Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada Jumat menyatakan bahwa perubahan iklim kian mengancam sektor pangan berbasis pertanian (agrifood).
“Agrifood menghadapi ancaman kerugian dan kerusakan yang meningkat akibat perubahan iklim, dan berbagai tindakan, termasuk meningkatkan pendanaan, harus dilakukan untuk melindunginya dari kerentanan,” menurut laporan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB yang dirilis di sela-sela pertemuan konferensi iklim PBB COP28 di Dubai.
Laporan itu menyebutkan bahwa 35 persen rencana aksi iklim saat ini secara eksplisit merujuk pada kerugian dan kerusakan.
Baca juga: APIK sebut pengembangan energi baru terbarukan perlu terus ditingkatkan
Baca juga: 2023 jadi tahun terpanas sepanjang sejarah pencatatan iklim
Ditegaskan pula bahwa isu tersebut semakin relevan secara global, di mana pertanian dinilai sebagai sektor yang paling terdampak.
Laporan itu menggarisbawahi pentingnya upaya terarah untuk mengatasi kerentanan sistem agrifood, yang memainkan peran penting dalam penghidupan dan pembangunan berkelanjutan.
"Pada 2020, agrifood mempekerjakan lebih dari 866 juta orang di seluruh dunia dan mencatat omset sebesar 3,6 triliun dolar AS (sekitar Rp55,6 kuadriliun),” kata laporan itu.
Baca juga: BMKG tingkatkan literasi iklim di kalangan petani guna cegah krisis pangan
Laporan itu menekankan kebutuhan yang mendesak untuk meningkatkan metodologi dan alat untuk menilai dampak negatif perubahan iklim karena metode kontemporer sering gagal menangkap peristiwa yang terjadi secara perlahan serta dimensi kerugian dan kerusakan non-ekonomi.
Laporan ini juga mendesak adanya tindakan untuk memitigasi dampak kerugian dan kerusakan pada agrifood, termasuk memperjelas arti kerugian dan kerusakan bagi sistem agrifood nasional, meningkatkan penilaian risiko iklim, berinvestasi dalam pengumpulan data dan penelitian, menerapkan langkah-langkah adaptasi dan memperkuat tanggap darurat.
Sumber: Anadolu
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
“Agrifood menghadapi ancaman kerugian dan kerusakan yang meningkat akibat perubahan iklim, dan berbagai tindakan, termasuk meningkatkan pendanaan, harus dilakukan untuk melindunginya dari kerentanan,” menurut laporan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB yang dirilis di sela-sela pertemuan konferensi iklim PBB COP28 di Dubai.
Laporan itu menyebutkan bahwa 35 persen rencana aksi iklim saat ini secara eksplisit merujuk pada kerugian dan kerusakan.
Baca juga: APIK sebut pengembangan energi baru terbarukan perlu terus ditingkatkan
Baca juga: 2023 jadi tahun terpanas sepanjang sejarah pencatatan iklim
Ditegaskan pula bahwa isu tersebut semakin relevan secara global, di mana pertanian dinilai sebagai sektor yang paling terdampak.
Laporan itu menggarisbawahi pentingnya upaya terarah untuk mengatasi kerentanan sistem agrifood, yang memainkan peran penting dalam penghidupan dan pembangunan berkelanjutan.
"Pada 2020, agrifood mempekerjakan lebih dari 866 juta orang di seluruh dunia dan mencatat omset sebesar 3,6 triliun dolar AS (sekitar Rp55,6 kuadriliun),” kata laporan itu.
Baca juga: BMKG tingkatkan literasi iklim di kalangan petani guna cegah krisis pangan
Laporan itu menekankan kebutuhan yang mendesak untuk meningkatkan metodologi dan alat untuk menilai dampak negatif perubahan iklim karena metode kontemporer sering gagal menangkap peristiwa yang terjadi secara perlahan serta dimensi kerugian dan kerusakan non-ekonomi.
Laporan ini juga mendesak adanya tindakan untuk memitigasi dampak kerugian dan kerusakan pada agrifood, termasuk memperjelas arti kerugian dan kerusakan bagi sistem agrifood nasional, meningkatkan penilaian risiko iklim, berinvestasi dalam pengumpulan data dan penelitian, menerapkan langkah-langkah adaptasi dan memperkuat tanggap darurat.
Sumber: Anadolu
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023