Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Sawit Masa Depanku (Samade) menyebut kompetensi sumber daya manusia (SDM) perkebunan kelapa sawit Indonesia masih sangat memprihatinkan, bahkan terancam krisis regenerasi, lantaran minat petani milenial di bidang ini semakin rendah.

Ketua Umum DPP Asosiasi Samade Tolen Ketaren menilai pengetahuan dan perspektif positif sedianya sudah diberikan kepada petani sawit sejak bangku sekolah dasar, sehingga nilai-nilai tersebut bisa dipahami sampai ke segenap lapisan masyarakat.

"Pemerintah bisa memberikan apresiasi kepada petani-petani yang berhasil, sehingga masyarakat sendiri bisa melihat bagaimana pentingnya sawit terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia," kata Tolen Ketaren, di Bekasi, Jawa Barat, Senin.

Dia juga menilai keberadaan kebun kelapa sawit masih dianggap negatif oleh sebagian aparat hukum. Tidak sedikit dari mereka mendekati kebun sawit dengan alasan akan menjadi masalah bagi kawasan hutan.

Baca juga: Kementan latih SDM olah kelapa sawit secara berkelanjutan

"Kami berharap mereka juga diarahkan, artinya bukan harus dihukum. Sehingga orang melihat sawit adalah positif bagi bangsa Indonesia," katanya pula.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat luas perkebunan kelapa sawit Indonesia mencapai 14,99 juta hektare pada 2022, meningkat 2,49 persen dari tahun 2021. Sektor ini bahkan mampu menyediakan lapangan pekerjaan kepada 16 juta tenaga kerja.

Keberadaan SDM unggul berperan besar dalam mencapai sasaran-sasaran strategis terutama untuk peningkatan kompetensi dan kapasitas pekebun guna memastikan keberlangsungan sektor sawit di Tanah Air.

Ia mengatakan unsur terkait harus memiliki semua yang dibutuhkan, mulai teknologi budaya dari sektor hulu sampai hilir, SDM unggul, modal, hingga pangsa pasar.

"Jadi kami di sini dari asosiasi berharap agar stakeholder serta dinas lain dapat memberikan pengetahuan agronomi dan pemahaman terhadap pentingnya kualitas dan keberlangsungan produk sawit itu sendiri," katanya.

Baca juga: Akademisi Unand kembangkan inovasi sensor pendeteksi kematangan buah sawit

Semisal bibit yang selama ini banyak dipilih secara asal oleh para petani sebelumnya. Melalui keberadaan asosiasi ditambah imbauan dari pemerintah melalui dinas-dinas terkait, kini banyak petani memiliki generasi kedua.

"Seperti kami sudah mulai memiliki pengetahuan tentang bibit kecambah yang bagus. Jadi kami harap berikutnya juga petani-petani yang lain yang belakang itu mereka bisa mengenali produk ini sendiri, jadi tidak asal sekadar menanam," ujarnya lagi.

Selain memberikan pelatihan, pemerintah juga telah memberikan banyak beasiswa kepada mahasiswa D3 sampai S2 bidang pertanian. Dengan program yang diberikan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ini, paling tidak mereka sudah bisa mengenal sawit.

"Saya kira ini sangat baik karena banyak di antara mereka memang walau tidak kembali ke kebunnya, ke kebun orangtuanya terutama. Tapi ada beberapa dari mereka bekerja di sektor perkebunan sawit, baik itu di kebun maupun di pabrik dan ada juga yang mulai mengurus kebun orang tua mereka dengan secara lebih baik," katanya.

Baca juga: Pemerintah diminta awasi pabrik beli kelapa sawit dengan harga murah

"Mereka sudah tidak lagi menyemprot bahan kimia. Beasiswa seperti ini lebih bagus. Kita berharap keberlangsungan sawit ini menjadi lebih bagus, bisa kami katakan nanti rata-rata bisa mendapat sertifikat ISPO minimal," katanya pula.

Tolen berharap pemerintah lebih memperhatikan sektor kelapa sawit terutama pengenalan sedari dini kepada sumber daya manusia dengan memperbanyak pelatihan serta pemberian beasiswa kepada mahasiswa yang tidak hanya ditujukan kepada anak petani sawit.

"Saya kira diberikan kepada masyarakat luas supaya bukan hanya sekadar petani, tapi masyarakat seperti di Pulau Jawa agar mereka benar-benar bisa mengenal sawit. Mereka bisa terjun langsung walaupun tidak berkebun sawit di Jawa tapi bisa datang ke Sumatera, Kalimantan. Itu harapan kami," kata dia.

Pewarta: Pradita Kurniawan Syah

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023