Usai shalat Subuh, di luar pintu Nomor 6 Masjid Nabawi, Madinah, berkerumun para sopir taksi menawarkan jasa kepada jamaah umrah untuk berkunjung ke Masjid Quba.
Jarak antara Masjid Nabawi dan Quba sesungguhnya dekat, sekitar lima kilometer. Para sopir menawarkan jasa pengantaran dengan harga 10 Riyal per orang.
Ongkos jasa taksi 10 Riyal Arab Saudi itu jika dihitung dengan Rupiah memang masih tergolong mahal, sekitar Rp42 ribu. Beberapa orang akan memilih jalan kaki ke Masjid Quba. Alasannya, berhemat.
Masjid Quba, Madinah, memiliki nilai yang lekat dengan sejarah peradaban Islam. Sama dengan masjid-masjid bersejarah lain yang ada di Mekkah dan Palestina.
Quba adalah masjid pertama yang dibangun Rasulullah SAW, tepatnya, 8 Rabiul Awal 1 Hijriyah. Lokasinya di sebelah tenggara Kota Madinah. Dulu, masjid ini dibangun dengan bahan yang sangat sederhana. Waktu berjalan, renovasi bangunan dan perluasan masjid banyak dilakukan Kerajaan Arab Saudi.
Buku Sejarah Madinah Munawwarah"" karya Dr Muhammad Ilyas Abdul Ghani menyebutkan masjid ini direnovasi besar-besaran pada 1986. Pemerintah Kerajaaan Arab Saudi mengeluarkan dana hingga 90 juta Riyal Saudi untuk memperluas masjid ini untuk bisa menampung 20 ribu jamaah.
Quba awalnya hanya terdiri atas hamparan kebun kurma. Kemudian, dikumpulkanlah batu-batu dan disusun menjadi masjid. Rasulullah SAW meletakkan batu pertama tepat di kiblatnya dan ikut menyusun batu-batu hingga bisa menjadi pondasi dan dinding masjid.
Rasullullah SAW dibantu para sahabat dan kaum Muslim. Ammar menjadi pengikut Rasulullah yang paling rajin dalam membangun masjid ini. Ammar mengikatkan batu itu ke perutnya sendiri dan membawanya untuk dijadikan bahan bangunan masjid. Ammar dikisahkan sebagai prajurit perkasa. Dia mati syahid di usia 92 tahun.
Data yang diperoleh, luas kebun kurma yang dijadikan areal masjid kala itu 5.000 meter persegi dan masjidnya sekitar 1.200 meter persegi. Rasulullah SAW mengonsep desainnya.
Dulu, ruangan ini bertiang pohon kurma, beratap datar dari pelepah, dan daun kurma yang dicampur dengan tanah liat. Di tengah ruang terbuka dalam masjid yang kemudian biasa disebut sahn terdapat sebuah sumur tempat wudhu.
Al Ikhlas
Di Masjid Quba, penulis mendapat pelajaran berharga mengenai Surat Al Ikhlas dalam Al Quran. Imam di Masjid Quba selalu membaca Surat Al-Ikhlas ketika memimpi shalat berjamaah di masjid itu.
Pada 15 abad silam, Nabi Muhammad SAW menunjuk seseorang menjadi imam tetap (Anshar) untuk Masjid Quba.
Imam ini selalu membaca Surat Al-Ikhlas di setiap shala. Jamaah makmum protes. Imam masjid ini kemudian menyatakan akan mundur jika jamaahnya memaksa dia meninggalkan bacaan Surat Al-Ikhlas.
Ada jamaah mengadukan kepada Rasulullah SAW dengan dalih ibadah yang berbeda dan tidak dicontohkan oleh Rasul SAW.
Rasulullah SAW memanggil imam masjid itu. Ia ditanyai kenapa selalu membaca Surat Al-Ikhlas di setiap shalatnya, sedangkan jamaah memprotesnya karena tidak sama dengan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Apa jawaban imam itu. Dia selalu membaca Surat Al-Ikhlas dalam shalatnya tak bermaksud apa-apa, melainkan hanya tidak ingin berpisah dari salah satu kalimat di dalam surat itu yang berbunyi "Qull huwallahu ahad", yang artinya "Katakanlah : Dia-lah Allah yang Maha Esa".
Dan Rasulullah SAW yang bijaksana tidak memarahi atau menyalahkan imam ini, padahal imam ini beribadah berbeda karena selalu membaca Surat Al-Ikhlas, bahkan Rasul SAW bersabda, "Cintanya kepada Surat Al Ikhlas membuatnya masuk ke dalam surga-Nya Allah".
Achmad Chodjim, penulis buku Surat Al-Ikhlas, menuliskan pula soal kisah itu.
Al-Ikhlas adalah surat ke-112 dalam Kitab Suci Al-Quran. Meski ditempatkan di bagian akhir kitab, Al-Ikhlas diturunkan di awal kenabian.
Ini surah yang diturunkan di Mekkah, bukan Madinah. Al-Ikhlas dapat juga disebut sebagai Surat Tauhid lantaran berisi ajaran untuk memurnikan kepercayaan manusia kepada Tuhan.
Jika dicermati turunnya surat ini, erat kaitannya dengan masyarakat musyrik di Mekkah. Kala itu masyarakat setempat bertanya kepada Nabi Muhammad tentang sifat Tuhan yang dipercayai Nabi.
Saat itu masyarakat musyrik bangga dengan kepercayaan kepada Tuhan memiliki banyak anak. Dan, anak-anak Tuhan itu adalah para malaikat, sebagaimana direkam dalam Alquran Al-Shaffat [37]: 149 - 151, sebagai berikut, "Tanyakanlah kepada mereka, apakah untuk Tuhan dikau anak-anak perempuan dan untuk mereka laki-laki. Atau, apakah Kami menciptakan malaikat-malaikat sebagai perempuan, dan mereka menyaksikan? Ketahuilah bahwa mereka itu sesungguhnya bohong dengan mengatakan 'Allah mempunyai anak'. Dan, sesungguhnya mereka itu benar-benar berdusta."
Jika kita berpegang pada ayat tersebut, jelas Surat Al-Ikhlas merupakan jawaban pertanyaan orang musyrik di Mekkah.
Surat Al-Ikhlas tidak dimaksudkan untuk menghantam kepercayaan Kristen dan Yahudi. Surat ini diwahyukan di Mekkah sebelum pengikut Nabi Muhammad hijrah ke Etiopia.
Meski surat itu diwahyukan kepada Nabi, hubungan orang-orang Islam dan Kristen amat baik. Tak ada konflik. Bahkan, Nabi dan pengikutnya berdoa agar Romawi yang Kristen dimenangkan atas Persia yang Majusi.
Seandainya surat ini ditujukan untuk menghantam orang Kristen, apa yang terjadi? Tentu Nabi tak akan memerintahkan pengikutnya untuk hijrah ke Etiopia yang rajanya beragama Kristen.
Lantas, mengapa sang imam Masjid Quba kerap membaca Surat Al-Ikhlas? Hal itu dilakukan karena kecintaannya terhadap surat ini. Ya, kecintaan yang diyakini dapat menghantarkannya masuk surga.
Imam Masjid Quba tak bosan membaca Al-Ikhlas bukan lantaran surat ini pendek, terdiri dari empat ayat:
"Qul huwallahu ahad, Katakanlah (Muhammad), Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allahus-shamad, Allah tempat meminta segala sesuatu. Lam yalid wa lam yuulad, (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Wa lam yakul lahuu kufuwan ahad, Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia."
*) Edy Supriatna Syafei adalah wartawan senior, pernah bertugas sebagai jurnalis di LKBN ANTARA hingga menjalani masa pensiun
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
Jarak antara Masjid Nabawi dan Quba sesungguhnya dekat, sekitar lima kilometer. Para sopir menawarkan jasa pengantaran dengan harga 10 Riyal per orang.
Ongkos jasa taksi 10 Riyal Arab Saudi itu jika dihitung dengan Rupiah memang masih tergolong mahal, sekitar Rp42 ribu. Beberapa orang akan memilih jalan kaki ke Masjid Quba. Alasannya, berhemat.
Masjid Quba, Madinah, memiliki nilai yang lekat dengan sejarah peradaban Islam. Sama dengan masjid-masjid bersejarah lain yang ada di Mekkah dan Palestina.
Quba adalah masjid pertama yang dibangun Rasulullah SAW, tepatnya, 8 Rabiul Awal 1 Hijriyah. Lokasinya di sebelah tenggara Kota Madinah. Dulu, masjid ini dibangun dengan bahan yang sangat sederhana. Waktu berjalan, renovasi bangunan dan perluasan masjid banyak dilakukan Kerajaan Arab Saudi.
Buku Sejarah Madinah Munawwarah"" karya Dr Muhammad Ilyas Abdul Ghani menyebutkan masjid ini direnovasi besar-besaran pada 1986. Pemerintah Kerajaaan Arab Saudi mengeluarkan dana hingga 90 juta Riyal Saudi untuk memperluas masjid ini untuk bisa menampung 20 ribu jamaah.
Quba awalnya hanya terdiri atas hamparan kebun kurma. Kemudian, dikumpulkanlah batu-batu dan disusun menjadi masjid. Rasulullah SAW meletakkan batu pertama tepat di kiblatnya dan ikut menyusun batu-batu hingga bisa menjadi pondasi dan dinding masjid.
Rasullullah SAW dibantu para sahabat dan kaum Muslim. Ammar menjadi pengikut Rasulullah yang paling rajin dalam membangun masjid ini. Ammar mengikatkan batu itu ke perutnya sendiri dan membawanya untuk dijadikan bahan bangunan masjid. Ammar dikisahkan sebagai prajurit perkasa. Dia mati syahid di usia 92 tahun.
Data yang diperoleh, luas kebun kurma yang dijadikan areal masjid kala itu 5.000 meter persegi dan masjidnya sekitar 1.200 meter persegi. Rasulullah SAW mengonsep desainnya.
Dulu, ruangan ini bertiang pohon kurma, beratap datar dari pelepah, dan daun kurma yang dicampur dengan tanah liat. Di tengah ruang terbuka dalam masjid yang kemudian biasa disebut sahn terdapat sebuah sumur tempat wudhu.
Al Ikhlas
Di Masjid Quba, penulis mendapat pelajaran berharga mengenai Surat Al Ikhlas dalam Al Quran. Imam di Masjid Quba selalu membaca Surat Al-Ikhlas ketika memimpi shalat berjamaah di masjid itu.
Pada 15 abad silam, Nabi Muhammad SAW menunjuk seseorang menjadi imam tetap (Anshar) untuk Masjid Quba.
Imam ini selalu membaca Surat Al-Ikhlas di setiap shala. Jamaah makmum protes. Imam masjid ini kemudian menyatakan akan mundur jika jamaahnya memaksa dia meninggalkan bacaan Surat Al-Ikhlas.
Ada jamaah mengadukan kepada Rasulullah SAW dengan dalih ibadah yang berbeda dan tidak dicontohkan oleh Rasul SAW.
Rasulullah SAW memanggil imam masjid itu. Ia ditanyai kenapa selalu membaca Surat Al-Ikhlas di setiap shalatnya, sedangkan jamaah memprotesnya karena tidak sama dengan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Apa jawaban imam itu. Dia selalu membaca Surat Al-Ikhlas dalam shalatnya tak bermaksud apa-apa, melainkan hanya tidak ingin berpisah dari salah satu kalimat di dalam surat itu yang berbunyi "Qull huwallahu ahad", yang artinya "Katakanlah : Dia-lah Allah yang Maha Esa".
Dan Rasulullah SAW yang bijaksana tidak memarahi atau menyalahkan imam ini, padahal imam ini beribadah berbeda karena selalu membaca Surat Al-Ikhlas, bahkan Rasul SAW bersabda, "Cintanya kepada Surat Al Ikhlas membuatnya masuk ke dalam surga-Nya Allah".
Achmad Chodjim, penulis buku Surat Al-Ikhlas, menuliskan pula soal kisah itu.
Al-Ikhlas adalah surat ke-112 dalam Kitab Suci Al-Quran. Meski ditempatkan di bagian akhir kitab, Al-Ikhlas diturunkan di awal kenabian.
Ini surah yang diturunkan di Mekkah, bukan Madinah. Al-Ikhlas dapat juga disebut sebagai Surat Tauhid lantaran berisi ajaran untuk memurnikan kepercayaan manusia kepada Tuhan.
Jika dicermati turunnya surat ini, erat kaitannya dengan masyarakat musyrik di Mekkah. Kala itu masyarakat setempat bertanya kepada Nabi Muhammad tentang sifat Tuhan yang dipercayai Nabi.
Saat itu masyarakat musyrik bangga dengan kepercayaan kepada Tuhan memiliki banyak anak. Dan, anak-anak Tuhan itu adalah para malaikat, sebagaimana direkam dalam Alquran Al-Shaffat [37]: 149 - 151, sebagai berikut, "Tanyakanlah kepada mereka, apakah untuk Tuhan dikau anak-anak perempuan dan untuk mereka laki-laki. Atau, apakah Kami menciptakan malaikat-malaikat sebagai perempuan, dan mereka menyaksikan? Ketahuilah bahwa mereka itu sesungguhnya bohong dengan mengatakan 'Allah mempunyai anak'. Dan, sesungguhnya mereka itu benar-benar berdusta."
Jika kita berpegang pada ayat tersebut, jelas Surat Al-Ikhlas merupakan jawaban pertanyaan orang musyrik di Mekkah.
Surat Al-Ikhlas tidak dimaksudkan untuk menghantam kepercayaan Kristen dan Yahudi. Surat ini diwahyukan di Mekkah sebelum pengikut Nabi Muhammad hijrah ke Etiopia.
Meski surat itu diwahyukan kepada Nabi, hubungan orang-orang Islam dan Kristen amat baik. Tak ada konflik. Bahkan, Nabi dan pengikutnya berdoa agar Romawi yang Kristen dimenangkan atas Persia yang Majusi.
Seandainya surat ini ditujukan untuk menghantam orang Kristen, apa yang terjadi? Tentu Nabi tak akan memerintahkan pengikutnya untuk hijrah ke Etiopia yang rajanya beragama Kristen.
Lantas, mengapa sang imam Masjid Quba kerap membaca Surat Al-Ikhlas? Hal itu dilakukan karena kecintaannya terhadap surat ini. Ya, kecintaan yang diyakini dapat menghantarkannya masuk surga.
Imam Masjid Quba tak bosan membaca Al-Ikhlas bukan lantaran surat ini pendek, terdiri dari empat ayat:
"Qul huwallahu ahad, Katakanlah (Muhammad), Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allahus-shamad, Allah tempat meminta segala sesuatu. Lam yalid wa lam yuulad, (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Wa lam yakul lahuu kufuwan ahad, Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia."
*) Edy Supriatna Syafei adalah wartawan senior, pernah bertugas sebagai jurnalis di LKBN ANTARA hingga menjalani masa pensiun
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023