Surfaktan itu senyawa kimia yang memiliki aktivitas permukaan yang tinggi, sehingga sering juga disebut sebagai bahan aktif permukaan. Bahan aktif permukaan ini mampu memodifikasi karakteristik permukaan suatu cairan atau padatan. 

Zat yang bersifat aktif ini dapat menurunkan tegangan antarmuka antara dua bahan, baik berupa cairan-cairan, cairan-padatan maupun cairan-gas. Sifat aktif permukaan yang dimiliki surfaktan memungkinkan dua atau lebih senyawa yang saling tidak bercampur pada kondisi normal menjadi bertendensi untuk saling bercampur secara homogen. 

Guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Dr Ir Erliza Hambali menjelaskan, surfaktan memiliki manfaat yang sangat luas meskipun dibutuhkan hanya dalam jumlah yang sedikit.  

"Surfaktan dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit, tapi dapat mengubah suatu benda menjadi lebih baik atau manfaatnya lebih baik," kata dia. 

Contohnya, pada pembasmi wereng cokelat. Bahan aktif untuk pembasmi wereng coklat itu larut di minyak, sementara yang disemprotkan oleh petani adalah air. 

"Agar bahan aktif dapat terdispersi merata dan homogen, kita bisa memanfaatkan surfaktan," katanya.

Surfaktan sebenarnya telah banyak diaplikasikan secara luas di berbagai industri seperti industri kosmetika, sabun, detergent, personal care product, kertas, cat, farmasi, karet, logam, perminyakan dan sebagainya. 

Dalam industri tersebut surfaktan digunakan sebagai komponen bahan adhesif, pembasah, pembusa atau bahan pengemulsi. Pemakaian terbesar surfaktan saat ini adalah untuk aplikasi pencucian dan pembersihan. 

Pengajar dan peneliti di bidang Teknologi Proses Agroindustri di Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian (TIN- Fateta) IPB ini menjelaskan manfaat dan contoh penggunaan surfaktan. 

Surfkatan bisa bersifat membersihkan, bisa mendispersikan dan meningkatkan kebasahan bahan. Surfaktan itu beda-beda. Ada anionik, kationik, nonionik dan amfoterik. Contoh pemanfaatannya seperti pada sabun dan shampo. Aplikasi lainnya di pasta gigi, agar bisa berbusa itu juga perlu surfaktan.  

"Misalnya ada kebakaran ingin memadamkan dengan busa yang seperti salju, itu menggunakan surfaktan. Jadi surfaktan itu diperlukan dalam kehidupan kita dari bangun tidur sampai tidur lagi," kata dia.

Bahan baku yang umum digunakan dalam proses pembuatan adalah minyak bumi, minyak nabati, karbohidrat dan hasil aktivitas mikroorganisme. Minyak bumi bersifat tidak terbarukan apalagi mengingat cadangan minyak bumi Indonesia yang semakin menipis. 

Oleh karena itu, bahan pertanian sangat prospektif dimanfaatkan sebagai bahan baku surfaktan, mengingat Indonesia merupakan negara agraris. Bahan baku surfaktan berbasis minyak nabati yang dimiliki Indonesia cukup besar berupa minyak sawit, minyak kelapa, minyak jarak pagar dan lain-lain. 

Minyak kelapa sawit merupakan bahan baku alami potensial, mengingat Indonesia merupakan produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia sejak tahun 2006. Keunggulan surfaktan yang berasal dari bahan baku alami (surfaktan oleokimia) adalah dapat terdegradasi, biaya produksi lebih rendah, kebutuhan energi lebih rendah, bebas dari hidrokarbon aromatik dan bebas kontaminan.

"Kenapa dari sawit, karena kita penghasil sawit terbesar di dunia. Indonesia itu penghasil sawit kurang lebih hampir 35 juta ton. Kita konsumsi itu minyak goreng, sourthening, biodiesel dan lain-lain hanya 5,5  juta ton, sisa 30 juta ton mau kita apakan? dijadikan surfaktan agar nilai tambahnya meningkat," tutur Profesor Erliza.  

Industri Indonesia itu mayoritas masih menggunakan surfaktan yang berasal dari bahan baku minyak bumi tak terbarukan. Untuk itu perlu substitusi bahan baku surfaktan yang lebih ramah lingkungan, mengingat pemanfaatan surfaktan yang sangat luas dan potensi bahan baku Indonesia yang cukup besar. 

Untuk menghasilkan surfaktan itu harus industri menengah ke atas, karena teknologinya teknologi tinggi. Tapi kalau memformulasikan itu bisa industri kecil. 

"Indonesia belum memiliki industri seperti ini. Kita masih impor dari Jerman dan Cina. Industri di Indonesia itu mayoritas menggunakan surfaktan dari petrolium yaitu dari bahan minyak bumi. Kita ingin menggantikan dengan bahan yang ramah lingkungan. Surfaktan dari sawit itu ada yang dari  inti sawit dan ada yang dari CPO, surfaktan yang biasa dibuat dari PKO (inti sawit) ini untuk yang personal care product seperti shampo, pasta gigi, sabun dan lain lain. Kalau yang dari mesocarp biasanya lebih untuk produk non personal care," jelasnya. (ir/zul) 

Pewarta: Tim Humas IPB

Editor : M.Ali Khumaini


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017