Bogor (Antara Megapolitan) - Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengundang sejumlah peneliti dan pemangku kepentingan untuk merumuskan upaya pengelolaan ancaman invasif spesies asing.

Kepala Badan Litbang dan Inovasi KLHK Henry Bastaman di Bogor, Rabu mengatakan, beberapa kawasan hutan di Indonesia, terutama kawasan konservasi yang dibangun untuk tujuan perlindungan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati asli, terancam oleh keberadaan jenis asing invasif (JAI).

Dalam Seminar Nasional "Pengelolaan Jenis Asing Invasif Di Indonesia" di Kota Bogor, Jawa Barat, Henry berharap seminar ini bisa memberikan kontribusi signifikan dalam upaya mencegah ancaman invasif spesies asing terutama di kawasan hutan, seperti kawasan konservasi dan hutan produksi.

Keberadaan jenis asing invasi menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pengembangan riset dalam mengelola tumbuhan invasif yang mengancam hilangnya habitat asli di Taman Nasional yang ada di Indonesia.

Ia mengatakan, data terkini dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2012) tercatat ada 2.809 jenis invasif di Indonesia mulai dari jamur, bakteri, virus, ikan, burung, mamalia, serangga, moluska hingga tumbuhan yang jumlahnya mencapai 2.100 jenis.

"Berdasarkan data terakhir yang dirangkum oleh FORIS, terdapat sedikitnya 357 jenis tumbuhan invasif di Indonesia," katanya.

Keberadaan tanaman invasif yang memiliki sifat tumbuh cepat, minim predator membuat tanaman ini mendominasi, menggusur satwa liar, mengancam biordiversitas, hingga meningkatkan konflik manusia dan satwa.

Sebagai contoh, jenis tanaman invasif Acacia nilotica telah menginvasi padang rumput (Savana) di Taman Nasional Baluran (TNB), Jawa Timur. Kondisi saat ini tanaman invasif tersebut mendominasi sampai 70 persen areal savana dengan laju pertumbuhan 100-200 hektare per tahun.

Ancaman serupa juga terjadi di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dengan jenis Eupatorium sordidum dan Passiflora edulis yang mengancam jenis asli tanaman di kawasan tersebut.

Lebih lanjut Henry mengatakan, data dan informasi saat ini untuk JAI tumbuhan di Indonesia sudah mulai dikumpulkan melalui basis data yang dibangun oleh KLHK bekrja sama dengan kementerian teknis terkait.

"Tetapi data terkait jenis satwa asing invasif masih sangat minim," katanya.

Menurut Henry, KLHK bersama Kementerian Pertanian dan Kementerian Kelautan Perikanan telah menyusun Rencana Kerja Strategis dan Arahan Rencana Aksi Nasional Pengelolaan JAI yang diharapkan menjadi acuan oleh seluruh sektor terkait dalam menangani isu JAI.

"Saat ini juga sedang disusun peraturan pelarangan jenis asing tertentu masuk ke dalam wilayah RI," katanya.

Henry menambahkan, hal paling krusial adalah keberadaan menjadi invasif serta peraturan terkait pencegahan masuknya jenis asing yang berpotensi menjadi invasif serta peraturan yang mendukung pengelolaan JAI yang sudah ada di Indoensia.

"Perlu mekanisme koordinasi nasional yang dipimpin oleh salah satu lembaga teknis. Mekanisme diperlukan untuk mobilisasi rencana aksi yang tertuang dalam Strategi Nasional Pengelolaan JAI di Indonesia," katanya.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016