Sejumlah aktivis pimpinan Non Governmental Organization (NGO) atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) membentuk koalisi dan membuka posko pengaduan bagi masyarakat untuk melaporkan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dari pertambangan, illegal logging, perambahan hutan dan lainnya.
"Posko pengaduan ini dibuka setelah melihat dampak kerusakan yang ditimbulkan dari aktivitas tambang, sektor industri, perumahan dan kehutanan. Kami melihat, masih banyak praktik ilegal yang ada di Sulawesi Selatan," ujar Direktur Eksekutif Walhi Sulsel Muhammad Al Amin saat konferensi pers di Kantor PBHI Sulsel, Rabu.
Oleh karena itu, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulsel, Lembaga Advokasi dan Pendidikan Anak Rakyat (LAPAR) Sulsel, Yayasan Pendidikan Lingkungan (YPL), Lembaga Pencinta Lingkungan (LPA) HPPMI Maros dan Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Sulsel sepakat membuka posko pengaduan.
"Kami mencoba menginisiasi gerakan kolektif untuk bisa mengurai aktivitas ilegal yang semakin merisaukan masyarakat terutama di daerah. Menjelang akhir tahun ini, kami mengajak masyarakat untuk ikut proaktif melaporkan seluruh kegiatan praktik bisnis ilegal di posko pengaduan," paparnya mengajak.
Baca juga: Tasikmalaya pantau dampak lingkungan TPA Ciangir
Ia menyebutkan, selain posko pengaduan utama di Kantor PBHI Sulsel, koalisi juga mendirikan posko pada 10 daerah yang menjadi daerah terdampak kerusakan lingkungan, seperti di Gowa, Maros, Bulukumba, Bantaeng, Pinrang, Luwu Timur, Luwu Utara, Luwu, Enrekang, Maros, dan Kota Makassar.
Untuk mekanisme pelaporan memudahkan pengaduan masyarakat, lanjut dia, ada lembar yang diisi pengadu berbentuk narasi dan bila perlu melampirkan foto atau video aktivitas ilegal tersebut, siapa pelaku maupun pemiliknya, dan laporkan kejahatan lingkungannya. Untuk identitas pelapor pasti dirahasiakan.
"Seluruh laporan masuk dari posko pengaduan akan dikaji selama dua bulan terakhir ini. Desember, akhir tahun nanti dipublis hasilnya. Untuk tindaklanjutnya dilihat apakah ini masuk pidana atau perdata. Pelaporan dugaan pelanggarannya di Polda Sulsel atau Kejaksaan. Biar penegak hukum melakukan penyelidikan itu," tutur dia menekankan.
Direktur LAPAR Sulsel Asnawi Chaeruddin pada kesempatan itu menyampaikan, bencana ekologi seperti banjir menjadi ancaman serius setiap tahun karena masifnya pembangunan perumahan tanpa perencanaan matang, persoalan sampah hingga masalah nelayan. Ini merupakan bagian dari dampak kerusakan lingkungan.
Baca juga: KLH sebut sansi kepada 21 usaha di Puncak demi perlindungan lingkungan
Editor : Naryo
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2025