Guru Besar bidang Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI) Prof Dr Andi Arus Victor Sp.M(K) mempresentasikan penelitian sebagai upaya preventif risiko ablasio retina, sebuah kondisi medis yang menyebabkan kebutaan mendadak dan permanen apabila tidak segera ditangani.
Prof Andi dalam keterangannya, Minggu, menekankan pentingnya pencegahan sebagai langkah awal untuk menekan angka kejadian ablasio retina, yang di dunia mencapai 6,3-18,2 kasus per 100.000 penduduk per tahun.
Menurut data dari Poliklinik Vitreoretina RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo, setiap tahun tercatat sekitar 1.500 kasus ablasio retina regmatogen di Indonesia, dengan mayoritas pasien berusia produktif dan memiliki risiko kebutaan permanen.
Baca juga: FKUI ciptakan inovasi mikrokapiler digital deteksi dini penyebab stroke
Baca juga: Guru Besar FKUI Budi Wiweko raih gelar kehormatan RANZCOG
"Ablasio retina adalah salah satu kondisi medis paling berbahaya bagi penglihatan. Ketika retina terlepas dari lapisan di bawahnya, pasien bisa mengalami kebutaan mendadak," ujar Prof. Andi.
Faktor risiko ablasio retina termasuk miopia, trauma pada mata, serta riwayat operasi katarak. Meskipun prosedur operasi seperti vitrektomi, pneumatic retinopexy, dan scleral buckle bisa mengatasi kondisi ini, Prof Andi menekankan bahwa teknologi operatif yang diperlukan sangat mahal dan tidak merata distribusinya di Indonesia.
Keterbatasan alat fotokoagulasi laser, misalnya, hanya tersedia di 25 provinsi. Namun, ada solusi yang lebih efisien dan preventif.
Baca juga: Guru Besar FKUI kembangkan Deskab guna memudahkan deteksi penyakit skabies
“Upaya laser pada area degenerasi lattice di retina perifer terbukti mampu menurunkan risiko ablasio retina hingga 80 persen. Ini adalah pilihan yang lebih ekonomis dan lebih mudah dilatih bagi tenaga medis dibandingkan dengan tatalaksana operatif,” tuturnya menjelaskan.
Ia menegaskan bahwa peran pemerintah dan tenaga medis sangat penting dalam memperkuat edukasi mengenai gejala awal, serta meningkatkan akses terhadap pemeriksaan mata rutin.
“Investasi dalam kesehatan mata, terutama dalam penyediaan fasilitas laser preventif dan pelatihan tenaga medis, harus ditingkatkan. Dengan upaya terpadu, kita bisa mengurangi kasus ablasio retina dan meningkatkan kualitas penglihatan masyarakat Indonesia,” ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024
Prof Andi dalam keterangannya, Minggu, menekankan pentingnya pencegahan sebagai langkah awal untuk menekan angka kejadian ablasio retina, yang di dunia mencapai 6,3-18,2 kasus per 100.000 penduduk per tahun.
Menurut data dari Poliklinik Vitreoretina RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo, setiap tahun tercatat sekitar 1.500 kasus ablasio retina regmatogen di Indonesia, dengan mayoritas pasien berusia produktif dan memiliki risiko kebutaan permanen.
Baca juga: FKUI ciptakan inovasi mikrokapiler digital deteksi dini penyebab stroke
Baca juga: Guru Besar FKUI Budi Wiweko raih gelar kehormatan RANZCOG
"Ablasio retina adalah salah satu kondisi medis paling berbahaya bagi penglihatan. Ketika retina terlepas dari lapisan di bawahnya, pasien bisa mengalami kebutaan mendadak," ujar Prof. Andi.
Faktor risiko ablasio retina termasuk miopia, trauma pada mata, serta riwayat operasi katarak. Meskipun prosedur operasi seperti vitrektomi, pneumatic retinopexy, dan scleral buckle bisa mengatasi kondisi ini, Prof Andi menekankan bahwa teknologi operatif yang diperlukan sangat mahal dan tidak merata distribusinya di Indonesia.
Keterbatasan alat fotokoagulasi laser, misalnya, hanya tersedia di 25 provinsi. Namun, ada solusi yang lebih efisien dan preventif.
Baca juga: Guru Besar FKUI kembangkan Deskab guna memudahkan deteksi penyakit skabies
“Upaya laser pada area degenerasi lattice di retina perifer terbukti mampu menurunkan risiko ablasio retina hingga 80 persen. Ini adalah pilihan yang lebih ekonomis dan lebih mudah dilatih bagi tenaga medis dibandingkan dengan tatalaksana operatif,” tuturnya menjelaskan.
Ia menegaskan bahwa peran pemerintah dan tenaga medis sangat penting dalam memperkuat edukasi mengenai gejala awal, serta meningkatkan akses terhadap pemeriksaan mata rutin.
“Investasi dalam kesehatan mata, terutama dalam penyediaan fasilitas laser preventif dan pelatihan tenaga medis, harus ditingkatkan. Dengan upaya terpadu, kita bisa mengurangi kasus ablasio retina dan meningkatkan kualitas penglihatan masyarakat Indonesia,” ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024