Bogor (Antara Megapolitan) - Pengamat Perkotaan Yayat Supriatna mengatakan Kota Bogor yang memiliki struktur memusat sehingga semua pergerakan terpusat di satu titik merupakan kendala utama penataan transportasi di kota itu.

"Ini menjadi salah satu kendala utama di Kota Bogor, semua pergerakan terpusat di pusat kota, sehingga semua mengarah pada satu titik tertentu," kata Yayat di Bogor, Selasa.

Ia menyebutkan persoalan transportasi di sejumlah kota berbeda-beda. Di Kota Bogor, struktur yang memusat menyebabkan semua pergerakan terpusat di satu titik dan menyebabkan bangkitan arus di pusat kota.

Hal ini juga diakui Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto. Kondisi tersebut menjadi pangkal utama persoalan di daerahnya.

"Ini pangkal utama persoalan, pusat kota di sini, pusat wisata, pusat bisnis, pusat sekolah dan perguruan tinggi, semua terpusat pada satu titik di seputar Kebun Raya dan Istana Bogor," kata Bima.

Menurut Bima, perlu ada moratorium pembangunan pusat kota dengan menyebar pembangunan ke wilayah pinggiran, menggeser pusat bisnis ke pinggiran kota dengan revisi rencana tata ruang wilayah (RTRW).

"Kami sudah redistribusi fungsi wilayah, membagi kota ke wilayah pinggiran," katanya.

Yayat Supriatna melanjutkan persoalan lanin Kota Bogor adalah kota itu dilintasi jalur kereta api Jabodetabek yang beberapa persimpangannya belum memiliki jalan layang (fly over) atau jalan terowongan (underpass). Dengan pola persimpangan seperti sekarang, setiap tujuh menit ada perjalanan kereta yang berdampak kepada arus lalu lintas.

"Pemkot Bogor sudah berupaya, akan dibangun jalan layang di sejumlah perlintasan kereta, tahun ini di Jl RE Martadhinata, dan menyusul di MA Salmun serta Kebon Pedes," katanya.

Menurut Yayat, penataan transprotasi Kota Bogor telah terkonsep dalam B-TOP atau Bogor Transprotasi, yang akan mengintegrasikan simpul barat dan utara agar bisa terintegrasi, sehingga pergerakan lalu lintas menjadi lebih lancar.

"Struktur kota yang terpusat inilah yang menjadi masalah Kota Bogor," katanya.

Pakar tata kota tersebut menambahkan, B-TOP Kota Bogor sudah terintegrasi dengan RTRW dan transportasi, sehingga persoalan terpusat bisa diatasi. Hanya saja dalam pengembangan memerlukan proses.

"Dan proses itu tidak mudah seperti membalikkan telapak tangan," katanya.

Sebagai contoh, lanjutnya, dalam B-TOP ada sistem satu arah yang sudah diterapkan Kota Bogor sejak April, hal tersebut dilakukan agar sistem trasnprotasi di pusat kota dapat terus bergerak.

Belum lagi titik kumpul masyarakat yang menggunakan kerata api, yang menambah kebangkitan arus lalu lintas di seputar stasiun.

"Upaya pembenahan ini memerlukan dukungan pemerintah pusat, mendorong agar penataan angkutan umumnya," katanya.

Terkait survei Waze yang menempatkan Kota Bogor sebagai kota kedua pengalaman terburuk berkendaraan setelah Cebu, Filipina dengan indeks 2,1 dari 185 kota di dunia.

Menurut Yayat, dalam membuat survei ada dua model yakni sistem aplikasi dan sistem layanan transportasi.

"Bogor macet pada jam-jam tertentu, terutama di pusat kota, ada jam-jam dimana arus lalu lintas tidak terlalu padat," katanya.


Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016