Universitas YARSI gencar melakukan kegiatan Sosialisasi Sertifikasi kompetensi terhadap lulusan perguruan tinggi dengan menggelar webinar melalui zoom oleh Program Studi Perpustakaan dan Sains Informasi (PdSI) Program Sarjana.

Ketua Panitia Pelaksana acara yang juga merupakan Kepala Program Studi PdSI Universitas YARSI 2017-202, Nita Ismayati, S.IP, M.Hum dalam keterangannya, Senin mengatakan acara ini diselenggarakan dalam rangka pelaksanaan hibah kompetisi kampus merdeka dari DIKTI yang diperoleh Program Studi (PdSI) Universitas YARSI dengan sasaran utama mahasiswa Prodi PdSI Universitas YARSI. 

Narasumber berasal dari tiga lembaga negara yang memiliki otoritas dalam hal sertifikasi kompetensi dan kurikulum, yaitu Dr. Sri Suning Kusumawardani, S.T., M.T. dari Tim Kurikulum DIKTI, Bonardo Aldo Tobing, BS BA dari Komisioner Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan Dr. Opong Sumiati, M.Hum sebagai Kepala Pusat Pembinaan Pustakawan Perpustakaan Nasional RI.

"Agar kegiatan dapat memberikan manfaat yang lebih luas, maka acara ini juga terbuka untuk umum yang diikuti oleh  mahasiswa, dosen prodi PdSI, dan para kepala program studi dari kampus lain di Indonesia serta perwakilan pengurus asosiasi dari APTIPI, ISIPII, IPI, dan P3RI," tuturnya.

Baca juga: Konsorsium KBPK Universitas Yarsi terbentuk
 
Pentingnya  Sertifikasi Kompetensi selain merupakan salah satu bentuk kontrol terhadap link and match kurikulum lembaga pendidikan, membantu tersedianya database talenta, juga menjadi personal branding bagi lulusan untuk berwirausaha menciptakan lapangan kerja, dan terpeliharanya kompetensi yang telah didapatkan lulusan  dengan kompetensi terkini.  

Rektor Universitas YARSI, Prof.dr. Fasli Jalal, Ph.D mengatakan,  acara ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi lulusan sehingga mudah diserap oleh pasar kerja, lebih punya kemampuan untuk menciptakan pekerjaan sendiri, dan juga menjadi pembelajar sepanjang hayat.  

Untuk itu perguruan tinggi dalam hal ini program studi dalam penyusunan kurikulumnya perlu memperhatikan link and match antara keilmuan yang diberikan kepada mahasiswa di bangku kuliah dengan skill yang dibutuhkan dunia kerja.  

Perguruan tinggi dalam menyusun kurikulum wajib mengacu pada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan Standar Nasional  DIKTI sesuai Permendikbud No. 03 tahun 2020  dan  merespon kebutuhan dunia kerja melalui Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dari Kementerian Tenaga Kerja RI sesuai bidang ilmu dari berbagai profesi yang ada pada keilmuan masing-masing program studi.  

Baca juga: Rektor YARSI : Generasi Millenials Hadapi Lapangan Kerja Terbatas

SKKNI, dalam hal ini SKKNI bidang Perpustakaan merupakan salah satu standar bagi tenaga kerja di bidang Perpustakaan khususnya bagi  lulusan yang ingin menjadi tenaga kerja di bidang Perpustakaan.

Tiga pilar membangun SDM unggul, kata Fasli, yaitu industri yang menterjemahkan kebutuhannya ke dalam standar kompetensi (SKKNI) atau standar internasional atau standar khusus, lembaga pendidikan dan pelatihan dengan cara mengembangkan kurikulumnya selaras dengan kebutuhan industri berbasis kompetensi, dan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP)  yang mengembangkan skema standar sertifikasinya yang sama dengan yang dibuat oleh industri.   

"Terlebih lagi bagi perguruan tinggi tantangan dalam pengembangan kurikulumnya  di era industri 4.0 tidak hanya menyelaraskan kurikulumnya dengan dunia industri, namun juga menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan baru meliputi literasi data, literasi teknologi, dan literasi manusia yang berakhlak mulia berdasarkan pemahaman keyakinan agama," ujarnya.

Untuk itu, dalam penyusunan Capaian Pembelajaran (CP) Pengetahuan dan Ketrampilan Khusus, program studi selain harus berkoordinasi dengan asosiasi program studi, tetapi juga dengan  kementerian tenaga kerja melalui SKKNI," ujarnya. 

Sementara itu, Bonardo Aldo Tobing, dalam paparannya mengatakan, lulusan lembaga pendidikan yang kompetensinya tidak sesuai dengan kebutuhan pengguna akan menimbulkan biaya tinggi pada perusahaan, kinerjanya rendah, mengurangi daya saing, membatasi investasi, penghasilan karyawan rendah, kepuasan kerja rendah, prospek karir terbatas, sedangkan dampak terhadap perekonomian nasional akan mempengaruhi penanaman modal, produktivitas rendah sehingga pertumbuhan ekonomi melambat.  

Pustakawan, Dr. Opong Sumiati, Kepala Pusat Pembinaan Pustakawan Perpustakaan Nasional RI mengatakan, Pustakawan harus memiliki sertifikat kompetensi sesuai PP 24/14 termasuk bagi tenaga kerja asing (UU No 13 tahun 2003 pasal 44) dan sertifikasi kompetensi menjadi syarat bagi  Pustakawan yang akan naik jabatan (Permenpan 9/14).  

Dari 1.711 pustakawan yang mengikuti sertifikasi, baru 70,89 persen yang lulus uji sertifikasi.  

Namun demikian, kata Opong, masih ada kelemahan dari sertifikasi pustakawan yaitu sertifikasi pustakawan belum berdampak pada tambahan numerasi bagi pemegang sertifikasi. 

"Hal tersebut tentu juga akan berdampak pada minatnya pustakawan untuk mengikuti uji sertifikasi pustakawan," katanya.

Pewarta: Pewarta Antara

Editor : Feru Lantara


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021