Presiden Joko Widodo akan mengeluarkan instruksi presiden (inpres) bagi 17 kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L) untuk mengerjakan rekomendasi Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat Masa Lalu (PPHAM).

"Dalam waktu dekat, presiden akan mengeluarkan inpres khusus untuk menugaskan kepada 17 kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian, plus koordinasi dengan lembaga independen di luar eksekutif untuk menyelesaikan seluruh rekomendasi Tim PPHAM ini," kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD di Kantor Presiden, Jakarta, Senin.

Sebelumnya, Rabu (11/1), Presiden Jokowi mengakui ada 12 kasus pelanggaran HAM berat terjadi di Tanah Air. Jokowi berjanji memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial.

Mahfud menambahkan dalam waktu dekat Jokowi akan berkunjung ke Aceh dan Talangsari, Lampung, serta mengumpulkan para korban pelanggaran HAM berat masa lalu di luar negeri, khususnya di Eropa timur.

Baca juga: Seknas wacanakan Pemerintah dapat selesaikan kasus pelanggaran HAM berat

"Di antaranya untuk ditunjukkan ke publik, mungkin dalam waktu dekat presiden akan berkunjung ke Aceh, Talangsari (Lampung); dan di luar negeri kami akan mengumpulkan korban-korban pelanggaran HAM berat di masa lalu karena mereka banyak sekali, terutama di Eropa timur, untuk memberi jaminan kepada mereka bahwa mereka adalah warga negara Indonesia dan mempunyai hak yang sama," jelas Mahfud.

Para WNI tersebut akan dikumpulkan di satu lokasi untuk mendapatkan penjelasan dan tugas itu menjadi tanggung jawab Mahfud MD selaku Menkopolhukam, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H. Laoly, serta Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi.

"Sehingga nanti pesannya juga ada di luar negeri dan tim ini tidak main-main," tambah Mahfud.

Terkait penyelesaian yudisial, Mahfud mengungkapkan Presiden Jokowi akan memberi perhatian penuh dan meminta Kejaksaan Agung berkoordinasi dengan Komisi Nasional (Komnas) HAM.

"Karena penyelesaian yudisial itu jalur sendiri, sedangkan ini penyelesaian jalur non-yudisial yang sifatnya lebih kemanusiaan. Tim PPHAM ini memperhatikan korban, sedangkan yang yudisial itu mencari pelakunya. Jadi, antara korban dan pelaku itu kami bedakan," jelasnya.

Baca juga: Komnas HAM pertimbangkan upaya lain jika RKUHP langgar prinsip HAM dan tetap disahkan

Dia mengatakan penyelesaian yudisial tetap akan dilaksanakan selama bukti-bukti dapat terkumpul.

"Selain inpres untuk membagi tugas kepada 17 kementerian dan lembaga non-kementerian, presiden juga akan membentuk satgas baru yang akan mengevaluasi dan mengendalikan pelaksanaan setiap rekomendasi ini. Semua masih dirancang, mungkin tidak akan lewat dari akhir Januari akan diumumkan Presiden," katanya.

Sementara itu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menjelaskan pihaknya bertugas agar lokasi-lokasi yang menjadi tempat kejadian pelanggaran HAM berat dapat dilakukan pembangunan atau perbaikan infrastruktur.

"Presiden minta ini kawasan-kawasan Aceh, yang dulu jadi lokasi pelanggaran HAM berat, apa yang perlu dibantu. Misalnya, saka jalannya, irigasinya, air bersihnya, dan lainnya; kemudian di Talangsari, apa saja. Jadi, yang bentuknya non-yudisial. Lalu, di Maluku. Nanti ada inpresnya ditujukan untuk 17 kementerian dan lembaga apa saja tugas masing-masing," kata Basuki.

Kementerian PUPR berencana melakukan pembangunan jalan di Talangsari serta membangun irigasi di Aceh. Sementara itu, pembangunan dan perbaikan infrastruktur di lokasi lain bekas pelanggaran HAM berat masih dirumuskan.

"Nah, tadi juga ditanyakan oleh Pak Presiden itu. Kalau misal Semanggi apa. Nah, ini lagi dipikirkan di Pak Menkopolhukam. Mungkin ahli warisnya, tapi lagi dirumuskan beliau. Itu tergantung inpresnya. Dari inpres nanti dituangkan dalam keppres untuk satgas pemantauan, sehingga bisa dipantau perkembangannya pekerjaan satgas pemantauan," ujar Basuki.

Baca juga: KPAI Terima Ribuan Pengaduan Pelanggaran Hak Anak

Berikut daftar 12 peristiwa pelanggaran HAM berat yang diakui negara tersebut:
1. Peristiwa 1965-1966
2. Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985
3. Peristiwa Talangsari, Lampung 1989
4. Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989
5. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998
6. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998
7. Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999
8. Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999
9. Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999
10. Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002
11. Peristiwa Wamena, Papua 2003
12. Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003

Pewarta: Desca Lidya Natalia

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023