Cibinong (Antara Megapolitan) - Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Hasanuddin Zainal Abidin menilai upaya pemetaan desa dari program satu peta wilayah Indonesia butuh sokongan dana swasta.
"Untuk merealisasikan peta skala 1:5.000 itu biayanya mahal. Maka kita butuh dukungan pemerintah daerah dan swasta juga," katanya.
Hal tersebut dikatakan Hasanuddin saat menghadiri rangkaian acara Hari Ulang Tahun (HUT) BIG ke-70 di Lapangan Badan Informasi BIG Cibinong dalam mendorong kemandirian Geospasial untuk kedaulatan bangsa dan negara, Jumat.
Menurutnya, keterlibatan semua pihak dalam proyek pembenahan pemetaan wilayah Indonesia ini perlu dilakukan untuk mempercepat target kebijakan satu peta itu terwujud.
Sebab peta dasar 1:5.000 memerlukan dana hingga triliunan rupiah untuk menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
Menurut dia, pemerintah telah menargetkan pada 2019 Indonesia sudah bisa mandiri dalam hal informasi geospasial (IG) seperti halnya beberapa negara maju lain.
Produk IG oleh peneliti dan profesional dalam negeri itu diharapkan dapat menyuguhkan data dengan akurasi yang tinggi sehingga tidak lagi menggunakan produk luar negeri seperti Google Maps.
Sedangkan peta dasar BIG merinci sejumlah titik lokasi berikut sifat dan fungsi lahannya dengan kegunaan yang lebih kompleks seperti pada peta tematik yang mulai banyak digunakan kementrian dan instansi menggunakan teknologi informasi berbasis aplikasi daring masing-masing.
Peta tematik adalah sebuah peta yang disuguhkan sesuai tema atau kepentingan tertentu menggunakan peta dasar rupa bumi yang disederhanakan.
Seperti peta kepadatan penduduk Indonesia, peta potensi hasil pertanian dan sebagainya yang banyak digunakan instansi untuk memperjelas atau memberi petunjuk keadaan suatu wilayah.
Peta dasar maupun peta tematik itu, lanjut Hasan, sangat diperlukan untuk penentuan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) setiap kota dan kabupaten seluruh Indonesia.
Hingga 2017, BIG baru menyelesaikan program satu peta di Pulau Kalimantan, sisanya pada 2018 menggarap Pulau Sumatera, Sulawasi, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Sedangkan pada 2019 Pulau Papua Maluku dan Jawa," katanya.
Dia mengaku sudah menyampaikan manfaat peta ini dan kendalanya untuk dibahas pada level kementerian terkait.
"Sepertinya hanya selesai kalau Presiden yang turun tangan," ujarnya.***1***
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017
"Untuk merealisasikan peta skala 1:5.000 itu biayanya mahal. Maka kita butuh dukungan pemerintah daerah dan swasta juga," katanya.
Hal tersebut dikatakan Hasanuddin saat menghadiri rangkaian acara Hari Ulang Tahun (HUT) BIG ke-70 di Lapangan Badan Informasi BIG Cibinong dalam mendorong kemandirian Geospasial untuk kedaulatan bangsa dan negara, Jumat.
Menurutnya, keterlibatan semua pihak dalam proyek pembenahan pemetaan wilayah Indonesia ini perlu dilakukan untuk mempercepat target kebijakan satu peta itu terwujud.
Sebab peta dasar 1:5.000 memerlukan dana hingga triliunan rupiah untuk menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
Menurut dia, pemerintah telah menargetkan pada 2019 Indonesia sudah bisa mandiri dalam hal informasi geospasial (IG) seperti halnya beberapa negara maju lain.
Produk IG oleh peneliti dan profesional dalam negeri itu diharapkan dapat menyuguhkan data dengan akurasi yang tinggi sehingga tidak lagi menggunakan produk luar negeri seperti Google Maps.
Sedangkan peta dasar BIG merinci sejumlah titik lokasi berikut sifat dan fungsi lahannya dengan kegunaan yang lebih kompleks seperti pada peta tematik yang mulai banyak digunakan kementrian dan instansi menggunakan teknologi informasi berbasis aplikasi daring masing-masing.
Peta tematik adalah sebuah peta yang disuguhkan sesuai tema atau kepentingan tertentu menggunakan peta dasar rupa bumi yang disederhanakan.
Seperti peta kepadatan penduduk Indonesia, peta potensi hasil pertanian dan sebagainya yang banyak digunakan instansi untuk memperjelas atau memberi petunjuk keadaan suatu wilayah.
Peta dasar maupun peta tematik itu, lanjut Hasan, sangat diperlukan untuk penentuan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) setiap kota dan kabupaten seluruh Indonesia.
Hingga 2017, BIG baru menyelesaikan program satu peta di Pulau Kalimantan, sisanya pada 2018 menggarap Pulau Sumatera, Sulawasi, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Sedangkan pada 2019 Pulau Papua Maluku dan Jawa," katanya.
Dia mengaku sudah menyampaikan manfaat peta ini dan kendalanya untuk dibahas pada level kementerian terkait.
"Sepertinya hanya selesai kalau Presiden yang turun tangan," ujarnya.***1***
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017