Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) meluncurkan produk alat fiksasi untuk mempermudah pasien fraktur tulang pelvis dan tulang panjang di tungkai sebagai salah satu bentuk dari transformasi kesehatan pilar ketiga, yaitu transformasi sistem ketahanan kesehatan.
Wakil Menteri Kesehatan Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD, Ph.D dalam keterangannya, Kamis menyatakan rasa bangganya atas produk inovatif dari FKUI tersebut.
"Alat fiksasi Eksterna Periartikuler dan fiksasi Pelvis modifikasi C-Clamp oleh Prof. Dr. dr. Ismail Hadisoebroto Dilogo, Sp.OT(K) mudah-mudahan dapat mendorong penemuan-penemuan di bidang kedokteran yang lainnya di FKUI dan mengasah jiwa entrepreneurship di Indonesia. Semoga FKUI terus maju menjadi inovator, stimulator bagi penemuan di dunia kedokteran Indonesia," ujar Prof. Dante.
Inovasi tersebut dilakukan oleh guru besar Orthopaedi dan Traumatologi FKUI – Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Prof. Dr. dr. Ismail Hadisoebroto Dilogo, Sp.OT(K) beserta timnya adalah mengembangkan dua alat fiksasi yang dapat mempermudah penanganan pasien fraktur tulang pelvis dan fraktur pada tulang panjang di tungkai.
Baca juga: Mahasiswa FKUI raih Silver Medal kategori individu pada kompetisi SIMPIC 2023 di Thailand
Pada pasien dengan cedera fraktur pelvis dan fraktur pada tulang panjang di tungkai, dokter orthopaedi perlu mengoreksi kelainan bentuk tulang pasien dengan menggunakan alat bantu fiksasi. Alat pertama yang diluncurkan adalah fiksasi C-clamp modifikasi sistem UI-CM (Universitas Indonesia - Cipto Mangunkusumo).
Alat ini digunakan untuk fiksasi patah tulang pelvis bagian posterior yang sering menimbulkan kematian akibat kehilangan banyak darah dengan pemberian fiksasi dari dua buah paku kanan dan kiri di daerah tulang pelvis.
Alat dengan modifikasi model C-Clamp invensi Ganz yang selama ini umum digunakan, memiliki keterbatasan yaitu pemasangannya yang tidak praktis, ukurannya tidak bisa diatur sehingga sulit digunakan pada pasien dengan lingkar perut yang besar, serta harganya yang sangat mahal. Keunggulan invensi fiksasi C-clamp modifikasi sistem UI-CM adalah pemasangannya yang cepat dan manual tanpa membutuhkan alat bantu khusus. Selain itu, alat ini bersifat fleksibel karena ketinggian dan lebarnya dapat diatur sesuai bentuk atau ukuran badan pasien, dan harganya terjangkau.
Alat fiksasi kedua yang juga diluncurkan adalah Fiksasi Eksterna Periartikuler, yaitu alat bantu fiksasi yang digunakan untuk masalah patah tulang kompleks di tulang panjang dekat sendi dan rekonstruksi tulang panjang yang mengalami kelainan. Salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia adalah tingginya kasus neglected fracture (patah tulang yang tidak ditangani atau mendapat penanganan yang tidak sesuai) yang dapat berujung pada kecacatan.
Baca juga: Pakar gizi FKUI jelaskan beberapa hal penyebab obesitas
Hal ini terkait dengan tingkat pengetahuan yang rendah dan perawatan di dukun patah tulang. Selain itu, fiksasi ini juga dapat digunakan untuk kasus infeksi lutut yang diindikasikan. Invensi fiksasi Eksterna periartikuler ini juga mengatasi kelemahan-kelemahan beberapa alat fiksasi eksterna periartikuler yang telah ada sebelumnya.
Sehingga alat ini mampu fiksasi pada fraktur di dekat sendi (keterbatasan alat sebelumnya) dan dapat memberikan stabilitas yang lebih baik pada fraktur yang sangat kompleks. Alat fiksasi periartikuler ini telah didistribusikan dan digunakan pada pasien di beberapa kota yaitu Jakarta, Sampang, Pekalongan, dan Surakarta.
Inventor alat fiksasi, Prof. Dr. dr. Ismail Hadisoebroto Dilogo, Sp.OT(K) menjelaskan, trauma merupakan penyebab tertinggi ketiga kematian pada semua kelompok umur di dunia. Fraktur pelvis merupakan salah satu penyakit yang dapat terjadi akibat trauma dan merupakan cedera orthopaedi yang paling sering merenggut nyawa dengan angka kematian setinggi 6-35 persen.
C-Clamp ini berfungsi untuk mencegah kematian dengan menghentikan perdarahan di daerah pelvis. Alat ini dapat digunakan di seluruh pelosok Indonesia karena penggunaannya yang cepat dan mudah secara manual dengan tangan (tanpa alat bantu khusus), fleksibel dapat disesuaikan dengan ukuran badan pasien, dan harganya terjangkau.
Baca juga: Guru Besar FKUI: Perlu paradigma baru tangani epilepsi anak
Sedangkan fiksasi eksternal periartikuler ini adalah alat fiksasi fraktur pada ekstremitas, alat ini baik digunakan untuk terapi kasus fraktur terbuka yang kompleks, neglected fracture (fraktur yang terbengkalai) yang butuh rekonstruksi, pada keadaan tulang mengalami pemendekan atau pergeseran berat.
"Pada kasus lutut yang terinfeksi juga dapat digunakan sebagai alat arthrodesis (fusi sendi) agar lutut pasien tidak nyeri dan infeksinya hilang," jelas Prof. Ismail.
Sementara itu Dekan FKUI Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD-KGEH, MMB, mengatakan, selamat kepada Prof. Ismail yang telah berhasil mengembangkan produk inovasi fiksasi eksterna periartikuler dan pelvic C-clamp.
"Alhamdulillah produk inovasi ini sudah dihirilisasi dan mendapat izin edar," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
Wakil Menteri Kesehatan Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD, Ph.D dalam keterangannya, Kamis menyatakan rasa bangganya atas produk inovatif dari FKUI tersebut.
"Alat fiksasi Eksterna Periartikuler dan fiksasi Pelvis modifikasi C-Clamp oleh Prof. Dr. dr. Ismail Hadisoebroto Dilogo, Sp.OT(K) mudah-mudahan dapat mendorong penemuan-penemuan di bidang kedokteran yang lainnya di FKUI dan mengasah jiwa entrepreneurship di Indonesia. Semoga FKUI terus maju menjadi inovator, stimulator bagi penemuan di dunia kedokteran Indonesia," ujar Prof. Dante.
Inovasi tersebut dilakukan oleh guru besar Orthopaedi dan Traumatologi FKUI – Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Prof. Dr. dr. Ismail Hadisoebroto Dilogo, Sp.OT(K) beserta timnya adalah mengembangkan dua alat fiksasi yang dapat mempermudah penanganan pasien fraktur tulang pelvis dan fraktur pada tulang panjang di tungkai.
Baca juga: Mahasiswa FKUI raih Silver Medal kategori individu pada kompetisi SIMPIC 2023 di Thailand
Pada pasien dengan cedera fraktur pelvis dan fraktur pada tulang panjang di tungkai, dokter orthopaedi perlu mengoreksi kelainan bentuk tulang pasien dengan menggunakan alat bantu fiksasi. Alat pertama yang diluncurkan adalah fiksasi C-clamp modifikasi sistem UI-CM (Universitas Indonesia - Cipto Mangunkusumo).
Alat ini digunakan untuk fiksasi patah tulang pelvis bagian posterior yang sering menimbulkan kematian akibat kehilangan banyak darah dengan pemberian fiksasi dari dua buah paku kanan dan kiri di daerah tulang pelvis.
Alat dengan modifikasi model C-Clamp invensi Ganz yang selama ini umum digunakan, memiliki keterbatasan yaitu pemasangannya yang tidak praktis, ukurannya tidak bisa diatur sehingga sulit digunakan pada pasien dengan lingkar perut yang besar, serta harganya yang sangat mahal. Keunggulan invensi fiksasi C-clamp modifikasi sistem UI-CM adalah pemasangannya yang cepat dan manual tanpa membutuhkan alat bantu khusus. Selain itu, alat ini bersifat fleksibel karena ketinggian dan lebarnya dapat diatur sesuai bentuk atau ukuran badan pasien, dan harganya terjangkau.
Alat fiksasi kedua yang juga diluncurkan adalah Fiksasi Eksterna Periartikuler, yaitu alat bantu fiksasi yang digunakan untuk masalah patah tulang kompleks di tulang panjang dekat sendi dan rekonstruksi tulang panjang yang mengalami kelainan. Salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia adalah tingginya kasus neglected fracture (patah tulang yang tidak ditangani atau mendapat penanganan yang tidak sesuai) yang dapat berujung pada kecacatan.
Baca juga: Pakar gizi FKUI jelaskan beberapa hal penyebab obesitas
Hal ini terkait dengan tingkat pengetahuan yang rendah dan perawatan di dukun patah tulang. Selain itu, fiksasi ini juga dapat digunakan untuk kasus infeksi lutut yang diindikasikan. Invensi fiksasi Eksterna periartikuler ini juga mengatasi kelemahan-kelemahan beberapa alat fiksasi eksterna periartikuler yang telah ada sebelumnya.
Sehingga alat ini mampu fiksasi pada fraktur di dekat sendi (keterbatasan alat sebelumnya) dan dapat memberikan stabilitas yang lebih baik pada fraktur yang sangat kompleks. Alat fiksasi periartikuler ini telah didistribusikan dan digunakan pada pasien di beberapa kota yaitu Jakarta, Sampang, Pekalongan, dan Surakarta.
Inventor alat fiksasi, Prof. Dr. dr. Ismail Hadisoebroto Dilogo, Sp.OT(K) menjelaskan, trauma merupakan penyebab tertinggi ketiga kematian pada semua kelompok umur di dunia. Fraktur pelvis merupakan salah satu penyakit yang dapat terjadi akibat trauma dan merupakan cedera orthopaedi yang paling sering merenggut nyawa dengan angka kematian setinggi 6-35 persen.
C-Clamp ini berfungsi untuk mencegah kematian dengan menghentikan perdarahan di daerah pelvis. Alat ini dapat digunakan di seluruh pelosok Indonesia karena penggunaannya yang cepat dan mudah secara manual dengan tangan (tanpa alat bantu khusus), fleksibel dapat disesuaikan dengan ukuran badan pasien, dan harganya terjangkau.
Baca juga: Guru Besar FKUI: Perlu paradigma baru tangani epilepsi anak
Sedangkan fiksasi eksternal periartikuler ini adalah alat fiksasi fraktur pada ekstremitas, alat ini baik digunakan untuk terapi kasus fraktur terbuka yang kompleks, neglected fracture (fraktur yang terbengkalai) yang butuh rekonstruksi, pada keadaan tulang mengalami pemendekan atau pergeseran berat.
"Pada kasus lutut yang terinfeksi juga dapat digunakan sebagai alat arthrodesis (fusi sendi) agar lutut pasien tidak nyeri dan infeksinya hilang," jelas Prof. Ismail.
Sementara itu Dekan FKUI Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD-KGEH, MMB, mengatakan, selamat kepada Prof. Ismail yang telah berhasil mengembangkan produk inovasi fiksasi eksterna periartikuler dan pelvic C-clamp.
"Alhamdulillah produk inovasi ini sudah dihirilisasi dan mendapat izin edar," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023