Bogor (Antaranews Bogor) - Ketua Yayasan At-Tawassuth Ahmad Fahir, organisasi yang menggagas "haul" pertama kali Prabu Siliwangi menyatakan bahwa kegiatan itu dilakukan karena Raja Raja Pajajaran yang bertahta di "Tatar Sunda" tahun 1482-1521 itu adalah sosok seorang Muslim.

"Ia (Prabu Siliwangi) diislamkan oleh Syaikh Hasanuddin atau lebih dikenal dengan sebutan Syaikh Quro, ulama besar yang berperan penting dalam Islamisasi di Jawa Barat, saat hendak menikahi Nyi Subang Larang," katanya di Bogor, Jawa Barat, Sabtu.

Menurut dia, Subang Larang tidak lain sebagai santri di pesantren yang dipimpin Syaikh Quro di Karawang.

Ia menjelaskan dari sebuah naskah kuno diceritakan bahwa Prabu Siliwangi adalah seorang Muslim, bersumberkan Buku Carita Purwaka Caruban Nagari, yang ditulis Pangeran Arya Cirebon (1720), di mana disebutkan Prabu Siliwangi masuk Islam saat hendak menikahi Subang Larang.

Prabu Siliwangi lahir di Keraton Surawises Kawali, Kabupaten Ciamis, sekitar tahun 1411 dan wafat pada akhir Desember 1521 di Pakuan (Kota Bogor sekarang).

Ia bertahta sebagai Raja Sunda Galuh (Pakuan Pajajaran) selama 39 tahun, yaitu mulai tahun 1482 hingga 1521.

Situs Batutulis di Kota Bogor, katanya, merupakan bukti sejarah, yang menceritakan tentang era Prabu Siliwangi dalam memimpin Pajajaran.

Dijelaskan bahwa situs ini dibuat oleh Prabu Surawisesa, putra mahkota yang melanjutkan tahta setelah wafatnya Prabu Siliwangi.

Situs tersebut dibuat pada akhir bulan Desember 1533 Masehi, sebagai peringatan 12 tahun setelah wafatnya Prabu Siliwangi.

Fahir menuturkan, Prabu Siliwangi tercatat sebagai raja yang adil dan bijaksana. Masa kepemimpinannya, dikenal sebagai era keemasan Pajajaran. Rakyat Pajajaran hidup kamkmur, damai dan sejahtera.

Wilayah Pajajaran membentang dari pegunungan Dieng di Wonosobo, Jawa Tengah, seluruh Jawa Barat, Selat Sunda hingga sebagian Lampung.

Dari aspek ekonomi, simbol utama kebesaran Pajajaran terletak di Pelabuhan Niaga Sunda Kalapa (Jakarta sekarang), yang merupakan pusat perniagaan terbesar dan tersibuk di seluruh Nusantara saat itu.

Sunda Kalapa menjadi lalu lintas perdagangan dan jalur migrasi bangsa-bangsa asing ke Pulau Jawa.

Selain itu, Pajajaran juga memiliki pelabuhan-pelabuhan lain di pantura Jawa Barat, yaitu Banten, muara Cisadane, Karawang, muara Cimanuk, dan Cirebon.

Menurut catatan Tom Pires, seorang penjelajah asal Portugis, yang bersama empat buah kapal dagang Portugis singgah di Pajajaran tahun 1513, Kerajaan Sunda Pajajaran adalah negeri para ksatria dan pahlawan laut, sehingga para pelautnya telah mampu berlayar ke berbagai negara mancanegara hingga ke Kepulauan Maladewa di Srilanka.

Dalam catatan Tom Pires, Prabu Siliwangi, para pemangku dan warga Pajajaran adalah orang-orang yang jujur, ramah, dan sopan. ".... The Kingdom of Sunda is Justtly Governed..."

Disebutkan pula bahwa Prabu Siliwangi adalah seorang maharaja Sunda yang adil dan bijaksana dalam memerintah segenap rakyat kerajaannya.

Terkait dengan itu, menurut Ahmad Fahir, pihaknya bersama santri Pondok Pesantren Al Fatah, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, pada akhir Desember 2013 menyelenggarakan "Haul" ke-492

Prabu Siliwangi.

Kegiatan diisi dengan membaca tahlil, dzikir, dan "tawassulan", yang ditujukan kepada para "syaikh" atau ulama-ulama besar masa silam yang berjasa dalam mengislamkan "Tatar Sunda".

Terutama, kata dia, dinasti Prabu Siliwangi yang memegang peran penting dalam sejarah Islamisasi Pasundan.

Dalam sejarah Islamisasi "Tatar Sunda", menurut Ahmad Fahir, salah satu pendiri Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama Institut Pertanian Bogor (KMNU-IPB), selalu menyinggung peran tiga putra-putri Prabu Siliwangi dari isteri Nyi Mas Subang Larang, yaitu Pangeran Cakra Buana, Nyi Mas Lara Santang, dan Kian Santang (Sunan Rohmat Suci, Godog, Garut).

Cakra Buana merupakan aktor utama berdirinya Kesultanan Cirebon.

Sedangkan Lara Santang tak lain sebagai ibu kandung Sunan Gunung Djati --salah satu "Wali Songo" (Wali Sembilan)--yang melahirkan ulama-ulama besar di Jawa Barat.

Adapun tokoh Kian Santang hingga kini sangat melegenda dalam hati masyarakat Jawa Barat, sebagai ulama dan "anak raja" yang lebih memilih hidup menyatu dengan masyarakat demi melakukan tugas "dakwah Islamiyah".

Pewarta: Oleh Andi Jauhari

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014