Bogor (Antaranews Megapolitan) - Pakar Tata ruang IPB Dr Ernan Rustiadi mengatakan Pemerintah Kabupaten Bogor perlu menyusun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kawasan Puncak agar pembangunan dapat dikendalikan dan dampak lingkungan dapat diminimalisir.

"Alih fungsi lahan menjadi salah satu penyebab terus menyusutnya kawasan lindung," kata Ernan yang juga Koordinator Konsorsium Penyelamatan Kawasan Puncak, di Bogor, Rabu.

Ernan mengatakan laju pembangunan di kawasan Puncak dengan daya tariknya sudah sangat sulit dibendung.

Sementara itu Konsorsium Penyelamatan Kawasan Puncak melansir, terdapat sebanyak 55 titik longsor di Desa Tugu Utara, dan Desa Tugu Selatan yang merupakan dua desa di hulu DAS Ciliwung.

"55 titik longsor ini terjadi pada periode Februari sampai Maret 2018 ini," katanya,

Menurutnya erosi pada hulu, sedimentasi pada hilir, kekeringan di hulu, banjir di hilir, dan longsor di berbagai tempat merupakan indikasi daerah aliran sungai yang rusak.

Sementara itu, DAS yang sehat mensyaratkan hutan yang sehat di daerah pegunungan yang berfungsi sebagai kawasan konservasi tanah dan air.

"Banyaknya longsor terjadi di Puncak karena kawasan tersebut sudah mengalami degradasi," katanya.

Selain itu, pembangunan yang terjadi di kawasan Puncak tidak lagi sesuai dengan daya dukung lingkungan. Semakin menurunnya daya dukung lingkungan, semakin rentan dengan cuaca ekstrim.

"Luasan hutan di kawasan Puncak sudah tidak cukup, dan agroforestry dapat menjadi salah satu solusi untuk menghutankan kembali," kata mantan Dekan Fakultas Pertanian IPB ini.

Ernan menyebutkan sejak 2014 LPPM Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) IPB, Forest Wacth Indonesia (FWI), Indonesia Nature Film Society, Kaoem Telapak, dan Komunitas Peduli Ciliwung membentuk konsorsium penyelamatan Puncak, yang berupaya untuk memulihkan ekosistem kawasan Puncak sebagai hulu DAS Ciliwung.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengembalikan kondisi ekologi kawasan Puncak seperti penanganan sampah, rehabilitasi lahan, serta kebijakan masyarakat menjadi kerja bersama konsorsium.

Sejak 2017 hingga 2018, Konsorsium penyelamatan kawasan Puncak melalui P4W IPB mendapat dukungan dari Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) atau Kementerian Bappenas dan USAID untuk mengembangkan program penguatan kolaborasi para pihak dalam mitigasi perubahan iklim di hulu DAS Ciliwung.

Program ini telah berjalan dan berhasil mengembangkan sistem agroforestri kopi sebagai aksi mitigasi perubahan iklim berbasis lahan. Aplikasi pemantauan hutan Puncak, pengembangan agrowisata berbasis kopi, serta produk-produk kampanye penyelamatan Kawasan Puncak.

Pengampanye FWI Anggi Putra Prayoga mengatakan selama tahun 2000 sampai 2006 sepanjang DAS Ciliwung telah kehilangan hutan alam seluas 5,7 ribu hektare.

Saat ini, lanjutnya, di sepanjang DAS Ciliwung hanya menyimpan 3,4 ribu hektare hutan alam, atau hanya 8,9 persen dari total luas DAS Ciliwung.

"Padahal seharusnya wilayah DAS Ciliwung memiliki luas tutupan hutan minimal 30 persen dari total luas DAS," katanya.

Anggi menambahkan, kerusakan ekologi DAS Ciliwung telah menyebabkan erosi atau longsor dan kekeringan di wilayah hulu, sementara wilayah hilir terjadi sedimentasi, dan banjir setiap musim hujan.

Memaknai perjalanan Konsorsium Penyelamatan Puncak melakukan ekposes program bertajuk "Upaya Pemulihan Ekosistem Kawasan Puncak sebagai Hulu DAS Ciliwung" yang berlangsung, Selasa kemarin di Puncak.

Wilayah DAS Ciliwung memiliki luas 38.600 hektare, dari luas tersebut 29.000 hektarenya merupakan bagian dari wilayah administrasi Kabupaten Bogor.

Pewarta: Laily Rahmawaty

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018