Komoditas hortikultura menghadapi tantangan akibat perubahan iklim dan serangan hama-penyakit. Pemerintah, melalui Kementerian Pertanian menerapkan berbagai strategi untuk mengatasinya.
Komoditas hortikultura memainkan peran strategis karena menyediakan pangan bergizi bagi masyarakat, meningkatkan pendapatan petani, dan berkontribusi pada perekonomian nasional.
Sektor hortikultura berkontribusi besar pada perekonomian nasional melalui peningkatan produk domestik bruto (PDB), penciptaan lapangan kerja, dan pendapatan bagi petani, serta potensi ekspor yang meningkatkan devisa negara.
Selain itu, subsektor ini juga berperan dalam mendukung ketahanan pangan nasional, terutama melalui penyediaan sayuran dan buah-buahan.
Bukan hanya itu, sektor hortikultura juga mampu memperkuat ketahanan pangan global. Hanya saja, komoditas hortikultura kini menghadapi tantangan yang kompleks. Pemicunya adalah perubahan iklim yang sulit diprediksi dan serangan organisme pengganggu tanaman.
Kedua faktor itu berpengaruh besar pada produktivitas dan kualitas komoditas hortikultura. Akibat serangan hama, misalnya, produktivitas tanaman anjlok, mutu pun turun.
Di sisi lain, keterbatasan dalam infrastruktur, input produksi, dan adopsi teknologi modern terus menghambat efisiensi dan daya saing komoditas hortikultura.
Belum lagi masalah pascapanen, seperti kerugian akibat penanganan yang tidak optimal, rantai pasokan yang panjang, dan fasilitas penyimpanan yang terbatas makin memperburuk situasi.
Hal itu karena komoditas hortikultura pada umumnya bersifat perishable atau mudah rusak dan memiliki masa simpan pendek, setelah panen. Itulah sebabnya, produk hortikultura harus segera dikonsumsi atau diolah.
Selain itu, permintaan pasar global terhadap standar kualitas, keamanan pangan, dan sertifikasi memerlukan peningkatan kapasitas petani serta dukungan kebijakan yang konsisten.
Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Dr Ir Muhammad Taufiq Ratule, MSi menyampaikan hal itu pada simposium internasional hortikultura di Senyum World Hotel, Kota Batu, Jawa Timur (14/10).
Taufiq Ratule menjadi salah satu pembicara utama pada simposium yang diselenggarakan oleh Universitas Brawijaya dan Perhimpunan Hortikultura Indonesia (Perhorti) itu.
Taufiq mengatakan, untuk mengatasi tantangan itu, Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian mendorong pengembangan klaster hortikultura yang memenuhi skala ekonomi.
Pendekatan itu bertujuan mengonsolidasikan produksi, sehingga menjadi lebih terfokus, efisien, dan kompetitif.
Petani hortikultura yang tergabung dalam klaster itu diharapkan mendapatkan berbagai keuntungan, seperti efisiensi biaya, akses terhadap input produksi yang lebih mudah, peningkatan infrastruktur, teknologi, dan keuangan.
Pada prinsipnya klaster hortikultura merupakan program atau kebijakan yang berfokus pada pengembangan kelompok komoditas hortikultura strategis untuk meningkatkan kesejahteraan petani, ekonomi daerah, dan devisa negara melalui sentra produksi yang terorganisir.
Beberapa komoditas strategis itu adalah cabai, bawang merah, buah-buahan, dan tanaman hias. Klaster hortikultura akan memfasilitasi penerapan standar kualitas komoditas, sertifikasi, dan sistem penulusuran, sesuai dengan persyaratan pasar global.
Pendekatan ini sekaligus membuka peluang yang lebih besar untuk kemitraan agribisnis, industri pengolahan, dan pasar ekspor. Untuk mendorong pengembangan hortikultura berbasis klaster, beberapa strategi diprioritaskan, termasuk penyediaan benih unggul yang tahan perubahan iklim.
Demikian pula digitalisasi pertanian melalui platform berbasis teknologi dan konektivitas internet untuk mendukung pemantauan dan pengelolaan sumber daya dari hulu hingga hilir menjadi strategi yang diprioritaskan dalam klaster hortikultura.
*) Dr Sardi Duryatmo, MSi adalah Ketua III Perhimpunan Hortikultura Indonesia
Editor : Budi Setiawanto
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2025