Bekasi (Antara Megapolitan) - Tim ahli Universitas Diponogoro Semarang mengungkapkan Ekowisata Hutan Mangrove di Desa Pantaimekar, Kecamatan Muaragembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, masih butuh banyak pengembangan.

"Saat ini dari total 300 hektare lahan mangrove di Dusun 1 Kampung Muarajaya RT 01/RW01 Desa Pantaimekar, Kecamatan Muaragembong, baru 40 persen rampung," kata Direktur Utama Yayasan Ikamat Universitas Diponogoro M Faisal Rachmansya di Cikarang, Kamis.

Ikatan Keluarga Kesemat (Ikamat) Universitas Diponogoro, kata dia, saat ini dipercaya oleh Kelompok Sadar Pariwisata (Pokdarwis) Citra Alam Bahari Desa Pantaimekar sebagai tim konsultan pembangunan Ekowisata Hutan Mangrove Pantaimekar.

Destinasi wisata itu, kata dia, mulai digarap pihaknya sejak Agustus 2017 melalui upaya pembinaan masyarakat setempat hingga pembuatan akses jembatan di atas laut untuk keperluan wisatawan menyusuri hutan mangrove seluas 300 hektare.

"Saat ini jembatan yang sudah terbangun baru 100 meter dari target 500 meter dengan pembiayaan dari Dana Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan (CSR) PT Pertamina EP Asset 3 Tambun Field," katanya.

Ekowisata Hutan Mangrove Pantaimekar berlokasi tepat di hilir anak sungai Citarum yang menjadi simpul pertemuan dengan laut Muaragembong.

Destinasi wisata alam itu menyajikan pemandangan lepas pantai di antara rerimbunan hutan mangrove yang tumbuh secara alami di bantaran hilir anak sungai Citarum berikut fauna seperti lutung jawa, udang, dan beragam jenis burung.

Wisatawan yang berkunjung ke lokasi itu membutuhkan waktu sekitar 10 menit mengendarai perahu nelayan untuk sampai di Ekowisata Hutan Mangrove Pantaimekar.

"Kami menyediakan perahu khusus bagi wisatawna yang mau berkunjung ke Ekowisata Hutan Mangrove dari dermaga Pantaimekar hingga lepas pantai," katanya.

Suasana tradisonal sangat nampak dari ornamen perahu hias yang disiapkan oleh warga setempat sebagai sarana transportasi laut menuju tempat wisata.?

"Saat ini baru satu perahu hias yang kita siapkan. Sebab jalur anak sungai Citarum masih menjadi satu-satunya akses wisatawan menuju kawasan ekowisata selama jalur darat belum dibeton," katanya.

Pihaknya mengaku masih membutuhkan tambahan biaya minimal Rp1,5 miliar untuk menyempurnakan Ekowisata Hutan Mangrove tersebut.

"Ke depannya kami sedang berupaya mendirikan menara pandang setinggi 5 meter dan penambahan 400 meter jembatan lagi agar wisatawan bisa benar-benar menikmati suasana hutan," katanya.

Kendala yang saat ini masih dihadapi penyelenggara kegiatan itu, kata dia, salah satunya keberadaan sampah rumah tangga setempat yang masih dibuang secara sembarang tempat.

"Sampah di hutan mangrove ini memang sengaja dibuang warga di sini untuk kepentingan membuat dataran. Sebab pesisir pantai ini rutin terkena air pasang pada waktu-waktu tertentu, sehingga warga berupaya membuat dataran dengan tumpukan sampahnya. Mereka belum sanggup membeli tanah karena mahal," katanya.

"Hingga saat ini, tercatat sedikitnya 200 wisatawan telah datang berkunjung ke kawasan itu dengan tiket masuk yang tawarkan Rp3.000 per orang yang diperuntukan bagi perawatan hutan dan beasiswa pendidikan bagi anak yang tidak mampu.

Pewarta: Andi Firdaus

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017