Bogor (Antara Megapolitan) - Pakar peternakan mengingatkan pemerintah mengenai pentingnya meningkatkan konsumsi protein hewani bagi masyarakat untuk menghasilkan sumber daya manusia yang tangguh.
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Prof Srihadi Agung Priyono mengatakan, negara-negara maju di dunia mengalami perubahan paradigma dalam memandang makanan protein hewani yang diyakini dapat menghasilkan sumber daya manusia yang tangguh dibandingkan protein nabati.
"Ini paradigma yang berubah di negara maju, mereka mengurangi makanan sereal, menggantikannya menjadi makanan hewani. Tapi di Indonesia, masih berfikir pangan nabati," katanya dalam jumpa pers terkait Hari Peternakan dan Kesehatan Hewan Indonesia, di Kampus IPB Baranangsiang, Kamis petang.
Menurut dia, perubahan paradigma dari protein asal nabati menjadi hewani, satu hal yang sangat mendesak.
Indonesia sebuah potensi yang luar biasa, bangsa besar bukan hanya sumberdaya melimpah tapi juga sumberdaya manusia yang cukup dipertimbangkan oleh negara lain.
Apalagi pemerintah menargetkan menjadi bangsa besar di tahun 2020 di urutan keenam dari 10 negara.
"Negara kita ini ke depan, harus berfikir tentang ketersediaan daging. Pemerintah saat ini sedang berusaha meningkatkan ketersediaan daging sapi agar masyarakat terbiasa makan daging," katanya.
Menurutnya, recana pemerintah untuk meningkatkan populasi hewan ternak sudah sangat tepat. Mengingat dari 250 juta penduduk dengan ketersediaan daging sapi dan kambing yang dipotong hanya mencapai 50 juta ekor.
Berbeda dengan Mongolia dengan penduduk sekitar 5 juta, jumlah ternak yang dipotong totalnya 50 juta. Demikian pula dengan Vietnam yang lebih tinggi dari Indonesia.
"Vietnam dulu juga orientasinya konsumsi beras, tetapi sekarang posisinya sudah menyalip Indonesia, karena koloninya Prancis membiasakan masyarakat disana makan daging," kata Srihadi.
Di Hari Peternakan dan Kesehatan Hewan Indonesia, Srihadi mengingatkan peran ahli-ahli peternakan dan kedokteran hewan sangat penting.
Ada dua hal yang berpengaruh, pertama, peran peternakan dan kedokteran hewan belum dasyat perannya dalam sistem pemerintahan.
"Ada upaya pengecilan fungsi peternakan seperti tidak adanya dinas peternakan di sejumlah daerah, termasuk di lembaga kementerian," katanya.
Catatan kedua, perlu penguatan dari IPB (khususnya fakultas peternakan dan kedokteran hewan) untuk membekali lulusan yang mumpuni yang mampu menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar dengan sumberdaya alam yang cukup.
Sementara itu, Dekan Fakultas Peternakan IPB, Dr Moh Yamin mengingatkan protein hewani sangat dibutuhkan oleh setiap orang. Dari hasil kajian akademisi, antara protein hewani dan nabati dibutuhkan secara seimbang.
"Karena ada protein secara esensial tidak ada di nabati tapi ada di daging (hewani) produk peternakan sumber protein yang mudah dicerna, contohnya telur dan susu," katanya.
Menurut Yamin, masih menjadi tugas berat karena ada pandangan di masyarakat bahwa mengkonsumsi daging menyebabkan kolesterol tinggi. Sehingga banyak yang menghindari konsumsi daging.
"Perlu pendidikan yang lebih luas lagi kepada masyarakat," kata Yamin.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Prof Srihadi Agung Priyono mengatakan, negara-negara maju di dunia mengalami perubahan paradigma dalam memandang makanan protein hewani yang diyakini dapat menghasilkan sumber daya manusia yang tangguh dibandingkan protein nabati.
"Ini paradigma yang berubah di negara maju, mereka mengurangi makanan sereal, menggantikannya menjadi makanan hewani. Tapi di Indonesia, masih berfikir pangan nabati," katanya dalam jumpa pers terkait Hari Peternakan dan Kesehatan Hewan Indonesia, di Kampus IPB Baranangsiang, Kamis petang.
Menurut dia, perubahan paradigma dari protein asal nabati menjadi hewani, satu hal yang sangat mendesak.
Indonesia sebuah potensi yang luar biasa, bangsa besar bukan hanya sumberdaya melimpah tapi juga sumberdaya manusia yang cukup dipertimbangkan oleh negara lain.
Apalagi pemerintah menargetkan menjadi bangsa besar di tahun 2020 di urutan keenam dari 10 negara.
"Negara kita ini ke depan, harus berfikir tentang ketersediaan daging. Pemerintah saat ini sedang berusaha meningkatkan ketersediaan daging sapi agar masyarakat terbiasa makan daging," katanya.
Menurutnya, recana pemerintah untuk meningkatkan populasi hewan ternak sudah sangat tepat. Mengingat dari 250 juta penduduk dengan ketersediaan daging sapi dan kambing yang dipotong hanya mencapai 50 juta ekor.
Berbeda dengan Mongolia dengan penduduk sekitar 5 juta, jumlah ternak yang dipotong totalnya 50 juta. Demikian pula dengan Vietnam yang lebih tinggi dari Indonesia.
"Vietnam dulu juga orientasinya konsumsi beras, tetapi sekarang posisinya sudah menyalip Indonesia, karena koloninya Prancis membiasakan masyarakat disana makan daging," kata Srihadi.
Di Hari Peternakan dan Kesehatan Hewan Indonesia, Srihadi mengingatkan peran ahli-ahli peternakan dan kedokteran hewan sangat penting.
Ada dua hal yang berpengaruh, pertama, peran peternakan dan kedokteran hewan belum dasyat perannya dalam sistem pemerintahan.
"Ada upaya pengecilan fungsi peternakan seperti tidak adanya dinas peternakan di sejumlah daerah, termasuk di lembaga kementerian," katanya.
Catatan kedua, perlu penguatan dari IPB (khususnya fakultas peternakan dan kedokteran hewan) untuk membekali lulusan yang mumpuni yang mampu menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar dengan sumberdaya alam yang cukup.
Sementara itu, Dekan Fakultas Peternakan IPB, Dr Moh Yamin mengingatkan protein hewani sangat dibutuhkan oleh setiap orang. Dari hasil kajian akademisi, antara protein hewani dan nabati dibutuhkan secara seimbang.
"Karena ada protein secara esensial tidak ada di nabati tapi ada di daging (hewani) produk peternakan sumber protein yang mudah dicerna, contohnya telur dan susu," katanya.
Menurut Yamin, masih menjadi tugas berat karena ada pandangan di masyarakat bahwa mengkonsumsi daging menyebabkan kolesterol tinggi. Sehingga banyak yang menghindari konsumsi daging.
"Perlu pendidikan yang lebih luas lagi kepada masyarakat," kata Yamin.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017