Bogor (Antara Megapolitan) - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengungkapkan kuatnya penolakan terhadap kebijakannya, sehingga setiap ada reshuffle, KKP paling sering digoyang oleh demostrasi.
"Setiap ada reshuffle, demo ada dimana-mana, KKP yang paling sering digoyang," kata Susi dalam sesi diskusi usai Kuliah Umum di Kampus IPB, Bogor, Jawa Barat, Kamis.
Susi menyebutkan penegakan hukum yang dilakukannya dalam memberantas ilegal fishing, banyak membuat zona nyaman yang hilang.
Dia mengatakan banyak pihak yang menentang dan tidak senang dengan ketegasan pemerintah dalam melindungi sumberdaya laut dan ekosistemnya.
Ia mengungkapkan illegal fishing adalah bisnis yang lukratif.
Menurut Susi, illgal fishing bukan hanya soal pencurian ikan, tetapi juga terkait kejahatan transnansional, perdagangan manusia, miras ilegal, peredaran narkoba, rokok ilegal, tektil, perdagangan senjata, dan penjualan satwa ilegal.
"Dari anev kita dapatkan bahwa ilegal fishing bukan cuma pencurian ikan. Ini yang harus kita perhatikan karena efek pencurian ikan `more than just fish`, mereka bawa tektil, drug, rokok, senjata dan makam-caman lainnya dibawa, lalu pulangnya bawa ikan dari laut kita," katanya.
Menurut Susi, illegal loging tidak hanya mencuri ikan dilaut Indonesia, tetapi dapat mengacam kedaulatan bangsa. Karena perahu asing tersebut juga membawa serta narkoba.
"BNN mengungkapkan, 80 persen narkoba yang beredar masuk dari laut, bayangkan ini dapat merusak generasi muda kita, dan mengancam masa depan bangsa," katanya.
Pemilik maskapai penerbangan Susi Air ini menyebutkan, KKP membutuhkan dukungan semua pihak dalam menjalankan IUU Fishing. Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat akademisi harus bekerja sama untuk mengawal laut sebagai masa depan bangsa.
"Yang saya inginkan par akademisi bisa membuat nelayan mengerti, bahwa kebijakan-kebijakan yang dibuat adalah sebuah upaya agar hasil perikanan dapat produktif lagi," katanya.
Ia mengatakan, banyak kebijakan dan regulasi telah dikeluarkan dalam upaya penyelamatan laut Indonesia, terakhir KKP mengeluarkan kebijakan larangan operasional alat tangkap Cantrang, troll dan purse siene. Langkah tersebut telah dilakukan sejumlah negara-negara dalam melindungi perairan lautnya seperti Tiongkok.
"Tetapi di negara kita, akademisi membuat analisis yang menganggap langkah KKP salah. Model perikanan itu membutuhkan waktu untuk `recovery` (memperbaiki diri)," katanya.
Sebagai contoh, lanjutnya, dulu Indonesia sebagai negara pengeksport lobster terbesar nomor dua setelah Tiongkok. Tetapi sekarang produksi hanya 300 ton saja. Hal ini dikarenakan yang diekspor adalah bibit lobster, sehingga tidak ada yang tersisa untuk dikembangbiakan.
"Hal-hal seperti ini, kalau dibiarkan mau jadi apa bangsa ini, terutama masa depan bangsa, ketika sumber daya alam lain semakin habis, apa akan kita biarkan laut kita ikut habis," katanya.
Menurutnya, kebijakan pembatasan penggunaan alat tangkap, dikritisi oleh akademisi yang mengatakan kalau ikan memiliki umur pendek sehingga jika tidak ditangkap akan mati sia-sia.
"Kalau sudah banyak yang kita tangkap, Filiphina dan Vietnam tidak perlu ke Indonesia, tunggu saja ikannya ada disana," katanya.
Susi mengklaim, jika kebijakan yang telah dijalankan KKP berdampak baik dengan peningkatan PDB sektor perikanan naik sebesar 8,96 persen, dari sektor-sektor lainnya. NTM nelayan juga naik dari 102 menjadi 110.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016
"Setiap ada reshuffle, demo ada dimana-mana, KKP yang paling sering digoyang," kata Susi dalam sesi diskusi usai Kuliah Umum di Kampus IPB, Bogor, Jawa Barat, Kamis.
Susi menyebutkan penegakan hukum yang dilakukannya dalam memberantas ilegal fishing, banyak membuat zona nyaman yang hilang.
Dia mengatakan banyak pihak yang menentang dan tidak senang dengan ketegasan pemerintah dalam melindungi sumberdaya laut dan ekosistemnya.
Ia mengungkapkan illegal fishing adalah bisnis yang lukratif.
Menurut Susi, illgal fishing bukan hanya soal pencurian ikan, tetapi juga terkait kejahatan transnansional, perdagangan manusia, miras ilegal, peredaran narkoba, rokok ilegal, tektil, perdagangan senjata, dan penjualan satwa ilegal.
"Dari anev kita dapatkan bahwa ilegal fishing bukan cuma pencurian ikan. Ini yang harus kita perhatikan karena efek pencurian ikan `more than just fish`, mereka bawa tektil, drug, rokok, senjata dan makam-caman lainnya dibawa, lalu pulangnya bawa ikan dari laut kita," katanya.
Menurut Susi, illegal loging tidak hanya mencuri ikan dilaut Indonesia, tetapi dapat mengacam kedaulatan bangsa. Karena perahu asing tersebut juga membawa serta narkoba.
"BNN mengungkapkan, 80 persen narkoba yang beredar masuk dari laut, bayangkan ini dapat merusak generasi muda kita, dan mengancam masa depan bangsa," katanya.
Pemilik maskapai penerbangan Susi Air ini menyebutkan, KKP membutuhkan dukungan semua pihak dalam menjalankan IUU Fishing. Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat akademisi harus bekerja sama untuk mengawal laut sebagai masa depan bangsa.
"Yang saya inginkan par akademisi bisa membuat nelayan mengerti, bahwa kebijakan-kebijakan yang dibuat adalah sebuah upaya agar hasil perikanan dapat produktif lagi," katanya.
Ia mengatakan, banyak kebijakan dan regulasi telah dikeluarkan dalam upaya penyelamatan laut Indonesia, terakhir KKP mengeluarkan kebijakan larangan operasional alat tangkap Cantrang, troll dan purse siene. Langkah tersebut telah dilakukan sejumlah negara-negara dalam melindungi perairan lautnya seperti Tiongkok.
"Tetapi di negara kita, akademisi membuat analisis yang menganggap langkah KKP salah. Model perikanan itu membutuhkan waktu untuk `recovery` (memperbaiki diri)," katanya.
Sebagai contoh, lanjutnya, dulu Indonesia sebagai negara pengeksport lobster terbesar nomor dua setelah Tiongkok. Tetapi sekarang produksi hanya 300 ton saja. Hal ini dikarenakan yang diekspor adalah bibit lobster, sehingga tidak ada yang tersisa untuk dikembangbiakan.
"Hal-hal seperti ini, kalau dibiarkan mau jadi apa bangsa ini, terutama masa depan bangsa, ketika sumber daya alam lain semakin habis, apa akan kita biarkan laut kita ikut habis," katanya.
Menurutnya, kebijakan pembatasan penggunaan alat tangkap, dikritisi oleh akademisi yang mengatakan kalau ikan memiliki umur pendek sehingga jika tidak ditangkap akan mati sia-sia.
"Kalau sudah banyak yang kita tangkap, Filiphina dan Vietnam tidak perlu ke Indonesia, tunggu saja ikannya ada disana," katanya.
Susi mengklaim, jika kebijakan yang telah dijalankan KKP berdampak baik dengan peningkatan PDB sektor perikanan naik sebesar 8,96 persen, dari sektor-sektor lainnya. NTM nelayan juga naik dari 102 menjadi 110.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016