Peneliti pusat penelitian ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Yeni Saptia mengatakan ketiadaan jaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) membuat koperasi sulit berkembang di Indonesia.
"Sebenarnya terkait dana likuiditas (funding), harusnya ada LPS bagi koperasi. Selama ini LPS hanya ada di Perbankan," ujar Yeni di Jakarta, Sabtu.
Keberlangsungan koperasi yang ada di berbagai daerah, menurut Yeni, umumnya bertumpu pada permodalan yang diperoleh dari keanggotaan dan pinjaman dari perbankan meski masih terbatas.
Selain permodalan yang diperoleh dari anggota dan perbankan, investor pun bisa menyuntikan dananya untuk dikelola oleh koperasi.
"Jadi (investor) tidak was-was dananya dibawa lari pengurus koperasi," ujar Yeni.
Peneliti LIPI itu mengatakan selama ini ada kekhawatiran di masyarakat setelah ditemukan laporan Kementerian Koperasi dan UKM, masih banyak koperasi kategori belum sehat.
Bahkan ada juga koperasi bodong, yaitu koperasi yang tidak aktif lagi namun tetap menghimpun dana dari masyarakat.
"Walaupun pemerintah sudah memperketat aturan untuk koperasi yang bodong itu, sebagian koperasi yang dianggap tidak sehat juga sudah dibubarkan," ujar Yeni.
Yeni berpendapat ini menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat pada koperasi. "Kalau tidak ada perhatian besar, keberadaan koperasi termarjinalkan," ujar Yeni.
Padahal menurutnya, koperasi berperan penting memberikan kredit kepada pengusaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
"Koperasi juga soko guru bisnis masyarakat yang belum bankable (memenuhi syarat perbankan)," tandas Yeni.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019
"Sebenarnya terkait dana likuiditas (funding), harusnya ada LPS bagi koperasi. Selama ini LPS hanya ada di Perbankan," ujar Yeni di Jakarta, Sabtu.
Keberlangsungan koperasi yang ada di berbagai daerah, menurut Yeni, umumnya bertumpu pada permodalan yang diperoleh dari keanggotaan dan pinjaman dari perbankan meski masih terbatas.
Selain permodalan yang diperoleh dari anggota dan perbankan, investor pun bisa menyuntikan dananya untuk dikelola oleh koperasi.
"Jadi (investor) tidak was-was dananya dibawa lari pengurus koperasi," ujar Yeni.
Peneliti LIPI itu mengatakan selama ini ada kekhawatiran di masyarakat setelah ditemukan laporan Kementerian Koperasi dan UKM, masih banyak koperasi kategori belum sehat.
Bahkan ada juga koperasi bodong, yaitu koperasi yang tidak aktif lagi namun tetap menghimpun dana dari masyarakat.
"Walaupun pemerintah sudah memperketat aturan untuk koperasi yang bodong itu, sebagian koperasi yang dianggap tidak sehat juga sudah dibubarkan," ujar Yeni.
Yeni berpendapat ini menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat pada koperasi. "Kalau tidak ada perhatian besar, keberadaan koperasi termarjinalkan," ujar Yeni.
Padahal menurutnya, koperasi berperan penting memberikan kredit kepada pengusaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
"Koperasi juga soko guru bisnis masyarakat yang belum bankable (memenuhi syarat perbankan)," tandas Yeni.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019