Bogor (Antara Megapolitan) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tengah mengembangkan penelitian untuk menunda proses pembusukan ubi kayu atau singkong setelah dipanen, agar produksi lebih optimal sehingga mendorong kesejahteraan petani.

Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati (IPH) LIPI Enny Sudarmonowati dalam forum diskusi singkong di Cibinong Science Center, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis menyebutkan, tantangan utama produksi singkong adalah tingginya tingkat kebusukan tanaman umbi-umbian tersebut.

"Nigeria sebagai negara produsen singkong terbesar pertama di dunia mengalami kehilangan 40 persen singkong pascapanen karena pembusukan," katanya.

Ia mengatakan, belum banyak negara yang meneliti cara mencegah pembusukan pada singkong atau kerusakan pascapanen yang disebabkan oleh "post-harvest physiological" (PPD). Upaya yang dilakukan selama ini oleh masyarakat dilakukan dengan cara sederhana.

"Seperti di Afrika, supaya tidak busuk, singkong yang mau dipanen dipotong dulu pucuknya," katanya.

Metode sederhana mencegah kerusakan atau pembusukan pada singkong juga dilakukan petani lokal Indonesia, dengan cara memotong-motong singkong lalu merendamnya di dalam air, atau menyimpannya dalam lemari pendingin. Upaya tersebut dapat menunda pembusukan sekitar lima hari.

Menurut Enny, pihaknya bekerjasama dengan ETH Zurich Swizerland untuk meneliti teknologi yang dapat mencegah kerusakan pada singkong pascapanen salah satunya menggunakan gen.

Ia mengatakan, penelitian sebelumnya telah dilakukan dengan menyeleksi ratusan klon ubi kayu di tanah air. Dari ratusan klon tersebut terdapat sekitar enak jenis ubi yang unggul.

"Upaya mencegah pembusukan atau kerusakan singkong pascapanen dilakukan dengan isolasi gen. Mengatur masa simpan singkong sampai 21 hari," katanya.

Metode ini, lanjutnya, dengan cara mencari gen yang menghambat pembusukan, lalu memperbanyaknya dengan enzim. Terdapat beberapa jenis enzim yang digunakan, setidaknya ada lima jenis salah satunya gen yang berhubungan dengan skopoletin (warna biru pada singkong).

"Melalui metode isolasi gen. Gen yang mempercepat pembusukan kita buang, dan enzim yang menghambat pembusukan kita perbanyak," katanya.

Enny optimistis, teknologi menghambat proses kerusakan pada singkong dapat mendukung upaya ketahanan pangan. Mengingat singkong merupakan pangan mengandung karbon yang dapat menggantikan beras, gandum, terigu, maupun kedelai.

Banyak riset (penelitian) yang telah dilakukan untuk meningkatkan produksi singkong, seperti menyeleksi ratusan jenis kelom singkong untuk mencari singkong unggul, melalui kultur jaringan, rekayasan genetika, molekular batang, maupun seleksi alam.

"Dari ratusan kelom ini, ada lima jenis ubi yang digolongkan peka, medium dan paling tahan. Melalui proses alam, kita dapat menunda pembusukan singkong pascapanen selama 21 hari," katanya.

Enny menambahkan, kerjasama penelitian yang dilakukan LIPI dan Swiss dapat menghasilkan teknologi yang dapat diaplikasikan secara sederhana kepada petani agar bisa diproduksi secara simultan.

"Tujuan kerjasama ini untuk menemukan solusi guna menghambat pembusukan PPD pada singkong pascapanen," katanya.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016