Aliansi Pembangunan dan Kemanusiaan Indonesia (AP-KI) yang merupakan himpunan dari 700 organisasi masyarakat sipil dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Indonesia mengajak  masyarakat dunia untuk menundukkan kepala dalam memperingati Hari Kemanusiaan Sedunia. 

Wakil Ketua Muhammadiyah Disaster Management Center Rahmawati Husein mengatakan, peringatan tahun ini berlangsung dalam suasana hari kemerdekaan ke-76 Indonesia, patut menjadi momentum. 

"Masyarakat kemanusiaan Indonesia harus mampu berdiri di kaki sendiri merespon dampak kemanusiaan yang luar biasa dari pandemi yang tidak kunjung berhenti ini," kata Rahmawati Husein yang juga pendiri AP-KI, dalam keterangannya, di Jakarta, Kamis.

Menurutnya, ketika dunia barat mengurangi dan menghentikan program bantuan penanganan dampak pandemi, Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) dan LSM harus melakukan konsolidasi sistem kemanusiaan di Indonesia. 

Sementara itu, Puji Pujiono dari "SEJAJAR" mengatakan, AP-KI awal September ini mengajak pemerintah, lembaga-lembaga PBB, dan LSM Internasional serta pelaku bisnis untuk menyusun suatu kerangka kerja kemanusiaan Indonesia guna mengatur lumbung dana kemanusiaan nasional, pengaturan kelembagaan OMS/LSM, dengan pemerintah dan pelaku lain, dan penguatan kapasitas serta akuntabilitas.

Konsolidasi ini, sambungnya, merespon Grand Bargain 2.0, suatu dokumen reformasi kemanusiaan global jilid 2 yang diadopsi Juni lalu.

Sementara itu, M Ali Yusuf dari Humanitarian Forum Indonesia menyatakan, fokus reformasi kemanusiaan jilid dua ini adalah pendanaan yang berkualitas dan dukungan untuk pelaku kemanusiaan lokal.

"Agar bantuan kemanusiaan dapat diterima secara maksimal oleh mereka yang membutuhkan dukungan," katanya.

Terkait tema tahun ini, Harris Oematan dari Jejaring Mitra Kemanusiaan menjelaskan, pada hari ini, 18 tahun yang lalu, 22 orang pekerja dan pimpinan kemanusiaan tewas karena ledakan bom di Irak. 

"Hari ini kemudian ditetapkan oleh PBB menjadi Hari Kemanusiaan Sedunia," katanya. 

Ketua Umum POROZ Abdul Rouf menambahkan, penderitaan, kerugian dan kematian pekerja kemanusiaan yang terjadi ketika mereka bekerja dan berjuang untuk membantu sesama manusia itu bukan hanya sekadar angka-angka statistik. 

Baca juga: AP-KI dukung Grand Bargain 2.0 sebagai titik tolak perbaikan sistem kemanusiaan

"AP-KI menyesalkan atas situasi tersebut," tegasnya.

Dilandasi semangat menghargai dan melindungi pekerja kemanusiaan; Hamid Abidin dari Filantropi Indonesia, menyampaikan, pemerintah Indonesia wajib memberikan rekognisi pada pekerja kemanusiaan, dan memastikan perlindungan yang memadai dan layak.

"Termasuk vaksinasi, penyediaan sarana perlindungan diri, serta pengobatan ketika terjangkit Covid-19," ungkapnya.

Terkait tema peringatan tahun ini, yang bertajuk “Tantangan global untuk aksi iklim dalam semangat kesetiakawanan dengan orang-orang yang paling memerlukan bantuan”, Bambang Suherman dari Forum Zakat menyatakan keprihatinan AP-KI atas krisis perubahan Iklim di Indonesia dan dampak kemanusiaannya.

"Perubahan iklim menyebabkan masyarakat tidak lagi secara utuh bisa mengandalkan lingkungan sekitarnya sebagai sumber daya bagi pemenuhan kebutuhan hidup mereka," ucapnya.

Perubahan Iklim yang tidak segera dikelola, kata dia, akan menyebabkan hilangnya sumber penghidupan masyarakat, dan berkontribusi menambah jumlah kemiskinan.

Lalu, Avianto Amri dari Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI) menyebut, para pihak perlu berkoordinasi dan berkolaborasi untuk memastikan bantuan kemanusiaan tersedia bagi warga terdampak situasi pandemi dan pulih dari bencana.

"Terutama untuk jutaan anak-anak, perempuan dan laki-laki rentan, para penyandang disabilitas, dan lansia, dan kelompok rentan lainnya," ungkapnya.

Maka, katanya, AP-KI mendorong pemerintah Indonesia dan pemimpin dunia untuk untuk menyusun kebijakan, mengambil tindakan, mengalokasikan sumberdaya dan menjalankan program yang segera, tepat sasaran, dan berarti untuk mengatasi dampak krisis perubahan iklim, sekarang juga.

Pewarta: Pewarta Antara

Editor : Feru Lantara


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021