Situs jejak peradaban zaman megalitikum yang tersebar di Gunung Salak, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, sebagai sebuah sejarah masa lampau agaknya membutuhkan perhatian dari pihak berwenang.

"Saat ini, kondisi situs sejarah itu tampak kurang mendapatkan sentuhan dan perhatian dari pemerintah," kata pegiat budaya Sunda, Ahmad Fahir, M.Si, yang kini sedang menekuni studi-studi tentang situs megalitik di Gunung Salak.

Berdasarkan penelusuran yang dilakukannya dalam beberapa bulan terakhir di sejumlah kawasan situs cagar budaya yang berada di Gunung Salak, ia menilai keberpihakan pemerintah, baik pusat maupun daerah, masih sangat minim.

Ia lantas mencontohkan kawasan Situs Cibalay, di Kampung Cibalay, Desa Tapos I, Kecamatan Tenjolaya, yang memiliki ratusan benda cagar budaya purba. Kawasan ini kurang diperhatikan, yang ditunjukkan dengan sulitnya akses jalan menuju lokasi situs.

Untuk menuju lokasi, harus melalui jalan tanah, yang hanya bisa dilalui satu kendaraan roda dua. Saat hujan turun atau musim hujan tiba, pengendara dipastikan akan sangat kesulitan mengendalikan kuda tunggangannya akibat jalan licin berlumpur.

"Hal ini sangat disayangkan. Padahal Pemkab Bogor tahu, situs purba berusia 6.000 tahun lebih ini sangat penting artinya. Harusnya keberadaan situs-situs purba ini mendapatkan perhatian besar, karena merupakan simbol kejayaan bangsa pada masa silam," kata dia.

Menurut dia, kendati tanggung jawab pelestarian situs ini ada di Ditjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sebagai pemegang otoritas di daerah, Pemkab Bogor tidak bisa lepas tangan. Apalagi situs ini sebagai kebanggaan Bogor.

Peran peradaban dunia

Situs megalitik di Gunung Salak ini merupakan cerminan betapa pentingnya peran Bogor dalam tata peradaban dunia masa silam. Lemahnya perhatian Pemkab Bogor terhadap situs megalitikum juga terjadi pada Situs Punden Berundak Pasir Manggis, yang terletak di Kampung Tenjolaya Kidul, Desa Tapos I, Kecamatan Tenjolaya.

Akses jalan menuju situs Pasir Manggis sama sekali belum dibuka. Kendaraan roda empat maupun roda dua tidak bisa digunakan hingga mencapai lokasi. Masyarakat yang ingin mengunjungi situs ini harus berjalan kaki melintasi rapatnya padang rumput sepanjang 4 kilometer.

Begitu pula dengan situs-situs megalitikum lainnya yang berada di seantero Gunung Salak maupun situs cagar budaya lain yang tersebar di penjuru Bogor. Umumnya masih kurang mendapatkan perhatian.

Pengasuh Pesantren Ar-Ruhama Ciomas, KH Saepul Milah menambahkan, situs-situs megalitikum yang tersebar di berbagai penjuru Gunung Salak, merupakan warisan kekayaan peradaban bangsa Indonesia pada era megalitikum.

Karena itu, sudah seharusnya benda-benda cagar budaya bernilai sangat mahal itu mendapatkan perhatian, baik dari Pemkab Bogor, Pemprov Jawa Barat maupun pemerintah pusat.

"Semua instansi terkait harus peduli. Gunung Salak menyimpan banyak file sejarah peradaban manusia pada masa purba, pada era awal peradaban manusia. Karenanya harus diperhatikan dan dilestarikan, agar tidak punah," ujar Saepul.

Dia melanjutkan, warisan peradaban bukan hanya milik generasi masa lalu, namun sebagai anugerah bagi generasi masa kini, dan amanat yang perlu dititipkan pada generasi mendatang.

"Warisan peradaban bersifat berkelanjutan untuk kemaslahatan kehidupan manusia," katanya.

Abah Ending, juru kunci kawasan cagar budaya Cibalay mengemukakan kawasan Gunung Salak memiliki kekayaan luar biasa di bidang cagar budaya.

"Baru sebagian kecil saja yang sudah tergali," katanya seraya menambahkan, selebihnya masih tertimbun tanah atau tertutup vegetasi hutan.

"Gunung Salak memiliki banyak kawasan situs cagar budaya. Cibalay hanya salah satu titik. Di Cibalay saja terdapat ratusan situs, yang terhampar di area seluas 45 hektare lebih," ujar Abah Ending.

Selain di kawasan Cibalay, lanjutnya, jejak peradaban megalitikum juga banyak ditemukan di Pasir Manggis, Kampung Tenjolaya Kidul. Selanjutnya, jejak peradaban serupa juga ditemukan di kawasan Calobak, Desa Tamansari, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor.

"Banyaknya warisan cagar budaya megalitikum merupakan kebanggaan bagi orang Bogor. Berarti Bogor sebagai pusat kemajuan peradaban dunia pada masa lalu. Misteri dan rahasia yang terkandung di dalamnya harus dikaji dan diteliti, sebagai bukti kemajuan peradaban kita pada masa purba," katanya.

Abah Ending tercatat sebagai juru kunci Cibalay sejak tahun 1960-an. Ia melanjutkan tugas sang ayah yang merawat situs ini mulai tahun 1920-an hingga awal 1960-an hingga saat ini.  

Pewarta: Andi Jauhari

Editor : M.Ali Khumaini


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015