Bogor (Antara Megapolitan) - Kegiatan penelusuran gua saat ini sedang berkembang menjadi kegiatan wisata minat khusus di Indonesia. Kegiatan ini memiliki daya tarik berupa aksi petualangan dan tantangan bagi peminatnya.

Hal ini menyebabkan semakin banyaknya peminat kegiatan penelusuran gua, baik dari kalangan berpengalaman maupun yang masih baru.

Namun, kegiatan penelusuran gua merupakan kegiatan yang berisiko tinggi, sehingga dibutuhkan keahlian khusus untuk menghindari potensi bahaya dan meminimalisir potensi kecelakaan yang dapat terjadi.

Seperti salah satu gua yang terdapat di kawasan karst Gunung Kapur Ciampea yaitu Gua Sipanjang.

Gua Sipanjang memiliki daya tarik yang tinggi untuk jadikan sebagai objek wisata gua. Perencanaan kegiatan wisata di Gua Sipanjang perlu dirancang dengan baik sebelum membuat program wisata penelusuran gua.

Sebelum dapat dijadikan gua wisata, harus dilakukan penilaian berupa identifikasi potensi bahaya dan risiko kecelakaan di gua tersebut. Perlu diketahui potensi bahaya seperti apa yang terdapat di Gua Sipanjang, bagaimana cara mengurangi potensi bahaya sehingga dapat meminimalisir risiko kecelakaan.

Untuk itu Rozaqa Wahyurianto Adityatama mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) Ketua PKMP (Program Kreatifitas Mahasiswa, Penelitian) bersama tim yang terdiri Puji Rahayu, Winy Rosalina Putri, Rifky Edo Herlangga dan Merisa Nur Azmi melakukan penelitian mengindentifikasi potensi bahaya yang terdapat di Goa Sipanjang.

''Penelusuran gua saat ini sudah menjadi kegiatan wisata minat khusus, namun kegiatan ini sangat beresiko. Perlu adanya penilaian tingkat resiko untuk mengurangi dan mengantisipasi kecelakaan yang fatal dalam pemanduan wisata tersebut,'' tutur Rozaqa.

Gua Sipanjang termasuk gua yang ada di kawasan karst Gunung Kapur Ciampea. Gunung Kapur tersebut sudah menjadi salah satu objek wisata di Bogor namun Gua Sipanjang belum. Gua Sipanjang hanya didatangi para caver saja namun untuk pengunjung umum belum dan dari pengelola tidak menyediakan alat bantu untuk menelusuri gua  tersebut.

''Gua Sipanjang ini banyak memiliki daya tarik untuk dijadikan objek wisata gua. Salah satunya memiliki 2 mulut gua vertikal. Mulut gua yang dijadikan objek PKM adalah mulut gua sedalam 10 meter dengan panjang lorong lebih kurang 60 meter dan terdapat akar-akar pohon beringin yang tumbuh disekitar mulut gua. Di dalamnya ada ornamen gua seperti stalaktit, stalakmit, pilar. Bahkan ada banyak kelelawar yang tinggal dalam gua,'' ujarnya.

Dalam menganalisa potensi bahaya dan resiko yang terdapat di Gua Sipanjang tim ini menggunakan metode JSA (Job Safety Analysis) dan 'Risk Assessment'.

Metode JSA (Job Safety Analysis) mempelajari suatu pekerjaan untuk mengidentifikasi bahaya dan potensi insiden setiap langkah dan digunakan untuk mengembangkan solusi yang dapat menghilangkan dan mengontrol bahaya.

'Risk assessment' merupakan metode penilaian risiko bahaya yang bertujuan untuk memantau risiko-risiko bahaya yang jarang diketahui atau tidak dihiraukan dalam suatu pekerjaan padahal berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja.

''JSA dengan metode proaktif digunakan untuk mengidentifikasi spot yang berpotensi bahaya bagi penelusur. Metode proaktif maksudnya kami mencari bahaya sebelum bahaya tersebut menimbulkan dampak merugikan sehingga bersifat preventif. Dalam menentukan spot yang terdapat bahaya kami melakukan diskusi dengan tim sebanyak 8 orang, metode 'risk assessment' digunakan untuk mengidentifikasi kemungkinan resiko apa yang ditimbulkan dari bahaya tersebut (data hasil JSA) sehingga menimbulkan dampak kerugian,'' ujar Winy, salah satu anggota tim dan mahasiswa Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata.

Saat proses analisa, dilakukan identifikasi sumber bahaya seperti alat dasar penelusur, bentukan ruang gua yang menyulitkan penelusuran, kondisi lantai gua, cuaca, kesehatan, reruntuhan batuan, fauna gua dan gas beracun.

Hasil penelitian dilapangan, tim ini menemukan beberapa spot berbahaya pada Gua Sipanjang. Contohnya pada mulut gua yang memiliki kedalaman 10 meter memungkinkan pengunjung terjatuh dan mengalami patah tulang.

''Misalnya pada spot mulut gua vertikal termasuk bahaya karena kedalamannya 10 meter sehingga terdapat kemungkinan pengunjung terjatuh apabila tidak dilengkapi perlengkapan susur gua yang lengkap (hasil dari JSA), hasil dari risk ssessmentnya adalah dampak dari pengunjung yang jatuh dari ketinggian 10 meter bisa mengalami patah tulang, luka parah bahkan kematian, hasil risk assessment di diskoring nanti akan ada tingkatan resiko di setiap spot yang dianggap  berbahaya,'' ungkap Winy.

Skor yang diperoleh digunakan untuk menentukan skala prioritas pencegahan risiko. Ada empat kategori yaitu 'critical' dengan kode warna merah, 'serious' dengan kode warna jingga, 'moderate' dengan kode warna kuning dan 'tolerate' dengan kode warna hijau.

''Dari hasil pengamatan ada tiga belas spot yang berpotensi  berbahaya, terdapat 4 spot critical, 1 spot serious, 5 spot moderate, dan 3 spot tolerate,'' tutur Winy.    (IR/Zul).

Pewarta: Humas IPB

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017