Ouagadougou, Burkina Faso (Antara/Reuters/Antara Megapolitan) - Tentara melepaskan tembakan peringatan untuk membubarkan ratusan pemrotes di luar Istana Presiden Burkina Faso pada Rabu (16/9), setelah pengawal presiden menyerbu pertemuan kabinet dan menahan presiden sementara, sehingga menimbulkan kekhawatiran mengenai kudeta militer.
Pengawal presiden tak menjelaskan tindakan mereka, yang terjadi kurang dari satu bulan sebelum pemilihan umum yang dirancang untuk menyelesaikan peralihan kembali ke demokrasi, setelah perlawanan rakyat menggulingkan penguasa lama militer tahun lalu.
Pengawal presiden, yang dikenal dengan nama RSP, adalah pilar penting kekuatan mantan presiden Blaise Compaore sebelum ia digulingkan oleh demonstran pada Oktober lalu, ketika ia berusaha mengubah undang-undang dasar untuk memperpanjang 27 tahun masa jabatannya.
Compaore, yang merebut kekuasaan dalam kudeta militer 1987 di negara Afrika Barat yang tak memiliki laut tersebut, adalah sekutu penting Prancis dan Amerika Serikat dalam perang mereka melawan gerilyawan fanatik di Wilayah Sahel, yang gersang.
Moumina Cheriff Sy, pemimpin parlemen sementara, mengatakan pamer kekuatan paling akhir itu oleh pengawal presiden adalah bahaya bagi rakyat Burkina Faso sendiri, demikian laporan Reuters --yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis pagi.
"Anggota RSP menyerbu ruang pertemuan menteri kabinet sekitar pukul 14.30 waktu setempat dan menyandera Presiden Burkina Faso Michel Kagando, Perdana Menteri Yacouba Izaac Zida, menteri administrasi umum ... dan menteri perumahan rakyat," kata Cherif Sy di dalam satu pernyataan.
Aksi perebutan kekuasaan tersebut terjadi cuma dua hari setelah satu komisi pemerintah menyarankan perlucutan pasukan keamanan itu, yang memiliki 1.200 personel dan perlengkapan yang baik, dan menyebutnya "militer di dalam militer".
Pada Februari, satu upaya oleh perdana menteri untuk memperbarui pengawal presiden mengakibatkan krisis politik, sebab pasukan pengawal presiden berusaha memaksa dia mundur.
Seorang penasehat senior ketua parlemen peralihan mengatakan anggotanya berencana berpawai ke Istana Presiden untuk menuntut pembebasan presiden dan para menteri.
"Saya menyeru semua patriot untuk bergerak dan mempertahankan tanah air," kata Sy.
Sementara itu demonstran yang berkumpul di satu jalan utama menuju Istana Presiden meneriakkan slogan "Turunkan RSP" dan "Kami ingin pemilihan umum". Beberapa saksi mata mengatakan tentara di luar Istana Presiden melepaskan beberapa tembakan peringatan, sehingga memaksa massa mundur beberapa ratus meter tapi tidak membubarkan diri.
Seorang saksi mata mengatakan anggota pengawal presiden memukuli beberapa demonstran dengan menggunakan pentungan. Suara tembakan juga dilaporkan terdengar di Permukiman Ouaga, yang berdekatan.
Penerjemah: Chaidar.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015
Pengawal presiden tak menjelaskan tindakan mereka, yang terjadi kurang dari satu bulan sebelum pemilihan umum yang dirancang untuk menyelesaikan peralihan kembali ke demokrasi, setelah perlawanan rakyat menggulingkan penguasa lama militer tahun lalu.
Pengawal presiden, yang dikenal dengan nama RSP, adalah pilar penting kekuatan mantan presiden Blaise Compaore sebelum ia digulingkan oleh demonstran pada Oktober lalu, ketika ia berusaha mengubah undang-undang dasar untuk memperpanjang 27 tahun masa jabatannya.
Compaore, yang merebut kekuasaan dalam kudeta militer 1987 di negara Afrika Barat yang tak memiliki laut tersebut, adalah sekutu penting Prancis dan Amerika Serikat dalam perang mereka melawan gerilyawan fanatik di Wilayah Sahel, yang gersang.
Moumina Cheriff Sy, pemimpin parlemen sementara, mengatakan pamer kekuatan paling akhir itu oleh pengawal presiden adalah bahaya bagi rakyat Burkina Faso sendiri, demikian laporan Reuters --yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis pagi.
"Anggota RSP menyerbu ruang pertemuan menteri kabinet sekitar pukul 14.30 waktu setempat dan menyandera Presiden Burkina Faso Michel Kagando, Perdana Menteri Yacouba Izaac Zida, menteri administrasi umum ... dan menteri perumahan rakyat," kata Cherif Sy di dalam satu pernyataan.
Aksi perebutan kekuasaan tersebut terjadi cuma dua hari setelah satu komisi pemerintah menyarankan perlucutan pasukan keamanan itu, yang memiliki 1.200 personel dan perlengkapan yang baik, dan menyebutnya "militer di dalam militer".
Pada Februari, satu upaya oleh perdana menteri untuk memperbarui pengawal presiden mengakibatkan krisis politik, sebab pasukan pengawal presiden berusaha memaksa dia mundur.
Seorang penasehat senior ketua parlemen peralihan mengatakan anggotanya berencana berpawai ke Istana Presiden untuk menuntut pembebasan presiden dan para menteri.
"Saya menyeru semua patriot untuk bergerak dan mempertahankan tanah air," kata Sy.
Sementara itu demonstran yang berkumpul di satu jalan utama menuju Istana Presiden meneriakkan slogan "Turunkan RSP" dan "Kami ingin pemilihan umum". Beberapa saksi mata mengatakan tentara di luar Istana Presiden melepaskan beberapa tembakan peringatan, sehingga memaksa massa mundur beberapa ratus meter tapi tidak membubarkan diri.
Seorang saksi mata mengatakan anggota pengawal presiden memukuli beberapa demonstran dengan menggunakan pentungan. Suara tembakan juga dilaporkan terdengar di Permukiman Ouaga, yang berdekatan.
Penerjemah: Chaidar.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015