Bekasi (Antara Megapolitan) - Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, segera mengimplementasikan imbauan Kementerian Dalam Negeri perihal pemeriksaan urine kepada aparatur sipil negara.
"Kami setuju dengan imbauan tersebut, tetapi harus ada teknis yang membehasnya lebih lanjut," kata Wakil Wali Kota Bekasi Ahmad Syaikhu di Bekasi, Senin.
Imbauan tersebut dikeluarkan Kemendagri pascapenangkapan terhadap Bupati Ogan Ilir Ahmad Wazir Noviandi yang kedapatan mengonsumsi sabu-sabu.
Syaikhu mengatakan bahwa teknis yang paling penting dibahas sebagai penjabaran imbauan itu ialah perihal pendanaan tes.
Pasalnya, biaya yang dibutuhkan untuk menggelar tes urine menyeluruh kepada 19.000 aparat relatif sangat besar.
"Kecuali jika pengujian diperbolehkan dilakukan secara acak kepada aparatur yang menjadi sampel, masih dimungkinkan pendanaannya dipenuhi sendiri," katanya.
Menurut dia, aparatur yang bisa dijadikan sampel adalah yang memang sebelumnya sudah terindikasi mengonsumsi narkoba, sesuai dengan informasi yang dilaporkan.
"Jika sudah ada laporan demikian, pengujian yang dilakukan akan lebih murah dan terarah," katanya.
Selain itu, sasaran pengujian juga bisa difokuskan pada pejabat eselon II mengingat seorang pejabat yang bergantung pada narkoba akan mengakibatkan dampak negatif yang lebih jauh hingga kepada masyarakat.
"Dia akan menjadi tidak percaya diri saat menggariskan kebijakan yang bisa merugikan masyarakat. Etos kerja pun otomatis sudah pasti terganggu," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016
"Kami setuju dengan imbauan tersebut, tetapi harus ada teknis yang membehasnya lebih lanjut," kata Wakil Wali Kota Bekasi Ahmad Syaikhu di Bekasi, Senin.
Imbauan tersebut dikeluarkan Kemendagri pascapenangkapan terhadap Bupati Ogan Ilir Ahmad Wazir Noviandi yang kedapatan mengonsumsi sabu-sabu.
Syaikhu mengatakan bahwa teknis yang paling penting dibahas sebagai penjabaran imbauan itu ialah perihal pendanaan tes.
Pasalnya, biaya yang dibutuhkan untuk menggelar tes urine menyeluruh kepada 19.000 aparat relatif sangat besar.
"Kecuali jika pengujian diperbolehkan dilakukan secara acak kepada aparatur yang menjadi sampel, masih dimungkinkan pendanaannya dipenuhi sendiri," katanya.
Menurut dia, aparatur yang bisa dijadikan sampel adalah yang memang sebelumnya sudah terindikasi mengonsumsi narkoba, sesuai dengan informasi yang dilaporkan.
"Jika sudah ada laporan demikian, pengujian yang dilakukan akan lebih murah dan terarah," katanya.
Selain itu, sasaran pengujian juga bisa difokuskan pada pejabat eselon II mengingat seorang pejabat yang bergantung pada narkoba akan mengakibatkan dampak negatif yang lebih jauh hingga kepada masyarakat.
"Dia akan menjadi tidak percaya diri saat menggariskan kebijakan yang bisa merugikan masyarakat. Etos kerja pun otomatis sudah pasti terganggu," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016