Kedutaan Besar Hungaria dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk "Analisis Malware sebagai Fondasi Pertahanan Siber Pemerintah" bersama sejumlah pakar dan institusi strategis.
Sebagai salah satu rangkaian acara Forum Bisnis HunIndotech 5.0, FGD ini berfokus pada tantangan utama keamanan siber Indonesia dalam menghadapi serangan malware geopolitik yang menargetkan infrastruktur digital nasional.
Diskusi ini melibatkan sejumlah narasumber berpengalaman, termasuk Viktor Boscok dan Laszlo Dora, Phd dari Ukatemi Technologies, pakar dalam investigasi malware; Laksdya TNI (Purn.) Dr. Desi Albert Mamahit dari Himpunan Pengusaha Keamanan Siber Indonesia (Hipkasi), dan para pimpinan dari unsur kemananan siber di lingkungan TNI.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Keamanan Siber Indonesia (Hipkasi), Laksamana Madya TNI (Purn.) Dr. Desi Albert Mamahit, dalam keterangannya, Kamis menegaskan bahwa serangan terhadap Pusat Data Nasional telah mengungkap kelemahan serius dalam sistem pertahanan siber Indonesia, yang dapat mengancam stabilitas nasional.
Menurut Mamahit, peningkatan kesadaran terhadap bahaya siber, mulai dari tingkat individu hingga nasional, adalah langkah pertama yang krusial.
"Pertama, kita perlu meningkatkan kesadaran pribadi dan keluarga tentang pentingnya keamanan dalam penggunaan gadget dan internet, mulai dari smartphone hingga komputer. Di lingkungan kerja, seluruh staf hingga pimpinan juga harus memiliki pemahaman ini," ujar Mamahit.
Ia juga menekankan pentingnya pendekatan kolaboratif dalam memperkuat pertahanan siber nasional. Teknologi antivirus tradisional perlu dilengkapi dengan alat analisis malware canggih untuk mencapai deteksi ancaman yang optimal.
Integrasi antara berbagai perangkat lunak keamanan dan kolaborasi lintas sektor diharapkan dapat meningkatkan kapabilitas Indonesia dalam menghadapi serangan yang terus berkembang dari waktu ke waktu.
“Pemerintah harus berkolaborasi dengan sektor swasta, termasuk penyedia teknologi, perangkat lunak, dan perangkat keras, untuk memastikan keamanan yang efektif,” tambah Mamahit.
Mamahit menambahkan bahwa FGD ini bukan hanya untuk membentuk kerja sama, tetapi juga kesempatan belajar dari ahli keamanan siber Hungaria serta mendorong kolaborasi nyata dengan melibatkan akademisi.
"Mereka membuka kesempatan untuk pelatihan dan edukasi, dan kami akan membantu menjalin hubungan dengan universitas dan perguruan tinggi di Indonesia untuk dapat berbagi pengetahuan tersebut," ujar Mamahit.
Senada, Wakil Ketua Komite Bilateral Hongaria dan Kroasia Kadin Indonesia, Reza Maulana, menyampaikan bahwa saat ini kita hidup dalam dunia yang saling terkoneksi. Oleh karena itu, banyak sekali elemen siber yang harus diperhatikan, baik di level personal, organisasi atau bisnis, maupun di Tingkat negara.
Menurut Reza, kerja sama antara Hungaria dan Indonesia, melalui transfer pengetahuan, dapat memperkuat ekosistem keamanan siber Indonesia.
"Kadin, khususnya Komite Bilateral Indonesia-Hungaria dan Kroasia, melihat adanya potensi transfer pengetahuan untuk membangun sistem keamanan yang mandiri, dengan mengandalkan keahlian dari pihak Hungaria, terutama dalam bidang analisis malware,” ujar Reza.
Diskusi FGD bertajuk "Analisis Malware sebagai Fondasi Pertahanan Siber Pemerintah" ini dimulai dengan pembahasan mengenai tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mendeteksi dan menganalisis malware. Kompleksitas dan variasi jenis malware yang semakin beragam membuat proses pelacakan menjadi sulit, terutama saat serangan yang dilakukan menggunakan teknik-teknik canggih yang dirancang untuk menghindari deteksi.
Para peserta diskusi menyoroti perlunya pendekatan yang lebih efektif dalam menghadapi ancaman-ancaman ini, mengingat dampaknya yang signifikan terhadap infrastruktur kritis nasional.
Selain itu, FGD ini juga mengangkat pentingnya pendekatan kolaboratif dalam memperkuat pertahanan siber nasional. Diskusi menggarisbawahi bahwa teknologi antivirus tradisional perlu dilengkapi dengan alat analisis malware canggih untuk mencapai deteksi ancaman yang optimal.
Integrasi antara berbagai perangkat lunak keamanan dan kolaborasi lintas sektor diharapkan dapat meningkatkan kapabilitas Indonesia dalam menghadapi serangan yang terus berkembang dari waktu ke waktu.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024
Sebagai salah satu rangkaian acara Forum Bisnis HunIndotech 5.0, FGD ini berfokus pada tantangan utama keamanan siber Indonesia dalam menghadapi serangan malware geopolitik yang menargetkan infrastruktur digital nasional.
Diskusi ini melibatkan sejumlah narasumber berpengalaman, termasuk Viktor Boscok dan Laszlo Dora, Phd dari Ukatemi Technologies, pakar dalam investigasi malware; Laksdya TNI (Purn.) Dr. Desi Albert Mamahit dari Himpunan Pengusaha Keamanan Siber Indonesia (Hipkasi), dan para pimpinan dari unsur kemananan siber di lingkungan TNI.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Keamanan Siber Indonesia (Hipkasi), Laksamana Madya TNI (Purn.) Dr. Desi Albert Mamahit, dalam keterangannya, Kamis menegaskan bahwa serangan terhadap Pusat Data Nasional telah mengungkap kelemahan serius dalam sistem pertahanan siber Indonesia, yang dapat mengancam stabilitas nasional.
Menurut Mamahit, peningkatan kesadaran terhadap bahaya siber, mulai dari tingkat individu hingga nasional, adalah langkah pertama yang krusial.
"Pertama, kita perlu meningkatkan kesadaran pribadi dan keluarga tentang pentingnya keamanan dalam penggunaan gadget dan internet, mulai dari smartphone hingga komputer. Di lingkungan kerja, seluruh staf hingga pimpinan juga harus memiliki pemahaman ini," ujar Mamahit.
Ia juga menekankan pentingnya pendekatan kolaboratif dalam memperkuat pertahanan siber nasional. Teknologi antivirus tradisional perlu dilengkapi dengan alat analisis malware canggih untuk mencapai deteksi ancaman yang optimal.
Integrasi antara berbagai perangkat lunak keamanan dan kolaborasi lintas sektor diharapkan dapat meningkatkan kapabilitas Indonesia dalam menghadapi serangan yang terus berkembang dari waktu ke waktu.
“Pemerintah harus berkolaborasi dengan sektor swasta, termasuk penyedia teknologi, perangkat lunak, dan perangkat keras, untuk memastikan keamanan yang efektif,” tambah Mamahit.
Mamahit menambahkan bahwa FGD ini bukan hanya untuk membentuk kerja sama, tetapi juga kesempatan belajar dari ahli keamanan siber Hungaria serta mendorong kolaborasi nyata dengan melibatkan akademisi.
"Mereka membuka kesempatan untuk pelatihan dan edukasi, dan kami akan membantu menjalin hubungan dengan universitas dan perguruan tinggi di Indonesia untuk dapat berbagi pengetahuan tersebut," ujar Mamahit.
Senada, Wakil Ketua Komite Bilateral Hongaria dan Kroasia Kadin Indonesia, Reza Maulana, menyampaikan bahwa saat ini kita hidup dalam dunia yang saling terkoneksi. Oleh karena itu, banyak sekali elemen siber yang harus diperhatikan, baik di level personal, organisasi atau bisnis, maupun di Tingkat negara.
Menurut Reza, kerja sama antara Hungaria dan Indonesia, melalui transfer pengetahuan, dapat memperkuat ekosistem keamanan siber Indonesia.
"Kadin, khususnya Komite Bilateral Indonesia-Hungaria dan Kroasia, melihat adanya potensi transfer pengetahuan untuk membangun sistem keamanan yang mandiri, dengan mengandalkan keahlian dari pihak Hungaria, terutama dalam bidang analisis malware,” ujar Reza.
Diskusi FGD bertajuk "Analisis Malware sebagai Fondasi Pertahanan Siber Pemerintah" ini dimulai dengan pembahasan mengenai tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mendeteksi dan menganalisis malware. Kompleksitas dan variasi jenis malware yang semakin beragam membuat proses pelacakan menjadi sulit, terutama saat serangan yang dilakukan menggunakan teknik-teknik canggih yang dirancang untuk menghindari deteksi.
Para peserta diskusi menyoroti perlunya pendekatan yang lebih efektif dalam menghadapi ancaman-ancaman ini, mengingat dampaknya yang signifikan terhadap infrastruktur kritis nasional.
Selain itu, FGD ini juga mengangkat pentingnya pendekatan kolaboratif dalam memperkuat pertahanan siber nasional. Diskusi menggarisbawahi bahwa teknologi antivirus tradisional perlu dilengkapi dengan alat analisis malware canggih untuk mencapai deteksi ancaman yang optimal.
Integrasi antara berbagai perangkat lunak keamanan dan kolaborasi lintas sektor diharapkan dapat meningkatkan kapabilitas Indonesia dalam menghadapi serangan yang terus berkembang dari waktu ke waktu.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024