Bekasi (Antara Megapolitan) - Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi memutuskan untuk mengklarifikasi secara langsung kepada pihak manajemen sejumlah rumah sakit swasta yang terlibat dalam penolakan pasien keguguran kandungan, Reny Wahyuni.

"Saya tidak mau penolakan seperti ini terulang. Utamakan penanganan terlebih dahulu. Keterbatasan fasilitas bisa ditangani dengan rujukan ke rumah sakit lain yang harus dikawal tenaga medis," katanya saat berkunjung ke RS Hermina Kemakmuran Kota Bekasi, Kamis.

Kedatangan Wali Kota yang didampingi jajaran dari dinas terkait untuk meminta klarifikasi langsung dari pihak manajemen perihal latar belakang penolakan.

Dalam agenda tersebut, Rahmat mendatangi Rumah Bersalin Harapan Baru yang menjadi lokasi pertama tujuan pasien yang kala itu tengah mengandung 8 bulan tersebut.

Tenaga medis dari Taman Harapan Baru yang merujuk pasien dengan tekanan darah tinggi itu ke rumah sakit lain. Namun, rujukan pasien tidak didampingi petugas medis setempat sehingga pasien dan keluarga yang akhirnya berputar-putar dari rumah sakit satu ke rumah sakit lainnya.

Lokasi kedua yang didatangi ialah Rumah Sakit Ananda yang menolak pasien dengan dalih keterbatasan ruangan intensif untuk perawatan pasien.

Adapun Rumah Sakit Hermina Kemakmuran menjadi tujuan berikutnya yang didatangi rombongan Wali Kota.

Wakil Direktur Medis Rumah Sakit Hermina Kemakmuran Dian Ekawati mengatakan bahwa pihaknya sama sekali tidak bermaksud menolak pasien Reny.

Saat pasien datang dengan keluarganya, sudah disampaikan kondisi di rumah sakit kala itu.

"Kami sampaikan bahwa pasien bisa ditangani. Kalaupun harus dirawat di ruang ICU, bisa dilakukan karena masih memadai. Namun, kami beri tahukan kalau begitu bayinya dilahirkan, tidak ada fasilitas neonatal intensive care unit (NICU) yang bisa dipergunakan karena sudah penuh terpakai. Sementara itu, bayi yang dilahirkan pastinya prematur karena kandungan belum cukup bulan," kata Eka.

Ia mengatakan bahwa RS Hermina Kemakmuran memiliki empat fasilitas NICU. Namun, saat pasien datang, keempat fasilitas NICU sudah terisi semua.

"Perawatan NICU tidak bisa sebentar karena bayi yang lahir prematur biasanya butuh waktu 2 hingga 3 bulan sampai dinyatakan mencukupi berat badannya. Akhirnya, pergerakan pasien NICU lambat, berbeda dengan ICU yang cukup cepat," katanya.

Kala itu, kata Eka, rumah sakit sudah menawarkan opsi menangani sang ibu hingga melahirkan dan merawat hingga pulih, kemudian mencarikan fasilitas NICU yang tersedia di rumah sakit lain, yakni Rumah Sakit Polri Kramatjati atau Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.

Namun, lanjut dia, itu pun dengan risiko tinggi terhadap bayi dalam perjalanan menuju rumah sakit tujuan.

"Bayi prematur sangat sensitif karena kondisinya belum stabil. Pemindahannya ke rumah sakit rujukan harus di dalam ventilator khusus bayi," katanya.

Karena pasien datang tanpa didampingi tenaga medis dari rumah sakit bersalin, akhirnya keputusan pun diambil secara personal, yakni mencari peluang tersedianya fasilitas di RSUD Kota Bekasi, yang belakangan juga sama-sama menolak karena alasan yang sama.

"Jadi, kami tidak ada maksud menolak sama sekali. Urgensi kondisi pasien yang menjadi pertimbangan utama kami dalam melakukan pelayanan," kata Eka.

(ADV/Humas Pemkot Bekasi).

Pewarta: Andi Firdaus

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017