Bogor (Antara Megapolitan) - Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat menargetkan dapat mengendalikan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,21 persen di tahun 2017 melalui program Keluarga Berencana (KB) dengan metode kontrasepsi jangka panjang atau MKJP.

"Tahun ini target penurunan angka pertumbuhan penduduk cukup besar yakni 1,21 persen, kita optimistis bisa tercapai," kata Wakil Wali Kota Bogor, Usmar Hariman disela-sela kegiatan Bakti Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Pelayanan KB, Kamis.

Usmar mengatakan, perlu sosialisasi maksimal ke tingkat masyarakat upaya pengendalian penduduk melalui program KB dengan metode MKJP. Peran dinas terkait serta pemangku kepentingan diperlukan untuk mendorong kepedulian masyarakat.

Jumlah penduduk Kota Bogor saat ini hampir mencapai satu juta jiwa. Menurut Usmar, ledakan penduduk cenderung terjadi di negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia, Afrika dan negara di Asia.

"Daya dukung bumi semakin melemah, jumlah kelahiran yang terus meningkat ini berpotensi terjadi bencana," katanya.

Usmar menyebutkan, perlu dilakukan program Keluarga Berencana (KB) dengan MKJP seperti IUD, sterilisasi dan implan, metode operasi wanita (tubektomi) dan metode operasi pria (vasektomi).

"Tahun ini ditargetkan 9.000 pengguna KB baru untuk mewujudkan target penurunan 1,21 persen laju pertumbuhan penduduk," kata Usmar.

Ia mengatakan, hingga April ini target pengguna KB baru sudah mencapai 20 persen. Target pengguna KB baru dicapai melalui program dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana dan sejumlah pihak terkait.

"Kita optimistis target bisa tercapai, sosialisas jadi penting, peran BKKBN dan dinas terkait untuk mengendalikan masa kesuburan, dan pernikahan dini. Diharapka terbentuk keluarga yang sakinah, mawandah dan warohmah," kata Usmar.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana, Lilies Sukartini mengatakan, sejak 2015 terjadi tren pernikahan dini di kalagan anak perempuan Kota Bogor, rata-rata usia 15 sampai 19 tahun.

Menurutnya, banyak faktor yang menyebabkan tingginya angka pernikahan dini salah satunya faktor ekonomi, dan kurangnya pemahaman tentang berumahtangga.

"Kebanyakan mereka menikah dini untuk mengisi waktu daripada tidak bekerja, ada juga karena faktor ekonomi orang tua agar terbebas dari beban mengurus anak," katanya.

Menurut Lilies, menikah usia dini tidak dianjurkan dalam undang-undang, selain berpengaruh pada kesehatan dan kemampuan dalam membina rumah tangga, juga berpotensi memiliki keturunan dalam jumlah banyak.

"Karena kalau diusia 15 tahun menikah, rentang waktu atau jarak kelahiran akan rapat, kuantitas sebuah keluarga juga berpengaruh," katanya.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017