Bogor (Antara Megapolitan) - Dua mahasiswa Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) berkesempatan menjadi wakil Indonesia dalam acara The 45th International Forestry Students Symposium bulan lalu di Afrika Selatan.

Pada acara tahunan yang diadakan oleh International Forestry Students Association (IFSA) ini,  Ari Bima Putra dari Departemen Teknologi Hasil Hutan (Dept. THH) dan Fitri Nadhira dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Dept. KSHE) terpilih untuk menjadi delegasi ke negeri pelangi. 

Dua mahasiswa IPB tersebut mewakili International Forestry Students’ Association Local Committee IPB (IFSA LC-IPB). 

Acara yang sebelumnya dilaksanakan di Austria dan Jerman ini diikuti oleh lebih dari 150 mahasiswa kehutanan dari seluruh dunia. Tahun ini acara mengambil tema “Practising forestry in a diverse environment 'Siyaphi': Where to from here?. Tema tersebut diangkat sebagai representasi dari keberagaman kekayaan alam di negara paling selatan di benua afrika itu.

Delegasi IFSA LC-IPB menyajikan sebuah presentasi ilmiah bertemakan tentang pengelolaan edu-ekowisata mangrove berbasis masyarakat. Tema hutan gambut sangatlah menarik untuk ditampilkan karena tidak semua negara di dunia memiliki hutan jenis ini. 

Didukung dengan luas hutan mangrove Indonesia yang besar yaitu 23% dari total hutan mangrove dunia. Luasan hutan mangrove Indonesia yang terus menurun setiap tahunnya membuat tema ini menjadi sangat menarik untuk diangkat. FAO (2007) mencatat bahwa dalam tiga dekade terakhir ini Indonesia telah kehilangan 40% hutan mangrove. 

“Pengelolaan ekowisata mangrove berbasis masyarakat diharapkan menjadi solusi dalam mengelola mangrove di Indonesia mengingat budaya gotong-royong di Indonesia yang sangat baik. 

Sehingga budaya-budaya baik seperti ini diangkat untuk diterapkan dalam membangun ekowisata hutan mangrove yang lestari. Tentunya hal ini sangat menarik untuk dibahas di forum kehutanan internasional ini,“ ujar Bima.

Mereka berharap bahwa pengelolaan hutan mangrove dapat dikelola dengan baik. Disamping manfaatnya dalam mengatasi aliran air laut ke pantai (abrasi) akan tetapi juga dapat menjadi sarana pariwisata dengan memanfaatkan masyarakat sekitar pantai untuk mengelola dan menjaga wilayah tersebut. 

Sehingga dapat memberikan manfaat sosial dan ekonomi dengan memperhatikan ekologi hutan. Simposium internasional ini mengangkat tema mengenai perubahan dimensi dari hutan pada beberapa dekade ini. “

Siyaphi” merupakan bahasa Xhosa yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu “kita akan pergi ke mana?” Walaupun memiliki arti yang luas, tema ini lebih mengutamakan isu-isu kehutanan dunia yang saat ini sedang terjadi seperti mengenai isu air bersih dan juga pertukaran karbon.

Acara yang terdiri dari General Assembly, Student Presentation, Workshop dan Fieldtrip ini mengambil lokasi di beberapa kota di 5 provinsi yaitu di Eastern Cape, western cape, Mpumalanga, KwaZuli-Natal, dan Gauteng. Namun, kegiatan berpusat di Nelson Mandela Metropolitan University, George, Western Cape.

Dua perwakilan IPB ini berkesempatan untuk mengunjungi beberapa tempat yang merupakan ciri khas dan bersejarah di Afrika Selatan. Salah satunya adalah Biko Centre yang merupakan museum yang menyimpan banyak cerita perjuangan orang kulit hitam dalam memperjuangkan rasisme dan ketidakadilan. 

Selain itu, tempat yang cukup menarik yaitu di Kruger National Park yang merupakan salah satu area yang menyuguhkan eksotisme daerah savana. Beberapa tempat lain juga sangat menarik seperti industri-industri kehutanan di Afrika Selatan yang sudah sangat maju.

“Acara ini juga menjadi ajang dalam memperkenalkan budaya Indonesia dan juga memperkenalkan keindahan hutan dari negara masing-masing,” ujarnya.(GG/Zul)

Pewarta: Humas IPB

Editor : Feru Lantara


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017