tim ini beranggotakan 65 orang yang terdiri dari unsur Polri, KPK, para pakar dan pegiat hak asasi manusia, yang ditunjuk langsung oleh Kapolri saat itu, Tito Karnavian.
Tenggat waktu kerja TPF berakhir pada 7 Juli 2019.
Dalam investigasi kasus Novel, TPF bergerak dari penyelidikan awal polisi. Kemudian memeriksa para saksi, melakukan reka ulang tempat kejadian perkara dan mengembangkan informasi dari saksi-saksi. Bahkan beberapa jenderal bintang tiga pun dimintai keterangan dalam kasus ini.
"Dalam kasus ini, ada jenderal-jenderal bintang tiga diperiksa. Semua (yang dicurigai) kami periksa lagi," kata Anggota TPF Prof. Hermawan Sulistyo.
Setelah masa kerja tim selama enam bulan, tim ini melaporkan hasil kerjanya dalam laporan setebal 170 halaman dengan lampiran 1.500 halaman kepada Tito Karnavian.
Berdasarkan hasil kerjanya, tim mensinyalir bahwa kasus ini dipicu karena pekerjaan Novel sebagai penyidik. Tim menduga bahwa penyerangan punya kaitan dengan kasus kelas kakap yang ditangani Novel. TPF mencurigai ada enam kasus besar yang kemungkinan salah satunya melatarbelakangi terjadinya teror penyiraman air keras, yakni kasus korupsi KTP-e yang melibatkan Setya Novanto, kasus tindak pidana suap yang melibatkan eks Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, kasus suap Sekjen Mahkamah Agung Nurhadi, kasus suap Bupati Buol Amran Batalipu, kasus korupsi Wisma Atlet dan kasus sarang burung walet.
TPF tidak menemukan fakta motif pelaku terkait masalah pribadi. Dugaannya, dalang pelaku merasa sakit hati atau dendam terhadap Novel karena menganggap Novel menggunakan wewenangnya secara berlebihan sebagai penyidik senior KPK.
Tiga orang yang dicurigai dalam kasus ini adalah seorang tak dikenal yang mendatangi rumah Novel pada 5 April 2017 dan dua orang tak dikenal yang berada di dekat tempat wudhu Masjid Al Ihsan menjelang subuh pada 10 April 2017.
Karena hasil kerjanya tidak menemui hasil signifikan, TPF pun merekomendasikan agar Polri membentuk Tim Teknis untuk mendalami keberadaan tiga orang tak dikenal tersebut.
Selanjutnya Tim Teknis dibentuk dan mulai bekerja 1 Agustus 2019. Tim ini beranggotakan puluhan anggota terbaik Polri dengan dipimpin oleh Kabareskrim saat itu, Jenderal Pol Idham Azis. Presiden Joko Widodo memberi batas waktu tim ini selama tiga bulan hingga akhir Oktober 2019.
Namun setelah Oktober berlalu, identitas pelaku teror masih gelap.
Polri sendiri mengklaim bahwa pihaknya sangat transparan dalam melakukan investigasi kasus ini. "Kami transparan kepada KPK. Tidak ada yang ditutup-tutupi. Kami kerja keras. Mudah-mudahan kami bisa mengungkap pelakunya," kata Karopenmas Polri Brigjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono.
Ada sebanyak 73 saksi telah dimintai keterangan dalam kasus ini. Selain itu, 114 toko kimia hingga 28 CCTV diperiksa di Laboratorium Forensik. Olah TKP telah dilakukan hingga tujuh kali.
Barang bukti berupa CCTV juga telah dikirim ke Polisi Australia (AFP) untuk meminta bantuan Australia menganalisis gambar CCTV yang beresolusi rendah. Polisi pun telah membuat sketsa wajah terduga pelaku dan menyebarkannya ke publik.
Pada awal Desember, Presiden Jokowi memanggil Kapolri Jenderal Idham Azis untuk mengetahui perkembangan kinerja Tim Teknis. Idham menyampaikan bahwa ada temuan baru dan kinerja tim dalam tahap kesimpulan. Presiden kemudian memberi kelonggaran masa kerja Tim Teknis hingga Desember 2019.
Kabareskrim Polri, Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo terus memantau perkembangan investigasi Tim Teknis dengan melakukan koordinasi secara intensif.
"Hampir setiap hari saya kumpulkan Tim Teknis untuk melihat kemajuannya (investigasi) sudah sampai mana," kata Komjen Sigit.
Peristiwa nahas yang menimpa Novel itu terjadi pada 11 April 2017 sepulang Novel menunaikan ibadah shalat subuh, tepatnya terjadi di Jalan Deposito Blok T Nomor 10, RT 03 RW 10, Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Saat itu, Novel diserang dua pengendara motor yang menyiramkan cairan asam sulfat kadar rendah ke wajah Novel sehingga mengakibatkan kedua mata Novel, rusak.
Setelah dua tahun delapan bulan masa penyelidikan dan penyidikan, kasus ini menemukan secercah harapan untuk terungkap.
Usai menangkap dua pelaku, Tim Teknis selanjutnya harus mengungkap motif pelaku. Juga harus dipastikan bahwa mereka bukanlah orang yang "pasang badan" untuk menutupi pelaku yang perannya lebih besar.
Tim juga diminta segera mengungkap aktor intelektual yang terlibat dan tidak berhenti pada pelaku di lapangan.
Yang pasti perkembangan kasus ini belum final. Publik menanti apakah episode akhir kasus ini berujung pada keadilan yang hakiki.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019