Jakarta (Antaranews Megapolitan) - Ahli kesehatan dr. Tunggul D Situmorang mengatakan masyarakat di Indonesia dan negara di Asia lainnya lebih rentan terkena hipertensi dibandingkan dengan negara di Eropa yang disebabkan berbagai faktor.

Menurut Tunggul terdapat tiga alasan mengapa sering terjadi negara Asia, pertama, penyakit stroke dan gagal jantung yang erat kaitannya dengan hipertensi lebih banyak terjadi di Asia, kedua, berdasarkan data Asia Pacific Cohort Studies Collaboration, penyakit jantung akibat Hipertensi lebih banyak terjadi di Asia dibandingkan dengan Australia dan New Zaeland, ketiga, secara genetik, Asia memiliki faktor 'Salt-Sensitive Gene Polymorphism' dan lebih banyak mengkonsumsi garam.

"Hipertensi merupakan penyakit yang sifatnya katastropik dan dapat menyebabkan kerusakan jantung dan ginjal, serta telah menyita beban negara yang sangat besar, sekitar lebih dari Rp2 triliun," kata Tunggul, saat memberikan sambutan dalam acara "Waspadai Hipertensi pada Generasi Milenial" di Jakarta Selatan, Jumat.

Tunggul juga mengatakan bahwa, upaya pencegahan dan pengontrolan penyakit hipertensi di Indonesia membutuhkan gerakan yang menyeluruh dari masyarakat, dokter, dan pemerintah, sebagai suatu Gerakan Peduli Hipertensi (HPH).

Pada kesempatan yang sama, Prof. Dr. dr. Suharjono, SpPD-KGH, K.Ger mengatakan, faktor risiko hipertensi dapat dilihat dari dua sisi yaitu, disebabkan oleh kerusakan jantung, ginjal, atau penyakit kardiovaskular lain dan faktor lingkungan atau gaya hidup yang tidak sehat.

"Faktor lingkungan gaya hidup yang tidak sehat seperti mengkonsumsi makanan instan, merokok, mengkonsumsi garam berlebih, adalah beberapa kebiasaan yang bisa menyebabkan hipertensi, faktor lainnya adalah faktor usia, karena semakin tinggi umur seseorang angka tekanan darahnya juga lebih tinggi," kata Suharjono.

Suharjono juga menambahkan, hipertensi harus diobati, semakin cepat semakin baik, karena kalau tidak diobati dapat menyebabkan kerusakan organ penting tubuh seperti jantung, stroke, gagal ginjal, vaskular, lebih parah lagi bisa menyebabkan kematian dan cacat.

Editor berita: E. Sujatmiko

Pewarta: Agus Saeful Iman dan Ganet

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019