Bogor (Antaranews Megapolitan) - Pusat Studi Pembangunan, Pertanian dan Pedesaan (PSP3) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Institut Pertanian Bogor (IPB) gelar PSP3 Lecture dengan topik “Ekonomi Pancasila dan Pembangunan Pedesaan di Indonesia”. Kegiatan ini digelar di Ruang Sidang PSP3 , Kampus IPB Baranangsiang (20/8).

Forum ini digelar dengan tujuan untuk membahas isu-isu strategis dalam membangun desa dengan sumberdaya yang ada dan memunculkan gagasan-gagasan intelektual sebagai kontribusi dalam membangun negeri. Menurut Kepala PSP3 LPPM IPB, Dr. Ir. Sofyan Sjaf, pembangunan selama ini mengarah ke ekonomi kapitalistik.

“Diskusi perdana ini mengambil tema Ekonomi Pancasila dan Pembangunan Pedesaan di Indonesia. Kenapa ekonomi pancasila Karena kita melihat saat ini pembangunan kita cenderung mengarah ke ekonomi kapitalistik,” ujarnya.

Dalam kesempatan ini, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB, Prof. Dr. Didin Damanhuri membedah ekonomi pancasila, pembangunan pendewasaan dan tantangan ketimpangan pembangunan ekonomi pancasila yang akan direkatkan dalam pembangunan pedesaaan.

“Tahun 1970-1980 perjalanan panjang perekonomian Indonesia strukturnya masih perekonomian kolonial. Tahun 2010, muncul ke permukaan tentang ekonomi pancasila yang dirangsang oleh pidasto Prof. BJ. Habibie. Yakni transformasi dari ekonomi kolonial nasional. Ekonomi pancasila kini disambut dan akan dilaksanakan oleh Presiden Jokowi,” ujarnya.

Menurutnya, selama 73 tahun Indonesia merdeka, sistem perekonomian Indonesia masih menganut struktur ekonomi kolonial. Penduduk hanya boleh bergerak di ekonomi pedesaan dan sepanjang sejarah disimpulkan bahwa ekonomi pancasila belum pernah dilaksanakan secara sitematis.

“Kelahiran ekonomi modern diawali dari konstruksi sekulerisme. Ini berlaku baik untuk model ekonomi liberal, sosialisme-demokrasi maupun komunisme. Dalam konteks ini, peran agama terpinggirkan dalam perekonomian sejak empat abad yang lalu. Bagaimana proses ini dinetralkan? Jawabannya dengan ekonomi pancasila. Sila kedua, ketiga, keempat dan kelima harus ber-Ketuhanan yang Maha Esa seperti yang tertera di sila kesatu. Dengan prespektif ini, warna agama akan mengkonstruksi sistem Ekonomi Pasar Pancasila (EPP),” ujarnya.

Menurutnya EPP adalah bagian dimana karakteristik pasar atau ekonomi dan politik atau demokrasi sebagai instrumen (bukan tujuan) sekaligus arena negara dalam membuat perencanaan jangka panjang. Semua pelaku ekonomi berjalan dalam mekanisme pasar untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkeadilan sosial (pemerataan kesejahteraan kepada seluruh rakyat). Sementara agama berfungsi sebagai penjamin akhlak individu, keluarga dan negara.

“Spiritualitas dan religiusitas para pelaku (individu, keluarga, hingga negara) harus mewarnai dalam pengelolaan dunia materi (sumber daya alam dan sumber daya buatan, seperti teknologi, manajemen, dan seterusnya) baik mikro maupun makro. Tentu energi keagamaan harus makin mewarnai dalam kemasyarakatan dan kenegaraan serta menciptakan kedamaian, toleransi dan kerjasama dalam memerangi kemiskinan, kebodohan, kesenjangan dan keterbelakangan. Selain itu peran pemimpin dan sistem serta regulasi menjadi sangat penting dalam implementasi semua proses pelaksanaan EPP. Dan dalam pelaksanaan EPP tersebut terdapat pasal-pasal pokok pedoman dalam UUD 1945.(dh/Zul)

Pewarta: Oleh Humas IPB

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018