Bekasi (Antaranews Megapolitan) - Perusahaan properti PT Summarecon Agung Tbk menyiasati timbulnya polusi sampah dari Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, dengan memperbanyak area tumbuh pohon pelindung di sekitar kawasan propertinya.

"Menurut survey kami, dalam situasi sehari-hari, bau tak sedap ini tidak lah mengganggu. Namun memang jika sedang musim hujan atau malam hari, angin membawa bau tak sedap tersebut hingga tercium ke kawasan sekitar," kata Direktur Eksekutif PT Summarecon Agung Tbk Albert Luhur di sela peluncuran produk terbaru Srimaya Residence bertempat di Bekasi, Sabtu.

Menurut dia, PT Summarecon Agung Tbk telah mempergunakan lahan investasi di Kecamatan Bantargebang yang sudah dimiliki sejak tahun 1980-an untuk dijadikan lokasi pendirian produk rumah tapak Srimaya Residence.

Meskipun kawasan permukiman di atas lahan seluas 15 hektare tersebut cukup dekat dengan lokasi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bantargebang, pengembang menjanjikan akan mengupayakan dampak negatif akan situasi ini perihal bau tak sedap yang mungkin muncul.

"Kami upayakan mereduksi baunya dengan cara menyiapkan lahan hijau yang cukup luas, yakni hingga 2,5 hektare dari total 15 hektare yang digarap. Di lahan itu akan kami tanami pepohonan tinggi sebagai upaya antisipasi,'' katanya.

Pada tahap awal, Srimaya Residence memasarkan 112 unit rumah di Klaster Arkana ditambah Klaster Baswara yang dipasarkan lebih awal daripada jadwal yang sudah ditentukan sebelumnya.

"Klaster Baswara turut kami pasarkan hari ini karena animo konsumen yang sudah memesan nomor booking sampat empat kali lipat dari jumlah unit yang semula akan dipasarkan," katanya.

Pihaknya menawarkan produk dengan harga terjangkau, yakni mulai Rp340 jutaan dengan kualitas yang tetap maksimal.

Presiden Direktur PT Summarecon Agung Tbk, Adrianto P Adhi mengatakan rangkaian perhelatan politik dan fluktuasi kurs dollar telah mempengaruhi iklim ekonomi nasional, termasuk iklim bisnis properti.

"Situasi ini membuat pengembang harus jeli membaca permintaan pasar demi tetap bergeraknya roda usaha. Kami memasang strategi dengan menyasar para end user sebagai target pemasaran produk," katanya.

Menurut dia, marketing properti harus jeli dalam menangkap peluang konsumen, khususnya kalangan end user karena minat mereka untuk berbelanja properti.

Adhi mengatakan, sebelum bisnis properti mengalami perlambatan pada tahun 2016, komposisi konsumen produk-produk PT Summarecon Agung Tbk didominasi oleh para investor yang membeli properti sebagai bentuk investasi.

Namun seiring dengan perubahan situasi ekonomi nasional, kondisi perpolitikan di tanah air, serta yang terbaru ialah fluktuasi kurs dolar, mengakibatkan terjadinya perubahan komposisi konsumen.

"Karena investor memilih untuk menahan diri dalam membelanjakan uangnya sembari menunggu segala sesuatunya stabil. Dari yang semula investor bisa sampai 30 persen, saat ini hanya berkisar 5-10 persen. Kelompok `end user` yang kemudian lebih banyak merespon produk-produk properti,? katanya.

Pergeseran ini, tambahnya, mendatangkan konsekuensi, salah satunya ialah kemampuan daya beli properti yang ikut terkoreksi.

"Jika semula `end user` mampu berbelanja produk properti di kisaran harga Rp1 miliar hingga Rp2 miliar, kini kemampuannya menjadi di bawah Rp1 miliar," katanya.

Namun demikian, situasi tersebut tetap merupakan peluang yang tidak boleh dilewatkan dengan menyesuaikan permintaan yang ada di pasaran.

Pewarta: Andi Firdaus

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018