Bekasi (Antara Megapolitan) - Wali Kota Bekasi, Jawa Barat, Rahmat Effendi segera membentuk tim khusus yang bertugas mengevaluasi pelayanan rumah sakit setempat menyusul masih terjadinya penolakan pasien yang berakibat pada hilangnya nyawa pasien.
"Tim harus dari pihak eksternal supaya hasil penilaian yang diberikan objektif," katanya di Bekasi, Senin.
Menurut dia, keputusan rumah sakit yang menolak kunjungan pasien masih terjadi di wilayahnya dengan alasan keterbatasan tenaga medis, obat-obatan hingga ketiadaan kamar inap untuk perawatan penyakit yang diderita pasien.
Rahmat mengaku pada Senin pagi mendampingi Reny Wahyuni, warga Kelurahan Pejuang, Kecamatan Medan Satria yang kehilangan bayinya akibat meninggal dunia setelah mengalami penolakan tujuh rumah sakit di Kota Bekasi.
Warga yang berobat berbekal kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan itu baru mendapat penanganan di Rumah Sakit Koja Jakarta Utara, namun bayi yang dikandungnya tak dapat terselamatkan akibat keterlambatan penindakan medis.
"Kalau RS Koja bisa melayani pasien pemegang BPJS ini, kenapa rumah sakit di Kota Bekasi termasuk juga RSUD Kota Bekasi tidak dapat memberikannya. Banyak alasan berbeda yang disampaikan masing-masing rumah sakit. Namun pastinya akan ditelusuri tim yang nantinya dibentuk sebelum diputuskan seperti apa sanksi yang akan dijatuhkan," katanya.
Rahmat menceritakan, pasien Reny yang tengah mengandung delapan bulan semula datang ke Rumah Bersalin Harapan Baru, namun karena kondisi pasien kritis dengan tekanan darah tinggi, Reny kemudian dirujuk untuk mendapatkan penanganan di rumah sakit Ananda, namun kembali ditolak.
"Rujukan berikutnya ialah Rumah Sakit Anna, tapi berujung penolakan yang sama. Demikian pula dengan Rumah Sakit Mekarsari, RS Bhakti Kartini, RS Bella, RS Hermina Kemakmuran, dan akhirnya RSUD Kota Bekasi," katanya.
Alasan penolakan macam-macam, mulai dari status kepesertaan BPJS yang tidak aktif karena iuran yang tersendat, ketiadaan ruang rawat pasien anak dan lainnya.
"Harusnya tidak menolak dengan berbagai alasan kalau yang dikedepankan adalah pelayanan karena pasien kondisinya kritis. Buktinya di RS Koja bisa diberikan pelayanan berbekal BPJS," katanya.
Rahmat yang menemui pasien di RS Koja akhirnya mengurus pembuatan Kartu Bekasi Sehat berbasis Nomor Induk Kependudukan agar perawatan jalan pascamelahirkan bisa dilakukan di Kota Bekasi dengan jaminan tidak adanya penolakan.
"Yang membuat sedih, saat saya kunjungi, pasien yang baru sadar itu menanyakan anaknya. Sementara anaknya tidak terselamatkan," katanya.
Atas dasar itulah, Rahmat memutuskan untuk mengintensifkan pengawasan rumah sakit pada perbaikan mutu pelayanan agar kasus serupa tidak berulang di kemudian hari.
"Ini baru satu nyawa, tapi jangan sampai ada korban-korban lainnya sehingga hal ini harus diperbaiki serius," katanya.
(ADV/Humas Pemkot Bekasi).
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017
"Tim harus dari pihak eksternal supaya hasil penilaian yang diberikan objektif," katanya di Bekasi, Senin.
Menurut dia, keputusan rumah sakit yang menolak kunjungan pasien masih terjadi di wilayahnya dengan alasan keterbatasan tenaga medis, obat-obatan hingga ketiadaan kamar inap untuk perawatan penyakit yang diderita pasien.
Rahmat mengaku pada Senin pagi mendampingi Reny Wahyuni, warga Kelurahan Pejuang, Kecamatan Medan Satria yang kehilangan bayinya akibat meninggal dunia setelah mengalami penolakan tujuh rumah sakit di Kota Bekasi.
Warga yang berobat berbekal kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan itu baru mendapat penanganan di Rumah Sakit Koja Jakarta Utara, namun bayi yang dikandungnya tak dapat terselamatkan akibat keterlambatan penindakan medis.
"Kalau RS Koja bisa melayani pasien pemegang BPJS ini, kenapa rumah sakit di Kota Bekasi termasuk juga RSUD Kota Bekasi tidak dapat memberikannya. Banyak alasan berbeda yang disampaikan masing-masing rumah sakit. Namun pastinya akan ditelusuri tim yang nantinya dibentuk sebelum diputuskan seperti apa sanksi yang akan dijatuhkan," katanya.
Rahmat menceritakan, pasien Reny yang tengah mengandung delapan bulan semula datang ke Rumah Bersalin Harapan Baru, namun karena kondisi pasien kritis dengan tekanan darah tinggi, Reny kemudian dirujuk untuk mendapatkan penanganan di rumah sakit Ananda, namun kembali ditolak.
"Rujukan berikutnya ialah Rumah Sakit Anna, tapi berujung penolakan yang sama. Demikian pula dengan Rumah Sakit Mekarsari, RS Bhakti Kartini, RS Bella, RS Hermina Kemakmuran, dan akhirnya RSUD Kota Bekasi," katanya.
Alasan penolakan macam-macam, mulai dari status kepesertaan BPJS yang tidak aktif karena iuran yang tersendat, ketiadaan ruang rawat pasien anak dan lainnya.
"Harusnya tidak menolak dengan berbagai alasan kalau yang dikedepankan adalah pelayanan karena pasien kondisinya kritis. Buktinya di RS Koja bisa diberikan pelayanan berbekal BPJS," katanya.
Rahmat yang menemui pasien di RS Koja akhirnya mengurus pembuatan Kartu Bekasi Sehat berbasis Nomor Induk Kependudukan agar perawatan jalan pascamelahirkan bisa dilakukan di Kota Bekasi dengan jaminan tidak adanya penolakan.
"Yang membuat sedih, saat saya kunjungi, pasien yang baru sadar itu menanyakan anaknya. Sementara anaknya tidak terselamatkan," katanya.
Atas dasar itulah, Rahmat memutuskan untuk mengintensifkan pengawasan rumah sakit pada perbaikan mutu pelayanan agar kasus serupa tidak berulang di kemudian hari.
"Ini baru satu nyawa, tapi jangan sampai ada korban-korban lainnya sehingga hal ini harus diperbaiki serius," katanya.
(ADV/Humas Pemkot Bekasi).
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017