Bekasi, (Antara Megapolitan) - Gerakan Buruh Indonesia mengecam tindakan represif kepolisian saat mengawal hari kedua mogok nasional di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu.

"Banyak pelanggaran yang dilakukan kepolisian saat mengawal aksi buruh, termasuk juga penangkapan terhadap lima aktivis buruh," kata Kepala Departemen Informasi dan Komunikasi Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, Roni Febrianto.

Roni mengatakan, tindakan represif tersebut dialami rombongan buruh yang tengah menggelar aksi mogok di kawasan industri EJIP.

Dalam perjalanan menuju titik kumpul di persimpangan PT Kalbe, polisi memprovokasi buruh.

"Melalui pengeras suara, polisi mengumumkan aksi protes buruh tersebut ilegal. Polisi juga memaksa buruh masuk ke pabrik masing-masing karena menuding para buruh hanya dihasut atau diperalat oleh para pengurus serikat pekerja," katanya.

Kepolisian juga menangkap lima orang buruh tanpa alasan jelas. Salah satunya adalah aktivis buruh yang juga anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bekasi Nurdin Muhidin.

"Kepolisian tidak boleh menghasut, mentolerir tindakan penyiksaan, perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia, demikian pula menjadikan perintah atasan atau keadaan luar biasa seperti ketika dalam keadaan perang sebagai pembenaran untuk melakukan penyiksaan," katanya.

Tindakan polisi tersebut bertentangan dengan Undang-undang tentang Serikat Pekerja serta menyampaikan pendapat di muka umum.

"Serikat Buruh memiliki hak untuk mengorganisir pemogokan sebagaimana tertulis dalam Undang-undang no 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh. Buruh juga memiliki hak sebagai warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum sebagaimana tertuang dalam UU no 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum," katanya.

Pewarta: Andi Firdaus

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015