Menyambat Hari Buruh Internasional 1 Mei 2023, Badan Buruh dan Pekerja Pemuda Pancasila (B2P3) mendesak para elite bangsa, baik yang berkuasa maupun tidak, untuk menyelamatkan masa depan bangsa dengan bersama-sama mencabut UU Omnibus Law.
"Sudah jelas UU Omnibus Law tidak menguntungkan untuk mengurangi pengangguran, meningkatkan kesejahteraan buruh, dan mengurangi kemiskinan," kata Ketua Umum B2P3
Jamaludin Suryohadikusumo, di Jakarta, Senin 1 Mei 2023.
Jamal mengutip data BPS Agustus 2022 yang menunjukkan angka pengangguran mencapai 5,86% atau 8,42 juta, atau naik dibanding Februari 2022 sebanyak 8,40 juta.
Sementara jumlah karyawan yang terkena PHK menurut Apindo pada 2022 mencapai 1 juta orang, atau sama dengan tahun lalu.
Ia juga mengutip jumlah orang miskin versi BPS yang mencapai 26,36 juta orang pada September 2022, meningkat 0,20 juta orang dibanding Februari 2022.
"Ini artinya masalah ketenagakerjaan dan kemiskinan sudah sangat membahayakan sehingga diperlukan tindakan luar biasa untuk menyelamatkan bangsa," ungkap Jamal.
Bukan Solusi
Menurut Ketua Umum B2P3 Jamaludin Suryahadikusuma, UU Omnibus Law yang semula diharapkan jadi obat paling mujarab mengatasi masalah ketenagakerjaan dan kemiskinan ternyata justru berbalik menjadi senjata terampuh menciptakan pengangguran dan karenanya menambah jumlah orang miskin.
"UU Omnibus Law ini justru membuat pengusaha gampang melakukan PHK, menahan laju pertumbuhan gaji buruh, dan tidak ada kewajiban menambah jumlah buruh," terang Jamal.
Ia juga tidak melihat investasi, khususnya manufaktur, bertumbuh karena UU Omnibus Law. Yang terjadi justru relokasi ke negara lain, atau melakukan PHK besar-besaran bagi yang tidak sanggup bertahan.
Menurut Jamal, investasi yang tumbuh itu dalam bentuk virtual, dalam bentuk portofolio sehingga tidak berdampak dalam mengurangi pengangguran, apalagi mengurangi jumlah orang miskin.
Karena itu, Jamal mendesak pemerintah berpikir jernih, dengan mencabut kembali UU Omnibus Law setidaknya untuk menahan tingkat PHK dan orang-orang yang ekonominya terjun bebas karena jadi korban PHK.
Ia juga menyoroti lambannya proses pengesahan UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) di DPR. Padahal UU ini bisa menjadi salah satu jalan mengatasi tingginya kasus kekerasan terhadap PRT di dalam negeri dan bisa sebagai alat bargaining position terhadap perlindungan pekerja migran sektor PRT di luar negeri.
Kita juga mendorong akses pembiayaan bagi calon Pekerja Migran Indonesia agar bisa bekerja di luar negeri, kita berharap bisa menjadi alternatif pilihan tatkala sempitnya lapangan kerja di dalam negeri dan semoga penempatan PMI ke luar negeri bisa di jadikan sebagai program strategis nasional.
Diakui Ketua B2P3 itu sulit mengharapkan pemerintah berubah sikap terkait UU Omnibus Law, termasuk mempercepat pembahasan UU Perlindungan PRT. Untuk itu ia mengajak seluruhh elit bangsa bersatu padu melakukan langkah bijak mendesak pemerintah dan DPR mencabut UU Omnibus Law demi menyelamatkan masa depan bangsa.
"Please semua elit bangsa, ayo berpikir jernih selamatkan masa depan bangsa, dengan melakukan langkah apapun untuk mencabut UU Omnibus," kata Jamal, seraya menambahkan pentingnya pengesahan UU Perlindungan PRT.*
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
"Sudah jelas UU Omnibus Law tidak menguntungkan untuk mengurangi pengangguran, meningkatkan kesejahteraan buruh, dan mengurangi kemiskinan," kata Ketua Umum B2P3
Jamaludin Suryohadikusumo, di Jakarta, Senin 1 Mei 2023.
Jamal mengutip data BPS Agustus 2022 yang menunjukkan angka pengangguran mencapai 5,86% atau 8,42 juta, atau naik dibanding Februari 2022 sebanyak 8,40 juta.
Sementara jumlah karyawan yang terkena PHK menurut Apindo pada 2022 mencapai 1 juta orang, atau sama dengan tahun lalu.
Ia juga mengutip jumlah orang miskin versi BPS yang mencapai 26,36 juta orang pada September 2022, meningkat 0,20 juta orang dibanding Februari 2022.
"Ini artinya masalah ketenagakerjaan dan kemiskinan sudah sangat membahayakan sehingga diperlukan tindakan luar biasa untuk menyelamatkan bangsa," ungkap Jamal.
Bukan Solusi
Menurut Ketua Umum B2P3 Jamaludin Suryahadikusuma, UU Omnibus Law yang semula diharapkan jadi obat paling mujarab mengatasi masalah ketenagakerjaan dan kemiskinan ternyata justru berbalik menjadi senjata terampuh menciptakan pengangguran dan karenanya menambah jumlah orang miskin.
"UU Omnibus Law ini justru membuat pengusaha gampang melakukan PHK, menahan laju pertumbuhan gaji buruh, dan tidak ada kewajiban menambah jumlah buruh," terang Jamal.
Ia juga tidak melihat investasi, khususnya manufaktur, bertumbuh karena UU Omnibus Law. Yang terjadi justru relokasi ke negara lain, atau melakukan PHK besar-besaran bagi yang tidak sanggup bertahan.
Menurut Jamal, investasi yang tumbuh itu dalam bentuk virtual, dalam bentuk portofolio sehingga tidak berdampak dalam mengurangi pengangguran, apalagi mengurangi jumlah orang miskin.
Karena itu, Jamal mendesak pemerintah berpikir jernih, dengan mencabut kembali UU Omnibus Law setidaknya untuk menahan tingkat PHK dan orang-orang yang ekonominya terjun bebas karena jadi korban PHK.
Ia juga menyoroti lambannya proses pengesahan UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) di DPR. Padahal UU ini bisa menjadi salah satu jalan mengatasi tingginya kasus kekerasan terhadap PRT di dalam negeri dan bisa sebagai alat bargaining position terhadap perlindungan pekerja migran sektor PRT di luar negeri.
Kita juga mendorong akses pembiayaan bagi calon Pekerja Migran Indonesia agar bisa bekerja di luar negeri, kita berharap bisa menjadi alternatif pilihan tatkala sempitnya lapangan kerja di dalam negeri dan semoga penempatan PMI ke luar negeri bisa di jadikan sebagai program strategis nasional.
Diakui Ketua B2P3 itu sulit mengharapkan pemerintah berubah sikap terkait UU Omnibus Law, termasuk mempercepat pembahasan UU Perlindungan PRT. Untuk itu ia mengajak seluruhh elit bangsa bersatu padu melakukan langkah bijak mendesak pemerintah dan DPR mencabut UU Omnibus Law demi menyelamatkan masa depan bangsa.
"Please semua elit bangsa, ayo berpikir jernih selamatkan masa depan bangsa, dengan melakukan langkah apapun untuk mencabut UU Omnibus," kata Jamal, seraya menambahkan pentingnya pengesahan UU Perlindungan PRT.*
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023