Bogor (Antaranews Megapolitan) - Departemen Budidaya Perairan (BDP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Institut Pertanian Bogor (IPB) menggelar Konferensi Ilmiah Internasional. Acara yang diselenggarakan di IPB International Convention Center (IICC), Bogor (11/10) ini mengangkat tema “Aquaculture for Food Security : Linking the Science to the Industry.
Dalam pembukaannya Dr. Sri Nuryati selaku Ketua Panitia mengungkapkan peranan penting akuakultur dalam memasok pangan global. Untuk memenuhi permintaan produk perairan, akuakultur harus dikembangkan menuju industrialisasi. Termasuk juga meningkatkan kualitas dan daya saing pasar.
“Perlu menciptakan lebih banyak pengusaha akuakultur yang bersaing di pasar global,” ujarnya.
Lebih lanjut dikatakannya, Bioteknologi dinilai efektif dan efisien meningkatkan produksi pangan, proses produksi dan kualitas produk. Dalam bidang akuakultur sendiri, penerapan bioteknologi mendukung industri akuakultur untuk meningkatkan produksi secara efisien, pengembangan kualitas yang baik, harga yang kompetitif, pakan yang ramah lingkungan. Penerapan bioteknologi juga berorientasi dalam perbaikan kesehatan organisme air, optimalisasi kualitas air dalam sistem akuakultur serta perbaikan genetika dan sistem reproduksi dalam akuakultur.
Sementara itu, Dr. Drajat Martianto selaku Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan yang mewakili Rektor IPB menyampaikan bahwa tema diskusi ini penting dan relevan dengan permasalahan sekarang. Indonesia masih memiliki masalah kekurangan gizi. Contoh terbesarnya ialah stunting (pendek), hal ini juga berkaitan dari pola konsumsi rakyat Indonesia dimana konsumsi produk hewaninya masih rendah.
“Untuk itu penting meningkatkan peran produk perikanan karena kita tidak bisa juga bergantung pada produk hewan darat, karena kita masih memiliki banyak masyarakat miskin. Jadi, untuk meningkatkan pola konsumsi dan mengatasi masalah gizi bisa dilakukan dengan memberikan makanan bergizi dari produk perikanan. Untuk menghasilkan satu kilogram ikan membutuhkan satu kilogram pakan sementara untuk menghasilkan satu kilogram daging sapi misalnya membutuhkan 12-15 kilogram pakan sehingga menyebabkan harganya mahal bagi masyarakat miskin. Jadi diskusi ini akan menjadi jalan yang baik bagi pemerintah untuk mendapatkan rekomendasi dalam mengatasi masalah kekurangan gizi,” tuturnya.
Sejak tahun 2006 sampai 2014, departemen BDP telah menyelenggarakan lima kali Simposium Bioteknologi Akuakultur Nasional, dan sejak tahun 2016 penyelenggaraannya ditingkatkan menjadi International Conference on Aquaculture Biotechnology (ICAB). Hadir dalam kesempatan ini peserta dari berbagai latar belakang yaitu perguruan tinggi, lembaga penelitian, mahasiswa, instansi pemerintah, pengusaha dan stakeholder terkait akuakultur.
Sebagai pembicara utama, departemen BDP menghadirkan para peneliti dan pakar dalam bidang bioteknologi akuakultur dan industri dari berbagai negara. Diantaranya adalah Dr. Thavasimuthu Citarasu dari Manonmaniam Sundaranar University, yang membahas “Herbal Biomedicines : A Sustainable Solution for Aquaculture Industry, Prof. Dr. Yuji Oshima dari Kyushu University, Jepang yang membahas Fish Environmental Science, Dr. Kartik Baruah dari Swedish University of Agricultural Sciences, Sweden membahas Crustacean Microbiology and Immunology, serta Dr. Habil Sonja Kleinertz dari DAAD Fellow Faculty of Fisheries and Marine Science IPB membahas Use and Control Parasites in Mariculture.
Hasil-hasil penelitian yang disampaikan oleh berbagai perguruan tinggi dan lembaga penelitian tersebut mencakup berbagai aspek bioteknologi dalam akuakultur. Seperti sistem produksi, genetika ikan dan reproduksi, nutrisi ikan, pengelolaan kesehatan ikan, pengelolaan lingkungan budidaya, serta sistem dan manajemen budidaya. Harapannya konferensi ini akan menjadi fasilitas diskusi, diseminasi dan sosialisasi temuan baru dari hasil penelitian di bidang akuakultur.(IR/Zul)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
Dalam pembukaannya Dr. Sri Nuryati selaku Ketua Panitia mengungkapkan peranan penting akuakultur dalam memasok pangan global. Untuk memenuhi permintaan produk perairan, akuakultur harus dikembangkan menuju industrialisasi. Termasuk juga meningkatkan kualitas dan daya saing pasar.
“Perlu menciptakan lebih banyak pengusaha akuakultur yang bersaing di pasar global,” ujarnya.
Lebih lanjut dikatakannya, Bioteknologi dinilai efektif dan efisien meningkatkan produksi pangan, proses produksi dan kualitas produk. Dalam bidang akuakultur sendiri, penerapan bioteknologi mendukung industri akuakultur untuk meningkatkan produksi secara efisien, pengembangan kualitas yang baik, harga yang kompetitif, pakan yang ramah lingkungan. Penerapan bioteknologi juga berorientasi dalam perbaikan kesehatan organisme air, optimalisasi kualitas air dalam sistem akuakultur serta perbaikan genetika dan sistem reproduksi dalam akuakultur.
Sementara itu, Dr. Drajat Martianto selaku Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan yang mewakili Rektor IPB menyampaikan bahwa tema diskusi ini penting dan relevan dengan permasalahan sekarang. Indonesia masih memiliki masalah kekurangan gizi. Contoh terbesarnya ialah stunting (pendek), hal ini juga berkaitan dari pola konsumsi rakyat Indonesia dimana konsumsi produk hewaninya masih rendah.
“Untuk itu penting meningkatkan peran produk perikanan karena kita tidak bisa juga bergantung pada produk hewan darat, karena kita masih memiliki banyak masyarakat miskin. Jadi, untuk meningkatkan pola konsumsi dan mengatasi masalah gizi bisa dilakukan dengan memberikan makanan bergizi dari produk perikanan. Untuk menghasilkan satu kilogram ikan membutuhkan satu kilogram pakan sementara untuk menghasilkan satu kilogram daging sapi misalnya membutuhkan 12-15 kilogram pakan sehingga menyebabkan harganya mahal bagi masyarakat miskin. Jadi diskusi ini akan menjadi jalan yang baik bagi pemerintah untuk mendapatkan rekomendasi dalam mengatasi masalah kekurangan gizi,” tuturnya.
Sejak tahun 2006 sampai 2014, departemen BDP telah menyelenggarakan lima kali Simposium Bioteknologi Akuakultur Nasional, dan sejak tahun 2016 penyelenggaraannya ditingkatkan menjadi International Conference on Aquaculture Biotechnology (ICAB). Hadir dalam kesempatan ini peserta dari berbagai latar belakang yaitu perguruan tinggi, lembaga penelitian, mahasiswa, instansi pemerintah, pengusaha dan stakeholder terkait akuakultur.
Sebagai pembicara utama, departemen BDP menghadirkan para peneliti dan pakar dalam bidang bioteknologi akuakultur dan industri dari berbagai negara. Diantaranya adalah Dr. Thavasimuthu Citarasu dari Manonmaniam Sundaranar University, yang membahas “Herbal Biomedicines : A Sustainable Solution for Aquaculture Industry, Prof. Dr. Yuji Oshima dari Kyushu University, Jepang yang membahas Fish Environmental Science, Dr. Kartik Baruah dari Swedish University of Agricultural Sciences, Sweden membahas Crustacean Microbiology and Immunology, serta Dr. Habil Sonja Kleinertz dari DAAD Fellow Faculty of Fisheries and Marine Science IPB membahas Use and Control Parasites in Mariculture.
Hasil-hasil penelitian yang disampaikan oleh berbagai perguruan tinggi dan lembaga penelitian tersebut mencakup berbagai aspek bioteknologi dalam akuakultur. Seperti sistem produksi, genetika ikan dan reproduksi, nutrisi ikan, pengelolaan kesehatan ikan, pengelolaan lingkungan budidaya, serta sistem dan manajemen budidaya. Harapannya konferensi ini akan menjadi fasilitas diskusi, diseminasi dan sosialisasi temuan baru dari hasil penelitian di bidang akuakultur.(IR/Zul)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018