Bogor (Antaranews Megapolitan) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor, Jawa Barat mengawasi penyembuhan 108 warga Kelurahan Tanah Baru yang mengalami keracunan usai makan keong air tawar (pila ampullacea).
"Kita turunkan tim untuk memantau terus di lapangan," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor, Rubaeah di Bogor, Senin.
Korban sebanyak 108 orang mengalami gejala mual, muntah, diare, deman, dan panas tinggi usai mengkonsumsi hidangan keong yang disebut tutut oleh warga di daerah itu.
Berdasarkan catatan Dinas Kesehatan, dari 108 orang warga itu, sebanyak 70 orang dirawat di sejumlah fasilitas kesehatan, yakni 44 orang di lima puskesmas dan 26 orang di enam rumah sakit. Sisanya menjalani rawat jalan, dan perawat di rumah oleh tenaga bidan dan perawat puskesmas.
Dari 70 warga yang dirawat di berbagai fasilitas kesehatan tersebut 39 orang sudah diperbolehkan pulang, sisanya 31 masih dirawat.
Menurut Rubaeah, mereka yang sudah diperbolehkan pulang tetap harus dipantau proses penyembuhannya apakah masih terjadi mual dan muntah, atau benar-benar sudah pulih.
"Kalau sudah pulih, makannya juga harus diperhatikan, harus dicegah jangan memicu lagi timbulnya gejala, misalnya dengan menghindari makanan tertentu," katanya.
Jenis makanan yang harus dihindari selama penyembuhan adalah gorengan, pedas, dan berlemak tinggi.
"Tutut itu jenis makanan yang berlemak tinggi. Makannya pun tidak tahan lama, dalam waktu empat sampai enam jam harus dihabiskan, tidak bisa diolah lagi," kata Rubaeah.
Dengan status kejadian luar biasa (KLB) ini, biaya perawatan seluruh korban keracunan ditanggung oleh Pemerintah Kota Bogor melalui anggaran tidak terduga.
"Ini jadi peringatan, pembelajaraan dan pembinaan buat kita. Kita saling berkoordinasi dan bergerak cepat membantu warga, mencegah jatuhnya korban jiwa," kata Rubaeah.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
"Kita turunkan tim untuk memantau terus di lapangan," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor, Rubaeah di Bogor, Senin.
Korban sebanyak 108 orang mengalami gejala mual, muntah, diare, deman, dan panas tinggi usai mengkonsumsi hidangan keong yang disebut tutut oleh warga di daerah itu.
Berdasarkan catatan Dinas Kesehatan, dari 108 orang warga itu, sebanyak 70 orang dirawat di sejumlah fasilitas kesehatan, yakni 44 orang di lima puskesmas dan 26 orang di enam rumah sakit. Sisanya menjalani rawat jalan, dan perawat di rumah oleh tenaga bidan dan perawat puskesmas.
Dari 70 warga yang dirawat di berbagai fasilitas kesehatan tersebut 39 orang sudah diperbolehkan pulang, sisanya 31 masih dirawat.
Menurut Rubaeah, mereka yang sudah diperbolehkan pulang tetap harus dipantau proses penyembuhannya apakah masih terjadi mual dan muntah, atau benar-benar sudah pulih.
"Kalau sudah pulih, makannya juga harus diperhatikan, harus dicegah jangan memicu lagi timbulnya gejala, misalnya dengan menghindari makanan tertentu," katanya.
Jenis makanan yang harus dihindari selama penyembuhan adalah gorengan, pedas, dan berlemak tinggi.
"Tutut itu jenis makanan yang berlemak tinggi. Makannya pun tidak tahan lama, dalam waktu empat sampai enam jam harus dihabiskan, tidak bisa diolah lagi," kata Rubaeah.
Dengan status kejadian luar biasa (KLB) ini, biaya perawatan seluruh korban keracunan ditanggung oleh Pemerintah Kota Bogor melalui anggaran tidak terduga.
"Ini jadi peringatan, pembelajaraan dan pembinaan buat kita. Kita saling berkoordinasi dan bergerak cepat membantu warga, mencegah jatuhnya korban jiwa," kata Rubaeah.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018