Jakarta (Antaranews Megapolitan) - Psikolog Universitas Pancasila (UP), Putri Langka mengatakan, korban bencana gempa bumi maupun tsunami di Lombok, Sulawesi Tengah atau Situbondo Jawa Timur perlu terus dilakukan pendampingan ataupun konseling, agar mereka tetap tabah menghadapi cobaan tersebut.
   
"Wajar saja mereka stres karena apa yang mereka miliki hilang semua, baik itu harta benda maupun orang yang dicintai. Namun kalau stress tersebut berlanjut hingga enam bulan ke depan, maka perlu penanganan khusus psikologis," kata Putri Langka, di Kampus Universitas Pancasila Jakarta, Jumat.
   
Putri Langka yang juga Kepala Humas Universitas Pancasila tersebut menyatakan, jadi kalau sebelum enam bulan maka mereka belum mengalami psikotik yang akut sehingga bisa ditangani dengan pendampingan, belum perlu penanganan secara khusus.
   
"Jadi mereka itu hanya mengalami stres yang singkat. Tetapi jika melewati enam bulan maka perlu penanganan yang lebih serius," jelasnya.
   
Karena itu,  katanya lebih lanjut, para korban bencana alam tersebut perlu diajak bicara dan relaksasi agar perasaannya menjadi lebih tenang dalam menghadapi rencana kehidupan ke depannya.
   
"Para korban bencana harus bisa kembali menyusun dari hal yang paling sederhana terlebih dahulu, kemudian berikutnya menata kehidupan agar lebih baik lagi," kata Putri Langka, yang bernama lengkap Maharani Ardi Putri itu.
   
Dalam bencana, kata Putri pula, memang sering kali tim psikologi diterjunkan untuk menenangkan masyarakat dari dampak bencana untuk menangani efek psikologis yang di derita warga terdampak bencana tersebut.
   
Sebelumnya, Rumah Sakit Daerah Madani Palu, Sulawesi Tengah, menemukan kasus depresi akibat bencana alam gempa bumi dan terjangan tsunami yang melanda Palu, Kabupaten Donggala, dan Kabupaten Sigi pada 28 September 2018 lalu.
   
"Untuk kasus ini, yang saya sempat lihat dengan kejadian ini sudah muncul dua kasus yang keduanya wanita berusia 30 tahunan," kata Direktur RSD Madani Palu, Nirwansyah Parampasi.
   
Hal tersebut, jelasnya karena kedua korban tersebut terguncang akibat bencana alam yang dihadapinya hingga memiliki kecemasan merasa seolah-olah bumi bergetar dan takut dengan suara-suara keras.
   
"Tetapi kami sudah melakukan penanganan oleh psikiatri dan dokter jiwa yang tetap berada di Palu untuk menangani korban dengan trauma berat," tambahnya.
   
Kedua wanita yang belum diketahui namanya tersebut, lanjut dia, tidak menjalani rawat inap di instalasi rawat jiwa di rumah sakit, namun hanya melakukan rawat jalan.
   
"Keduanya dipulihkan melalui program-program penyembuhan trauma yang ditambah dengan obat anti depresan," katanya. (ANT/BPJ).

Pewarta: Feru Lantara

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018