Bogor (Antara Megapolitan) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengingatkan bahaya penggunaan pupuk kimia anorganik sintetik secara terus dalam waktu lama akan menyebabkan kerusakan pada tanah.

"Yang mengkhawatirkan saat ini petani Indonesia hanya berkiblat pada pupuk kimia anorganik sintetik. Ini sesuatu yang sangat membahayakan dalam jangka panjang," kata Peneliti Pusat Biologi LIPI, Sarjiya Antonius, di sela-sela konferensi internasional ASIAN "Plant Growth-Promoting Rhizobacteria (PGPR) di Kota Bogor, Jawa Barat, Senin.

Menurut Anton, jika penggunaan pupuk kimia dibiarkan, dalam kurun waktu 25 tahun yang akan datang dapat dibayangkan akan terjadi kerusakan pada tanah dan lahan pertanian.

Penggunaan pupuk kimia anorganik sintetik di kalangan petani Indonesia menjadi salah satu studi kasus yang dibahas dalam konferensi internasional Asian PGPR.

Konferensi tersebut dihadiri para peneliti, pakar dan juga kalangan industri dari 16 negara.

Anton menyebutkan LIPI memiliki program salah satunya dari Laboratorium Biologi yakni mencoba mengedukasi masyarakat (petani) untuk dapat menerapkan teknologi PGPR dari laboratorium ke pertani di lapangan dan dari industri ke pemerintah daerah.

"Sebagai contoh LIPI mengembangkan pupuk organik hayati (POH) tanpa lisensi ekslusif sehingga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat dan industri sebagai pengguna dan tidak dimonopoli sehingga bisa terus dikembangkan," katanya.

Salah satu perusahaan telah merasakan manfaat dari PGPR yakni perusahan perkebunan nanas Great Giant Pineapple. Sebelum menerapkan PGPR, produksi nanas di perusahaan tersebut terus turun dari tahun ke tahun. Produksi yang tadinya 100 ton menyusut sampai titik terendah.

"Setelah menerapkan PGPR ini ada perubahan, produksi terus naik kini menjadi 80 ton, harapannya dalam dua tiga tahun kembali normal ke 100 ton," kata Anton.

PGPR dikenal sebagai Rizobakteri pemacu pertumbuhan tanaman. Merupakan bakteri yang berkoloni dengan perakaran dan mendukung kekebalan, pertumbuhan dan perkembangan tanaman berkat kemampuannya dalam menghasilkan zat pengatur tumbuh (ZPT).

"Jadi di dalam tanah itu ada kehidupan bakteri mikroorganisme yang akan bekerja sama dengan akar yang akan menghasilkan tanah yang sehat. Mikrona adalah salah satu makluk hidup yang akan membantu akar supaya tanaman bisa bertahan," kata Anton.

Ketua dan juga pendiri Asian PGPR Prof MS Reddy mengatakan konferensi internasional ASIAN PGPR kelima itu menjadi sangat menarik karena diselenggarakan di Indonesia.

Lokasi konferensi sangat bagus dan strategis berada di pusat kota yang dekat dengan pusat perbelanjaan dan juga ada Kebun Raya.

Banyak peneliti, pakar dan industri yang akan bertukar pikiran serta pengalaman dalam penerapan PGPR sehingga saling menambah wawasan keilmuan dalam mengembangkan rizobakteri di sektor pertanian.

"Selama tiga hari para delegasi akan berkonferensi menyampaikan paparannya dan para peneliti Asian sangat ingin mendengarkan hasil riset dari Indonesia tentang penelitiannyang mendukung pertanian yang berkelanjutan," katanya.

Terkait kebijakan pupuk organik, lanjutnya, sejumlah negara memiliki kebijakan masing-masing dalam mendorong penggunaan pupuk yang ramah lingkungan.

Beberapa kebijakan tersebut adalah pengurangan pajak bagi industri yang menjual pupuk organik dan subsidi bagi petani ataupun masyarakat yang membeli pupuk maupun produk pertanian organik.

"Dari konferensi inilah, kita harapkan peneliti dan pakar dapat bertukar pengalaman dan pemikiran yang dihasilkan melalui forum ini bisa diadopsi," kata Reddy.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017