TNI baru saja menyelesaikan hajat besar, yakni Latihan Gabungan (Latgab) TNI Dharma Yudha 2023, dengan praktik manuver lapangan di berbagai lokasi pusat latihan pertempuran, salah satunya di Pantai Banongan dan Puslatpur Marinir 5 Baluran di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur.

Latihan gabungan itu melibatkan 7.675 prajurit dari tiga matra, yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara. Selain itu, berbagai alat utama sistem persenjataan (alutsista) milik TNI juga dikerahkan.

Puncak latihan gabungan itu berupa pendaratan pasukan Marinir dan tank-tank amfibi dari kapal perang di Pantai Banongan, Situbondo, Selasa (1/8/2023) pagi yang ditinjau oleh Panglima TNI Laksamana Yudo Margono bersama sejumlah perwira tinggi TNI dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD.

Dari peninjauan dan evaluasi disimpulkan bahwa latihan besar itu dinilai sukses. Karena itu Mahfud MD merasa yakin bahwa kekuatan tentara kita dapat diandalkan untuk menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari gangguan negara lain.

Latihan yang dilaksanakan di wilayah Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogamwilhan) l hingga lll itu memang digelar guna mengatasi ancaman pada masa depan. Ancaman itu sendiri bisa dikelompokkan dalam dua bentuk, yakni perang konvensional dan perang modern.

Analis pertahanan meyakini bahwa perang di masa depan tidak lagi berlangsung secara konvensional, seperti di masa lalu. Perang di masa depan tidak lagi memerlukan kehadiran tank-tank dan beragam senjata berat, kapal perang di laut, atau deru pesawat-pesawat tempur di udara.

Baca juga: Panglima Laksamana TNI Yudo Margono sebut Latihan Gabungan TNI 2023 untuk uji Kogabwilhan

Lalu bagaimana dengan program latihan peperangan yang dilakukan oleh personel TNI, khususnya latihan gabungan tahun ini? Jika lebih condong ke ke keyakinan pada ancaman perang modern, apakah latihan gabungan yang menghabiskan dana puluhan miliar rupiah itu sebagai kegiatan yang sia-sia belaka?

Prediksi dari para pakar yang selama ini mendalami ilmu kemiliteran dan pertahanan membaca kemungkinan masa depan itu sebagai kecenderungan berdasarkan data dan fakta. Hanya, kemungkinan bahwa prediksi itu meleset di tataran praktik adalah hal yang lumrah.

Analisis bahwa perang pada masa depan tidak lagi menghadirkan senjata, tidak sepenuhnya akurat. Perang Rusia dengan Ukraina yang sudah berjalan selama satu tahun terakhir ini menunjukkan bahwa perang konvensional belum sepenuhnya ditinggalkan oleh negara-negara yang sedang atau masih ingin bertikai.

Karena itu, kehadiran pasukan TNI berikut persenjataan dan alat pendukung kekuatan tempur masih tetap diperlukan untuk menjaga negeri ini dari kemungkinan gangguan negara lain.

Latihan gabungan itu setidaknya memiliki dua dampak, ke dalam dan ke luar. Ke dalam, latihan itu berdampak pada peningkatan naluri tempur dan keterampilan prajurit menggunakan kekuatan dirinya sebagai pasukan dan keterampilan menggunakan persenjataan atau alat utama sistem persenjataan (alutsista). Latihan perang, secara umum merupakan bentuk uji hasil pengembangan dan pembinaan institusi terhadap kemampuan prajuritnya.

Masih terkait dampak ke dalam, latihan ini menunjukkan kepada rakyat bahwa negara kita memiliki kekuatan pasukan dan alutsistanya untuk melindungi warga negara dari kemungkinan serangan dari luar. Dalam konteks institusi, latihan itu menunjukkan pertanggungjawaban TNI kepada rakyat.

Sementara dampak ke luar, latihan gabungan ini memiliki efek penggentar (deteren) atau "pamer kekuatan" kepada negara lain yang mungkin memiliki niat untuk menyerang bangsa kita.

Di dunia militer, prajurit Indonesia termasuk negara yang diperhitungkan kekuatannya. Kekuatan militer Indonesia patut diperhitungkan, dari sisi alat tempur maupun kekuatan personelnya.

Sejumlah pasukan khusus yang dimiliki oleh TNI, yakni Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD, Marinir, Komando Pasukan Katak (Kopaska), termasuk Detasemen Jalamangkara (Denjaka) di TNI AL dan Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopsgat) TNI AU adalah pasukan andalan Indonesia yang namanya sudah dikenal sebagai prajurit tangguh dan disegani di seluruh dunia.

Baca juga: Kodim Bekasi pimpin latihan gabungan kesiapsiagaan bencana

Adanya pasukan-pasukan khusus negara lain yang memiliki kekuatan militer tak tertandingi, sering melakukan latihan bersama dengan pasukan-pasukan khusus TNI, menunjukkan bagaimana kualitas tempur yang dimiliki pasukan kita.

Mereka datang untuk berlatih bersama dengan pasukan TNI, selain untuk berbagi ilmu dan pengalaman, sejatinya juga untuk menimba ilmu dari pasukan kita.

Dari latihan-latihan bersama dengan negara lain, mereka sering kali dibuat terkesima dengan ketahanan fisik pasukan khusus TNI, khususnya dalam upaya bertahan hidup di hutan.

Pasukan TNI sudah terbiasa hidup di hutan dengan memanfaatkan tumbuhan dan hewan yang ada di sekitarnya. Karena itu, pasukan khusus dari luar dibuat takjub saat pasukan TNI harus memakan daging ular dengan dimasak seadanya. Termasuk untuk memenuhi kebutuhan air bagi tubuh, pasukan TNI biasa minum air yang disediakan oleh alam. Bahkan, pasukan TNI juga biasa minum air dari tumbuh-tumbuhan di hutan.

Pasukan kita, selain terbiasa hidup apa adanya, juga memiliki warisan genetik dari leluhur sebagai pemberani dan pejuang tangguh, yang dikenal pantang menyerah pada keadaan seberat apa pun.


Perang modern

Dengan segala ketangguhan para prajurit secara perorangan maupun dalam kelompok itu, TNI juga tidak mengabaikan kecenderungan perang modern pada masa depan.

Konsep itu bisa dilihat dengan program Pemerintah yang terus menerus memodernkan sistem persenjataan kita, di luar yang konvensional.

Karena itu sangat relevan jika Pemerintah Indonesia kini juga melirik jenis senjata terkini dan menjadi tren pada masa mendatang. Pemerintah Indonesia kini mendatangkan pesawat nirawak ANKA dari Turki untuk diproyeksikan menjadi bagian dari sistem pertahanan kita.

Perang modern dengan menyebar virus atau penyakit ke negara lain juga menjadi kewaspadaan semua negara, termasuk di negara kita dengan penyerangan terhadap basis-basis budaya.
Penyebar paham radikal keagamaan sejatinya juga bisa dimaknai sebagai perang nonkonvensional yang selama ini sudah menjadi perhatian besar Pemerintah bersama elemen bangsa yang lainnya. Penanaman dan penyebaran paham radikal adalah bagian dari upaya merongrong kedaulatan negara menggunakan kekuatan dari dalam negeri.

Untuk perang melawan paham radikal ini, pemerintah dan masyarakat sudah memiliki pengalaman panjang, khususnya yang dihadapi oleh personel Polri dari Detasemen Khusus (Densus) 88 sebagai pasukan antiteror.

Baca juga: Indonesia kirim enam pesawat tempur untuk latihan gabungan "Pitch Black 22" di Darwin

Selain menangkap pelaku yang umumnya masih mengandalkan pola pertempuran tradisional karena pelaku juga menggunakan senjata, Pemerintah Indonesia juga tidak henti-hentinya melakukan pencegahan, khususnya di kalangan generasi muda yang menjadi sasaran para penyebar paham radikal.

Kalau berkaca pada pengalaman perang kita melawan penjajah di masa lalu, bangsa Indonesia memiliki konsep perang semesta yang melibatkan masyarakat sipil, baik dalam dukungan logistik dan strategi, maupun keterlibatan langsung rakyat di medan laga.

Latihan Gabungan TNI ini bukan hanya menguatkan kemampuan tempur prajurit, tapi juga menguatkan hati rakyat untuk berkarya dengan nyaman dan rasa aman. TNI kuat, rakyat kuat, maka negara aman dan tentram.

Pewarta: Masuki M. Astro

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023