Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi meminta pemerintah menyelesaikan persoalan patok perusahaan tambang di area pemukiman warga Desa Kota Niur, Kecamatan Taba Penanjung, Bengkulu.

"Persoalan warga dengan PT Kusuma Raya Utama terkait patok tambang yang dipasang di kawasan permukiman itu harus diselesaikan," kata Dedi, melalui sambungan telepon, di Purwakarta, Sabtu.

Ia menyampaikan warga khawatir patok tersebut akan melumpuhkan perekonomian dan kehidupan mereka, terlebih tambang itu berada di kawasan Taman Hutan Buru.

Sementara sejak dulu hingga saat ini, pengajuan izin yang disampaikan masyarakat untuk memanfaatkan kawasan hutan justru tidak pernah terealisasi.

“Ini problem yang terjadi di mana-mana, bukan hanya di sini. Problemnya orang sini turun temurun tidak punya satu jengkal tanah pun, sementara perusahaan tiba-tiba datang kuasai ribuan hektare," katanya.

Warga mengadu selama ini mereka selalu kalah dengan para pengusaha untuk mendapatkan izin sebab warga tidak memiliki akses politik, berbeda dengan para pengusaha.

Baca juga: Pertambangan pasir yang ditutup Dedi Mulyadi kini jadi kawasan wisata

Untuk itu, Dedi mengaku dirinya bersama Komisi IV DPR RI tak bisa tawar menawar soal lingkungan hidup, apalagi hutan.

Salah satu yang diperjuangkannya adalah warga yang tinggal di kawasan hutan harus mendapat perhatian dan kucuran dana lebih besar dari pemerintah pusat.

Jika hal tersebut tak dilakukan, maka semakin lama tidak ada lagi warga yang mau tinggal dan mengurus hutan karena minimnya perputaran ekonomi.

“Kalau ini berkembang di seluruh birokrat dan politisi maka tumbuh kehancuran Indonesia. tidak perlu waktu lama dalam 20 tahun ke depan hutan habis, penambangan di mana-mana, rakyat miskin tidak punya tanah,” kata dia.

Terkait tambang, mantan Bupati Purwakarta itu meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membuka data kegiatan penambangan yang meresahkan warga.

Menurut dia, keluhan warga akan menjadi prioritas dalam pembasan bersama Menteri KLHK. Tujuannya ialah, jangan sampai kawasan hutan dikuasai oleh swasta dalam bentuk tambang dan perkebunan.

Baca juga: Wagub: Pemprov Jabar segera bentuk satgas awasi aktivitas tambang

Sementara setelah dicek, ternyata  PT Kusuma Raya Utama telah mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) di hutan produksi sejak tahun 2022. Sehingga pemasangan patok atau tapal batas diizinkan.

“Itu dipatok di tengah perkampungan, kok KLHK memberikan itu ke pertambangan. Pertanyaan saya duluan kampung atau tambang? Kalau duluan kampungnya kenapa orang kampung minta izin tinggal gak dikasih-kasih, orang tambang dikasih,” katanya.

Untuk memastikan patok tersebut, Dedi beserta rombongan Komisi IV meninjau langsung ke lokasi. Ternyata patok yang berada di tengah pemukiman tersebut telah dicabut karena diprotes oleh warga. Namun semua telah terdokumentasikan sesuai titik koordinat patok.

Setelah dilakukan pengecekan, ternyata perusahaan telah menyalahi aturan dari izin IPPKH seluas 45 hektare.

Patok yang berada di pemukiman warga tidak masuk dalam izin yang diberikan.

“Sekarang bukti ada, tinggal diproses oleh Dirjen Gakkum karena dia (perusahaan) mematok bukan di arealnya," katanya.

Baca juga: BRIN kembangkan inovasi teknologi alternatif pengolahan emas tanpa merkuri

Baca juga: Sekda Bogor nilai pengawasan aktivitas tambang masih lemah

Pewarta: M.Ali Khumaini

Editor : Budi Setiawanto


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023