Indonesia mulai bertransisi dari fase darurat kesehatan akibat COVID-19 dengan menjalankan sistem mitigasi jangka panjang setelah penularan penyakit tersebut terkendali.
"Pencabutan status kedaruratan global berarti bertransisi dari fase darurat ke fase yang tidak darurat. Masyarakat global harus siap hidup berdampingan dengan COVID-19," kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Mohammad Syahril di Jakarta, Selasa.
Dalam konferensi pers mengenai perkembangan penanggulangan COVID-19 di Indonesia yang diikuti via daring, dia menjelaskan, pencabutan status darurat kesehatan global tidak berarti bahwa COVID-19 tidak lagi menjadi ancaman kesehatan karena virus corona penyebab penyakit itu bisa tetap ada di tengah masyarakat dalam waktu lama.
Baca juga: Meski status darurat pandemi COVID-19 telah berakhir, masyarakat diimbau tetap waspada
Ia mengatakan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 5 Mei 2023 mencabut status darurat kesehatan global berdasarkan parameter global yang menunjukkan penurunan kasus kematian akibat COVID-19, jumlah pasien COVID-19 di rumah sakit dan instalasi perawatan intensif, serta tingkat kekebalan tubuh warga.
Setelah pencabutan status kedaruratan kesehatan global akibat COVID-19, Pemerintah Indonesia menjalankan sistem mitigasi jangka panjang yang mengintegrasikan upaya pencegahan dan pengendalian dalam program kesehatan rutin, baik yang berkenaan dengan surveilans maupun vaksinasi.
Syahril menyampaikan bahwa WHO telah menetapkan penguatan pada 10 pilar respons di setiap negara.
Baca juga: WHO umumkan akhiri status darurat kesehatan global COVID-19 pada Jumat
Pilar respons yang dimaksud mencakup koordinasi perencanaan pembiayaan, komunikasi risiko dan pemberdayaan masyarakat, surveilans, pengawasan pintu masuk internasional, penguatan laboratorium dan diagnosis untuk pengendalian dan pencegahan infeksi, manajemen kasus dan pengobatan, logistik, penguatan pelayanan kesehatan esensial, serta vaksin, riset, dan kebijakan.
WHO juga merekomendasikan setiap negara meningkatkan kapasitas nasional untuk menghadapi pandemi atau epidemi pada masa mendatang.
"Artinya, bisa terjadi pandemi yang baru," kata Syahril, yang juga menjabat sebagai Direktur Utama RSPI Sulianti Saroso Jakarta.
Baca juga: Sri Mulyani: Tiga tahun usai pandemi COVID-19 dunia sedang tidak baik-baik saja
Selain itu, WHO menyarankan pengintegrasian pelaksanaan vaksinasi COVID-19 ke dalam program kesehatan rutin nasional serta peningkatan surveilans penyakit saluran pernapasan.
"Indonesia juga diminta menyiapkan kebijakan nasional jangka panjang untuk segala intervensi kesehatan, baik itu obat-obatan, vaksinasi, alat diagnostik, dan sebagainya. Harus dipastikan ketersediaannya," kata Syahril.
Setiap negara, ia melanjutkan, juga direkomendasikan untuk memperkuat penelitian mengenai COVID-19 untuk menyiapkan program pencegahan di masa depan.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
"Pencabutan status kedaruratan global berarti bertransisi dari fase darurat ke fase yang tidak darurat. Masyarakat global harus siap hidup berdampingan dengan COVID-19," kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Mohammad Syahril di Jakarta, Selasa.
Dalam konferensi pers mengenai perkembangan penanggulangan COVID-19 di Indonesia yang diikuti via daring, dia menjelaskan, pencabutan status darurat kesehatan global tidak berarti bahwa COVID-19 tidak lagi menjadi ancaman kesehatan karena virus corona penyebab penyakit itu bisa tetap ada di tengah masyarakat dalam waktu lama.
Baca juga: Meski status darurat pandemi COVID-19 telah berakhir, masyarakat diimbau tetap waspada
Ia mengatakan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 5 Mei 2023 mencabut status darurat kesehatan global berdasarkan parameter global yang menunjukkan penurunan kasus kematian akibat COVID-19, jumlah pasien COVID-19 di rumah sakit dan instalasi perawatan intensif, serta tingkat kekebalan tubuh warga.
Setelah pencabutan status kedaruratan kesehatan global akibat COVID-19, Pemerintah Indonesia menjalankan sistem mitigasi jangka panjang yang mengintegrasikan upaya pencegahan dan pengendalian dalam program kesehatan rutin, baik yang berkenaan dengan surveilans maupun vaksinasi.
Syahril menyampaikan bahwa WHO telah menetapkan penguatan pada 10 pilar respons di setiap negara.
Baca juga: WHO umumkan akhiri status darurat kesehatan global COVID-19 pada Jumat
Pilar respons yang dimaksud mencakup koordinasi perencanaan pembiayaan, komunikasi risiko dan pemberdayaan masyarakat, surveilans, pengawasan pintu masuk internasional, penguatan laboratorium dan diagnosis untuk pengendalian dan pencegahan infeksi, manajemen kasus dan pengobatan, logistik, penguatan pelayanan kesehatan esensial, serta vaksin, riset, dan kebijakan.
WHO juga merekomendasikan setiap negara meningkatkan kapasitas nasional untuk menghadapi pandemi atau epidemi pada masa mendatang.
"Artinya, bisa terjadi pandemi yang baru," kata Syahril, yang juga menjabat sebagai Direktur Utama RSPI Sulianti Saroso Jakarta.
Baca juga: Sri Mulyani: Tiga tahun usai pandemi COVID-19 dunia sedang tidak baik-baik saja
Selain itu, WHO menyarankan pengintegrasian pelaksanaan vaksinasi COVID-19 ke dalam program kesehatan rutin nasional serta peningkatan surveilans penyakit saluran pernapasan.
"Indonesia juga diminta menyiapkan kebijakan nasional jangka panjang untuk segala intervensi kesehatan, baik itu obat-obatan, vaksinasi, alat diagnostik, dan sebagainya. Harus dipastikan ketersediaannya," kata Syahril.
Setiap negara, ia melanjutkan, juga direkomendasikan untuk memperkuat penelitian mengenai COVID-19 untuk menyiapkan program pencegahan di masa depan.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023