Jakarta (Antara Megapolitan) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjanjikan pembenahan dalam sistem maupun sumber daya manusia terkait sektor perpajakan, seperti pajak dan bea cukai, agar perilaku korupsi makin berkurang.
"Saya rasa keduanya berkontribusi (terhadap upaya pelanggaran peraturan). Kami tidak akan mengeliminasi apa pun," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI membahas tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oknum pegawai pajak serta bea cukai di Jakarta, Senin.
Sri Mulyani mengakui masih ada kerawanan yang terjadi dari sisi penegakan hukum, terutama para pegawai yang terlibat dalam pemeriksaan maupun penagihan pajak, karena sebagian besar kasus pelanggaran hukum terjadi dari bagian tersebut.
Untuk itu, ia mengatakan akan ada upaya untuk memperkuat sistem teknologi informasi agar interaksi pegawai dengan Wajib Pajak makin berkurang dan tagihan pajak yang disampaikan tidak menimbulkan sengketa maupun persoalan baru.
Namun, Sri Mulyani menegaskan, apabila dibutuhkan interaksi antara pegawai dengan Wajib Pajak terkait pemeriksaan lanjutan, maka diperlukan suatu standar operasi prosedur yang jelas agar proses pengawasan dapat lebih mudah dan berkualitas.
"Kalaupun ada interaksi, dengan sistem kita bisa mengecek yang ngawur kepada wajib pajak. Kemudian mengatakan harus bayar dengan STP (Surat Tagihan Pajak) dengan basis atau tidak. Jadi kalau berinteraksi, dia tidak membawa yang saya sebutkan angkanya dibawa dari 'langit'," ujarnya.
Selain itu, Sri Mulyani juga akan mengkaji ulang Peraturan Presiden (Perpres) No 37 tahun 2015 mengenai tunjangan remunerasi bagi pegawai pajak yang justru menimbulkan beban tersendiri dan tidak memberikan manfaat kepada kinerja, terutama bagi pegawai lapangan.
"Saya berjanji akan melakukan koreksi terhadap Perpres, sehingga insentifnya tidak seperti sekarang ini, kalau level direktur ke atas aman, tapi eselon III justru mereka itu yang mengalami pendekatan dengan wajib pajak. Jadi kami sudah mendengar 'feedback' dan menjadi bahan bagi kami," katanya.
Sri Mulyani siap memberikan "reward and punishment" yang seimbang kepada para pegawai pajak maupun bea cukai bagi yang melakukan tindakan pelanggaran hukum dengan mempertimbangkan UU Aparatur Sipil Negara maupun yang berprestasi.
"Saya terus terang tidak pernah segan. Dulu masalah Gayus, bagian unit sampai direkturnya saya copot. Saya tidak akan melakukan hal yang semena-mena. Kita tetap melihat 'maximum punishment' dan sinyal yang salah harus ditindak. Tapi jajaran baik harus diproteksi dan 'reward' yang sesuai dengan yang diharapkan," ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, para anggota Komisi XI DPR RI rata-rata bertanya mengenai remunerasi pegawai, penanganan kasus korupsi di sektor perpajakan, penguatan sistem teknologi informasi di pajak maupun bea cukai serta proses reformasi birokrasi yang telah berjalan. (Ant).
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016
"Saya rasa keduanya berkontribusi (terhadap upaya pelanggaran peraturan). Kami tidak akan mengeliminasi apa pun," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI membahas tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oknum pegawai pajak serta bea cukai di Jakarta, Senin.
Sri Mulyani mengakui masih ada kerawanan yang terjadi dari sisi penegakan hukum, terutama para pegawai yang terlibat dalam pemeriksaan maupun penagihan pajak, karena sebagian besar kasus pelanggaran hukum terjadi dari bagian tersebut.
Untuk itu, ia mengatakan akan ada upaya untuk memperkuat sistem teknologi informasi agar interaksi pegawai dengan Wajib Pajak makin berkurang dan tagihan pajak yang disampaikan tidak menimbulkan sengketa maupun persoalan baru.
Namun, Sri Mulyani menegaskan, apabila dibutuhkan interaksi antara pegawai dengan Wajib Pajak terkait pemeriksaan lanjutan, maka diperlukan suatu standar operasi prosedur yang jelas agar proses pengawasan dapat lebih mudah dan berkualitas.
"Kalaupun ada interaksi, dengan sistem kita bisa mengecek yang ngawur kepada wajib pajak. Kemudian mengatakan harus bayar dengan STP (Surat Tagihan Pajak) dengan basis atau tidak. Jadi kalau berinteraksi, dia tidak membawa yang saya sebutkan angkanya dibawa dari 'langit'," ujarnya.
Selain itu, Sri Mulyani juga akan mengkaji ulang Peraturan Presiden (Perpres) No 37 tahun 2015 mengenai tunjangan remunerasi bagi pegawai pajak yang justru menimbulkan beban tersendiri dan tidak memberikan manfaat kepada kinerja, terutama bagi pegawai lapangan.
"Saya berjanji akan melakukan koreksi terhadap Perpres, sehingga insentifnya tidak seperti sekarang ini, kalau level direktur ke atas aman, tapi eselon III justru mereka itu yang mengalami pendekatan dengan wajib pajak. Jadi kami sudah mendengar 'feedback' dan menjadi bahan bagi kami," katanya.
Sri Mulyani siap memberikan "reward and punishment" yang seimbang kepada para pegawai pajak maupun bea cukai bagi yang melakukan tindakan pelanggaran hukum dengan mempertimbangkan UU Aparatur Sipil Negara maupun yang berprestasi.
"Saya terus terang tidak pernah segan. Dulu masalah Gayus, bagian unit sampai direkturnya saya copot. Saya tidak akan melakukan hal yang semena-mena. Kita tetap melihat 'maximum punishment' dan sinyal yang salah harus ditindak. Tapi jajaran baik harus diproteksi dan 'reward' yang sesuai dengan yang diharapkan," ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, para anggota Komisi XI DPR RI rata-rata bertanya mengenai remunerasi pegawai, penanganan kasus korupsi di sektor perpajakan, penguatan sistem teknologi informasi di pajak maupun bea cukai serta proses reformasi birokrasi yang telah berjalan. (Ant).
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016