Dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) yang tergabung dalam Tim Pengabdian Masyarakat (Pengmas) Universitas Indonesia (UI) menyerahkan tiga unit alat pendeteksi gempa bumi, Earthquake Warning Alarm System (EWAS), di Kampung Pasuruan, Desa Umbul Tanjung, Serang, Banten.
“Kegiatan pengmas ini merupakan bentuk kontribusi kami bagi warga Desa Umbul Tanjung. Berdasarkan data dari Geographic Information System (GIS) Dukcapil tahun 2023, jumlah penduduk Desa Umbul Tanjung mencapai 5.052 jiwa, mayoritasnya adalah nelayan, mengingat posisi desa yang berada di Selat Sunda,” ujar Ketua Tim Pengmas FMIPA UI Dr. Eng. Supriyanto di Depok, Jumat.
Tiga unit alat pendeteksi gempa bumi tersebut dipasang di tiga titik, yaitu di Masjid Al-Magfiroh, Madrasah Ibtidaiyah Al-Khairiyah, dan di Kantor Desa Umbul Tanjung dengan jarak antartitik sekitar 300 meter.
Baca juga: UI beri strategi efektif bangunan sederhana agar tahan gempa
Menurut Supriyanto, Selat Sunda yang terletak di antara Pulau Jawa dan Sumatera dikenal sebagai wilayah dengan potensi gempa bumi yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh pertemuan dua lempeng tektonik utama, yaitu Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia yang aktif bergerak dan bertumbukan.
“Potensi gempa di Selat Sunda perlu mendapat perhatian serius karena wilayah ini dekat dengan banyak pemukiman padat penduduk dan destinasi wisata pantai,” katanya.
Ia juga mengingatkan peristiwa tsunami dahsyat pada 22 Desember 2018 yang diakibatkan oleh letusan Anak Krakatau, yang menghantam pesisir Banten. Tsunami tersebut menyebabkan 426 orang tewas, 7.202 orang terluka, dan 23 orang hilang.
Sebelumnya, EWAS juga telah dipasang di berbagai daerah di Indonesia, seperti Banyuwangi, Sukabumi, Ambon, dan Lombok. Sistem ini dirancang untuk memberikan peringatan dini terhadap gempa bumi.
Baca juga: UI bersama Adel CKD serahkan 1 unit Sekolah Cepat Tanggap
Untuk itu, dengan keberadaan EWAS diharapkan dapat membantu masyarakat Desa Umbul Tanjung dan pemerintah setempat dalam meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi gempa dan tsunami.
Sistem ini bekerja dengan mengirimkan sinyal peringatan secara otomatis dan cepat ketika terjadi guncangan gempa. Sinyal berupa bunyi sirine keras ini akan terdengar dalam waktu kurang dari lima detik setelah gempa terjadi.
“Dengan adanya EWAS, masyarakat tidak perlu menunggu pesan SMS atau WhatsApp yang baru diterima 5 hingga 10 menit setelah gempa. Begitu alarm berbunyi, masyarakat harus segera keluar bangunan dan menuju tempat yang lebih aman,” ujar Dr. Eng. Supriyanto.
Baca juga: Sekolah Indonesia cepat tanggap rehabilitasi dan rekonstruksi sekolah di Cianjur
Sementara itu, Sekretaris Desa Umbul Tanjung Oman HM menyampaikan apresiasi atas bantuan yang diberikan oleh tim Pengmas FMIPA UI. Ia berharap dengan adanya EWAS kewaspadaan masyarakat terhadap ancaman gempa bumi dapat meningkat.
"Dengan demikian, diharapkan jumlah korban jiwa akibat runtuhan bangunan dapat diminimalkan," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024
“Kegiatan pengmas ini merupakan bentuk kontribusi kami bagi warga Desa Umbul Tanjung. Berdasarkan data dari Geographic Information System (GIS) Dukcapil tahun 2023, jumlah penduduk Desa Umbul Tanjung mencapai 5.052 jiwa, mayoritasnya adalah nelayan, mengingat posisi desa yang berada di Selat Sunda,” ujar Ketua Tim Pengmas FMIPA UI Dr. Eng. Supriyanto di Depok, Jumat.
Tiga unit alat pendeteksi gempa bumi tersebut dipasang di tiga titik, yaitu di Masjid Al-Magfiroh, Madrasah Ibtidaiyah Al-Khairiyah, dan di Kantor Desa Umbul Tanjung dengan jarak antartitik sekitar 300 meter.
Baca juga: UI beri strategi efektif bangunan sederhana agar tahan gempa
Menurut Supriyanto, Selat Sunda yang terletak di antara Pulau Jawa dan Sumatera dikenal sebagai wilayah dengan potensi gempa bumi yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh pertemuan dua lempeng tektonik utama, yaitu Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia yang aktif bergerak dan bertumbukan.
“Potensi gempa di Selat Sunda perlu mendapat perhatian serius karena wilayah ini dekat dengan banyak pemukiman padat penduduk dan destinasi wisata pantai,” katanya.
Ia juga mengingatkan peristiwa tsunami dahsyat pada 22 Desember 2018 yang diakibatkan oleh letusan Anak Krakatau, yang menghantam pesisir Banten. Tsunami tersebut menyebabkan 426 orang tewas, 7.202 orang terluka, dan 23 orang hilang.
Sebelumnya, EWAS juga telah dipasang di berbagai daerah di Indonesia, seperti Banyuwangi, Sukabumi, Ambon, dan Lombok. Sistem ini dirancang untuk memberikan peringatan dini terhadap gempa bumi.
Baca juga: UI bersama Adel CKD serahkan 1 unit Sekolah Cepat Tanggap
Untuk itu, dengan keberadaan EWAS diharapkan dapat membantu masyarakat Desa Umbul Tanjung dan pemerintah setempat dalam meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi gempa dan tsunami.
Sistem ini bekerja dengan mengirimkan sinyal peringatan secara otomatis dan cepat ketika terjadi guncangan gempa. Sinyal berupa bunyi sirine keras ini akan terdengar dalam waktu kurang dari lima detik setelah gempa terjadi.
“Dengan adanya EWAS, masyarakat tidak perlu menunggu pesan SMS atau WhatsApp yang baru diterima 5 hingga 10 menit setelah gempa. Begitu alarm berbunyi, masyarakat harus segera keluar bangunan dan menuju tempat yang lebih aman,” ujar Dr. Eng. Supriyanto.
Baca juga: Sekolah Indonesia cepat tanggap rehabilitasi dan rekonstruksi sekolah di Cianjur
Sementara itu, Sekretaris Desa Umbul Tanjung Oman HM menyampaikan apresiasi atas bantuan yang diberikan oleh tim Pengmas FMIPA UI. Ia berharap dengan adanya EWAS kewaspadaan masyarakat terhadap ancaman gempa bumi dapat meningkat.
"Dengan demikian, diharapkan jumlah korban jiwa akibat runtuhan bangunan dapat diminimalkan," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024