Bandarlampung (Antara Megapolitan) - Harga daging sapi sempat bergejolak dan bertahan tinggi, sehingga memicu aksi mogok berjualan para pedagang sapi di Jakarta dan sejumlah kota besar lainnya di Indonesia, termasuk di Provinsi Lampung.
Harga daging sapi dalam kondisi normal bertahan antara Rp80.000 hingga Rp100.000 per kg, sempat melonjak naik tinggi hingga mencapai Rp140.000--Rp150.000 per kg.
Kondisi itu, tak hanya konsumen mengeluhkan harga yang tinggi, tetapi ternyata para pedagang daging juga mengeluhkannya karena mengakibatkan pembeli merosot drastis.
Benarkah, gejolak harga daging sapi itu terjadi akibat adanya pihak yang melakukan penimbunan sapi di perusahaan peternakan dan penggemukan sapi mereka?
Pihak kepolisian belakangan pun mengusut kemungkinan itu, antara lain mengusut indikasi penimbunan di sejumlah peternakan dan perusahaan penggemukan sapi di Tangerang Banten.
Apakah hal tersebut juga terjadi di Provinsi Lampung?
Gubernur Lampung, M Ridho Ficardo justru mengindikasikan terjadi pula penimbunan daging sapi di Lampung.
Karena itu, pihak Pemprov Lampung bekerjasama dengan Polda setempat mendeteksi titik-titik rawan penimbunan sapi itu.
Gubernur Ridho bahkan telah memerintahkan kepada dinas terkait agar segera mengambil tindakan untuk menjaga tercukupi kebutuhan daging di Lampung. Apalagi Lampung merupakan salah satu daerah yang menjadi lumbung sapi nasional dan pemasok daging sapi ke daerah lain.
Ridho menilai, persediaan (stok) daging sapi yang melimpah di Lampung bisa sampai ke masyarakat dengan mendeteksi penimbun-penimbun daging sapi itu.
Dia memastikan bahwa Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakkeswan) Provinsi Lampung melakukan pengecekan di lapangan.
"Kita tahu di beberapa daerah seperti diberitakan media massa, ada indikasi unsur kesengajaan karena ditimbun, sehingga menjadi langka, padahal stok daging untuk Lampung mencukupi," katanya.
Penanganan dari Pemprov Lampung, kata Ridho, dengan melakukan pengecekan stok sapi di Lampung.
Padahal menurut data dari Disnakkeswan setempat, menunjukkan stok daging sapi di Lampung mencukupi, bahkan berlebih (surplus) sehingga Lampung sampai menyuplai ke DKI Jakarta dan beberapa daerah di Sumatera.
Namun kenapa masyarakat di Lampung juga mengalami kesulitan mendapatkan daging sapi yang menandakan adanya proses distribusi yang terhambat.
"Ini harus segera ditangani oleh dinas terkait, dan untuk kebutuhan daging sapi di masyarakat yang jelas harus segera terpenuhi," kata Gubernur Ridho.
Guna mendeteksi indikasi penimbunan itu, selain dinas terkait di Provinsi Lampung, pihak kepolisian juga ikut membantu untuk memastikan ada tidaknya penimbunan sapi/daging sapi itu.
Tak Ada Kelangkaan
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakkeswan) Provinsi Lampung menegaskan bahwa di daerah ini tidak terjadi kelangkaan ternak maupun daging sapi, mengingat ketersediaan ternak sapi dan daging di daerah tersebut justeru berlebih atau surplus sehingga dapat memasok daging ke daerah lain.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Disnakkeswan Provinsi Lampung, drh Arsyad, mendampingi Kepala Dinasnya, Dessy Desmaniar Romas, mengakui saat ini yang terjadi adalah kenaikan harga ternak sapi dan daging yang melebihi biasanya karena terdampak oleh kebijakan pemerintah pusat yang mengurangi impor sapi bakalan dari Australia untuk penggemukan.
"Tidak ada kelangkaan ternak sapi atau daging sapi di Provinsi Lampung, mengingat Lampung selama ini selalu surplus dan justru menyuplai ternak dan daging ke daerah lain di Sumatera maupun Pulau Jawa," ujarnya lagi.
Arsyad merincikan prediksi ketersediaan dan kebutuhan daging sapi di Lampung tahun 2015, menunjukkan ketersediaan daging sapi tahun 2015 sebanyak 267.974 ekor sapi yang setara dengan 47.276 ton daging, sedangkan kebutuhan tahun ini mencapai 82.346 ekor atau 14.527 ton daging. Berarti terdapat kelebihan sebanyak 185.629 ekor sapi, atau 32.749 ton daging.
Menurut dia, berita kelangkaan daging sapi di pasar tradisional di Bandarlampung dalam minggu-minggu ini yang diikuti aksi mogok pedagang daging, dikarenakan tidak adanya pasokan daging dari penyuplai daging.
"Tingginya nilai dolar AS juga menyebabkan harga bakalan sapi potong eks impor naik, sehingga harga jual sapi potong juga naik," ujar dia.
Dia menyatakan, kuota nasional pada triwulan ketiga ini juga menurun menjadi 50.000 ekor sapi, karena adanya kebijakan pemerintah pusat melakukan pengurangan impor sapi bakalan dari Australia.
Menurut data Disnakkeswan Provinsi Lampung, di daerah ini terdapat sebanyak 11 perusahaan penggemukan sapi (feedloter) di Lampung (PT GGLC, PT NTF, PT Andini, PT AGP, PT Fortuna, PT Sumber Cipta Kencana, PT Santori, PT Austasia, PT Indo Prima, PT Kasa, dan PT Elders) dengan realisasi impor sapi (Q1 dan Q2) triwulan I mencapai 31.107 ekor, triwulan II sebanyak 76.442 ekor, dan triwulan III sebesar 15.270 ekor.
Sedangkan persediaan sapi siap potong di feedloter itu, pada Agustus--September 2015 adalah 62.192 ekor (sampai Agustus 2015) dan 24.964 ekor sampai September 2015.
Persediaan sapi potong lokal di kabupaten/kota se-Lampung (15 kabupaten/kota) adalah 41.968 ekor (sampai Desember 2015), dan khusus untuk Idul Adha tahun ini sebanyak 12.866 ekor.
"Menjelang Idul Adha tahun 2015 ini, jumlah permintaan sapi potong akan naik, sehingga seringkali harga ternak ini juga akan naik," ujar Arsyad.
Namun berkaitan dengan adanya gejolak harga daging sapi yang sempat terjadi, Ketua Asosiasi Pedagang Daging Kota Bandarlampung, Tampan Sujarwadi mengakui bahwa secara umum pasokan sapi lokal atau sapi rakyat di daerah ini belum mencukupi permintaan kalangan industri.
Kalau pun ada feedloter yang menyerap sapi rakyat, jumlahnya tidak banyak, mengingat ketersediaan bibit sapi lokal di Lampung masih kurang.
Kondisi ketersediaan bibit sapi lokal yang masih kurang, ditambah kebutuhan industri yang tinggi, sehingga ketika pasokan sedikit akan membuat harganya melambung.
Pihak Asosiasi Pedagang Daging Bandarlampung mengingatkan gejolak harga daging sapi sulit diatasi jika kuota impor sapi pada triwulan III tahun 2015 tidak ditambah lagi.
Gejolak harga akan terjadi bila pemerintah pusat tidak menambah impor sapi, apalagi menjelang Idul Adha permintaan sapi khususnya sapi lokal meningkat dan harganya akan makin tinggi pula.
Karena itu, kalangan feedloter di Lampung umumnya menolak menurunkan harga sapi hidup jika kuota impor sapi tidak sesuai permintaan.
Pihak perusahaan penggemukan sapi itu beralasan, dengan jumlah sapi impor hanya sedikit dan biaya penggemukan sapi hingga siap potong cukup besar, keuntungan yang diperoleh tidak sebanding dengan modal yang harus dikeluarkan.
Biaya modal bibit sapi impor untuk digemukkan berkisar Rp41.000 per kg berat hidup, dan perlu waktu sampai 120 hari di kandang penggemukan sebelum sapi bakalan ini dapat dijual untuk dipotong. Kondisi itu, membuat mereka harus menjual daging sapi itu dengan harga berkisar Rp38.000 hingga Rp39.000/kg berat hidup.
Tudingan adanya feedloter yang menimbun sapi bakalan atau menahan persediaan sapi yang mereka miliki, juga dibantah, mengingat upaya menahan stok itu justru menambah biaya perawatan dan operasional penggemukannya. Bahkan bila sapi digemukkan melebihi waktu normal, justru lemak yang bertambah bukan dagingnya.
Dinas Perdagangan Provinsi Lampung menurut Kepala Dinasnya, Ferynia, membenarkan adanya pengurangan kuota impor sapi secara nasional juga mengurangi jatah impor sapi ke Lampung.
Pada triwulan II-2015 jatah impor sapi nasional sebanyak 200.000 ekor, untuk Lampung mendapatkan 76.442 ekor sapi bakalan dan 7.000 ekor sapi siap potong. Pada triwulan III-2015, impor sapi berkurang menjadi hanya 50.000 ekor, dan untuk Lampung sebanyak 16.184 ekor sapi bakalan dan 2.000 ekor sapi siap potong.
Pemerintah pusat semula mempertimbangkan data persediaan sapi secara nasional pada Juli 2015 sebanyak 221.000 ekor, dan Lampung persediaannya sebanyak 31.803 ekor sapi siap potong yang dihitung-hitung akan mencukupi untuk kebutuhan lima bulan ke depan. Karena itu, kemudian diputuskan mengurangi impor sapi.
Impor Ditambah Lagi
Namun gejolak harga daging sapi yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir, membuat pemerintah kembali memberi izin impor sapi bakalan hingga akhir tahun ini.
Setelah pada kuartal III-2015, pemerintah pusat hanya memberikan izin impor sebanyak 50.000 ekor kepada importir sapi bakalan dan 50.000 ekor kepada Perum Bulog, pemerintah berencana mengimpor hingga 300.000 ekor sapi bakalan hingga akhir tahun ini.
Menurut Thomas Lembong, Menteri Perdagangan, impor sapi sebanyak itu dimungkinkan untuk mengatasi kelangkaan pasokan daging sapi dan menjaga stabilitas harga di pasar.
Dia menegaskan, penambahan kuota impor itu juga sekaligus upaya pemerintah untuk memberantas para spekulan yang menahan pasokan, sehingga menyebabkan kelangkaan dan tingginya harga daging sapi.
"Kami siap untuk mengguyur pasar, supaya yang menimbun stok ini berpikir dua kali. Karena ketika mengguyur pasar, harga akan anjlok dan yang menimbun akan mengalami kerugian cukup besar," katanya lagi.
Pihak Disnakkeswan Provinsi Lampung berharap pemerintah pusat lebih cermat dan berhati-hati sebelum memutuskan pengurangan maupun penambahan impor sapi itu, mengingat dampaknya yang besar secara nasional termasuk di Lampung.
Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Disnakkeswan Provinsi Lampung, drh Arsyad meminta pula, agar pemerintah pusat selanjutnya tidak serta merta (mendadak) memutuskan pengurangan impor sapi bakalan maupun sapi siap potong.
Ia mengingatkan, kondisi ketersediaan sapi lokal yang belum memadai dan sapi impor bakalan yang diimpor sebelumnya tidak begitu saja dapat dijual dan dipotong, karena masih harus dilakukan penggemukan terlebih dulu.
"Ke depan juga perlu dicarikan solusi terbaik untuk meningkatkan ternak sapi lokal serta menyiapkan sapi bakalan non-impor dari kalangan peternak lokal maupun pengusaha daerah dan nasional," katanya.
Pemerintah telah menargetkan untuk mengurangi ketergantungan impor sapi serta pada akhirnya dapat mewujudkan swasembada daging atau kemandirian ketersediaan ternak sapi.
Upaya kemandirian itu tidak mudah dicapai, tanpa langkah nyata secara bertahap untuk menyiapkan peternak dan pengusaha sektor peternakan nasional menghentikan ketergantungan pada impor sapi tersebut, dengan dukungan kebijakan yang tepat dari pemerintah pusat maupun daerah.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015
Harga daging sapi dalam kondisi normal bertahan antara Rp80.000 hingga Rp100.000 per kg, sempat melonjak naik tinggi hingga mencapai Rp140.000--Rp150.000 per kg.
Kondisi itu, tak hanya konsumen mengeluhkan harga yang tinggi, tetapi ternyata para pedagang daging juga mengeluhkannya karena mengakibatkan pembeli merosot drastis.
Benarkah, gejolak harga daging sapi itu terjadi akibat adanya pihak yang melakukan penimbunan sapi di perusahaan peternakan dan penggemukan sapi mereka?
Pihak kepolisian belakangan pun mengusut kemungkinan itu, antara lain mengusut indikasi penimbunan di sejumlah peternakan dan perusahaan penggemukan sapi di Tangerang Banten.
Apakah hal tersebut juga terjadi di Provinsi Lampung?
Gubernur Lampung, M Ridho Ficardo justru mengindikasikan terjadi pula penimbunan daging sapi di Lampung.
Karena itu, pihak Pemprov Lampung bekerjasama dengan Polda setempat mendeteksi titik-titik rawan penimbunan sapi itu.
Gubernur Ridho bahkan telah memerintahkan kepada dinas terkait agar segera mengambil tindakan untuk menjaga tercukupi kebutuhan daging di Lampung. Apalagi Lampung merupakan salah satu daerah yang menjadi lumbung sapi nasional dan pemasok daging sapi ke daerah lain.
Ridho menilai, persediaan (stok) daging sapi yang melimpah di Lampung bisa sampai ke masyarakat dengan mendeteksi penimbun-penimbun daging sapi itu.
Dia memastikan bahwa Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakkeswan) Provinsi Lampung melakukan pengecekan di lapangan.
"Kita tahu di beberapa daerah seperti diberitakan media massa, ada indikasi unsur kesengajaan karena ditimbun, sehingga menjadi langka, padahal stok daging untuk Lampung mencukupi," katanya.
Penanganan dari Pemprov Lampung, kata Ridho, dengan melakukan pengecekan stok sapi di Lampung.
Padahal menurut data dari Disnakkeswan setempat, menunjukkan stok daging sapi di Lampung mencukupi, bahkan berlebih (surplus) sehingga Lampung sampai menyuplai ke DKI Jakarta dan beberapa daerah di Sumatera.
Namun kenapa masyarakat di Lampung juga mengalami kesulitan mendapatkan daging sapi yang menandakan adanya proses distribusi yang terhambat.
"Ini harus segera ditangani oleh dinas terkait, dan untuk kebutuhan daging sapi di masyarakat yang jelas harus segera terpenuhi," kata Gubernur Ridho.
Guna mendeteksi indikasi penimbunan itu, selain dinas terkait di Provinsi Lampung, pihak kepolisian juga ikut membantu untuk memastikan ada tidaknya penimbunan sapi/daging sapi itu.
Tak Ada Kelangkaan
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakkeswan) Provinsi Lampung menegaskan bahwa di daerah ini tidak terjadi kelangkaan ternak maupun daging sapi, mengingat ketersediaan ternak sapi dan daging di daerah tersebut justeru berlebih atau surplus sehingga dapat memasok daging ke daerah lain.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Disnakkeswan Provinsi Lampung, drh Arsyad, mendampingi Kepala Dinasnya, Dessy Desmaniar Romas, mengakui saat ini yang terjadi adalah kenaikan harga ternak sapi dan daging yang melebihi biasanya karena terdampak oleh kebijakan pemerintah pusat yang mengurangi impor sapi bakalan dari Australia untuk penggemukan.
"Tidak ada kelangkaan ternak sapi atau daging sapi di Provinsi Lampung, mengingat Lampung selama ini selalu surplus dan justru menyuplai ternak dan daging ke daerah lain di Sumatera maupun Pulau Jawa," ujarnya lagi.
Arsyad merincikan prediksi ketersediaan dan kebutuhan daging sapi di Lampung tahun 2015, menunjukkan ketersediaan daging sapi tahun 2015 sebanyak 267.974 ekor sapi yang setara dengan 47.276 ton daging, sedangkan kebutuhan tahun ini mencapai 82.346 ekor atau 14.527 ton daging. Berarti terdapat kelebihan sebanyak 185.629 ekor sapi, atau 32.749 ton daging.
Menurut dia, berita kelangkaan daging sapi di pasar tradisional di Bandarlampung dalam minggu-minggu ini yang diikuti aksi mogok pedagang daging, dikarenakan tidak adanya pasokan daging dari penyuplai daging.
"Tingginya nilai dolar AS juga menyebabkan harga bakalan sapi potong eks impor naik, sehingga harga jual sapi potong juga naik," ujar dia.
Dia menyatakan, kuota nasional pada triwulan ketiga ini juga menurun menjadi 50.000 ekor sapi, karena adanya kebijakan pemerintah pusat melakukan pengurangan impor sapi bakalan dari Australia.
Menurut data Disnakkeswan Provinsi Lampung, di daerah ini terdapat sebanyak 11 perusahaan penggemukan sapi (feedloter) di Lampung (PT GGLC, PT NTF, PT Andini, PT AGP, PT Fortuna, PT Sumber Cipta Kencana, PT Santori, PT Austasia, PT Indo Prima, PT Kasa, dan PT Elders) dengan realisasi impor sapi (Q1 dan Q2) triwulan I mencapai 31.107 ekor, triwulan II sebanyak 76.442 ekor, dan triwulan III sebesar 15.270 ekor.
Sedangkan persediaan sapi siap potong di feedloter itu, pada Agustus--September 2015 adalah 62.192 ekor (sampai Agustus 2015) dan 24.964 ekor sampai September 2015.
Persediaan sapi potong lokal di kabupaten/kota se-Lampung (15 kabupaten/kota) adalah 41.968 ekor (sampai Desember 2015), dan khusus untuk Idul Adha tahun ini sebanyak 12.866 ekor.
"Menjelang Idul Adha tahun 2015 ini, jumlah permintaan sapi potong akan naik, sehingga seringkali harga ternak ini juga akan naik," ujar Arsyad.
Namun berkaitan dengan adanya gejolak harga daging sapi yang sempat terjadi, Ketua Asosiasi Pedagang Daging Kota Bandarlampung, Tampan Sujarwadi mengakui bahwa secara umum pasokan sapi lokal atau sapi rakyat di daerah ini belum mencukupi permintaan kalangan industri.
Kalau pun ada feedloter yang menyerap sapi rakyat, jumlahnya tidak banyak, mengingat ketersediaan bibit sapi lokal di Lampung masih kurang.
Kondisi ketersediaan bibit sapi lokal yang masih kurang, ditambah kebutuhan industri yang tinggi, sehingga ketika pasokan sedikit akan membuat harganya melambung.
Pihak Asosiasi Pedagang Daging Bandarlampung mengingatkan gejolak harga daging sapi sulit diatasi jika kuota impor sapi pada triwulan III tahun 2015 tidak ditambah lagi.
Gejolak harga akan terjadi bila pemerintah pusat tidak menambah impor sapi, apalagi menjelang Idul Adha permintaan sapi khususnya sapi lokal meningkat dan harganya akan makin tinggi pula.
Karena itu, kalangan feedloter di Lampung umumnya menolak menurunkan harga sapi hidup jika kuota impor sapi tidak sesuai permintaan.
Pihak perusahaan penggemukan sapi itu beralasan, dengan jumlah sapi impor hanya sedikit dan biaya penggemukan sapi hingga siap potong cukup besar, keuntungan yang diperoleh tidak sebanding dengan modal yang harus dikeluarkan.
Biaya modal bibit sapi impor untuk digemukkan berkisar Rp41.000 per kg berat hidup, dan perlu waktu sampai 120 hari di kandang penggemukan sebelum sapi bakalan ini dapat dijual untuk dipotong. Kondisi itu, membuat mereka harus menjual daging sapi itu dengan harga berkisar Rp38.000 hingga Rp39.000/kg berat hidup.
Tudingan adanya feedloter yang menimbun sapi bakalan atau menahan persediaan sapi yang mereka miliki, juga dibantah, mengingat upaya menahan stok itu justru menambah biaya perawatan dan operasional penggemukannya. Bahkan bila sapi digemukkan melebihi waktu normal, justru lemak yang bertambah bukan dagingnya.
Dinas Perdagangan Provinsi Lampung menurut Kepala Dinasnya, Ferynia, membenarkan adanya pengurangan kuota impor sapi secara nasional juga mengurangi jatah impor sapi ke Lampung.
Pada triwulan II-2015 jatah impor sapi nasional sebanyak 200.000 ekor, untuk Lampung mendapatkan 76.442 ekor sapi bakalan dan 7.000 ekor sapi siap potong. Pada triwulan III-2015, impor sapi berkurang menjadi hanya 50.000 ekor, dan untuk Lampung sebanyak 16.184 ekor sapi bakalan dan 2.000 ekor sapi siap potong.
Pemerintah pusat semula mempertimbangkan data persediaan sapi secara nasional pada Juli 2015 sebanyak 221.000 ekor, dan Lampung persediaannya sebanyak 31.803 ekor sapi siap potong yang dihitung-hitung akan mencukupi untuk kebutuhan lima bulan ke depan. Karena itu, kemudian diputuskan mengurangi impor sapi.
Impor Ditambah Lagi
Namun gejolak harga daging sapi yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir, membuat pemerintah kembali memberi izin impor sapi bakalan hingga akhir tahun ini.
Setelah pada kuartal III-2015, pemerintah pusat hanya memberikan izin impor sebanyak 50.000 ekor kepada importir sapi bakalan dan 50.000 ekor kepada Perum Bulog, pemerintah berencana mengimpor hingga 300.000 ekor sapi bakalan hingga akhir tahun ini.
Menurut Thomas Lembong, Menteri Perdagangan, impor sapi sebanyak itu dimungkinkan untuk mengatasi kelangkaan pasokan daging sapi dan menjaga stabilitas harga di pasar.
Dia menegaskan, penambahan kuota impor itu juga sekaligus upaya pemerintah untuk memberantas para spekulan yang menahan pasokan, sehingga menyebabkan kelangkaan dan tingginya harga daging sapi.
"Kami siap untuk mengguyur pasar, supaya yang menimbun stok ini berpikir dua kali. Karena ketika mengguyur pasar, harga akan anjlok dan yang menimbun akan mengalami kerugian cukup besar," katanya lagi.
Pihak Disnakkeswan Provinsi Lampung berharap pemerintah pusat lebih cermat dan berhati-hati sebelum memutuskan pengurangan maupun penambahan impor sapi itu, mengingat dampaknya yang besar secara nasional termasuk di Lampung.
Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Disnakkeswan Provinsi Lampung, drh Arsyad meminta pula, agar pemerintah pusat selanjutnya tidak serta merta (mendadak) memutuskan pengurangan impor sapi bakalan maupun sapi siap potong.
Ia mengingatkan, kondisi ketersediaan sapi lokal yang belum memadai dan sapi impor bakalan yang diimpor sebelumnya tidak begitu saja dapat dijual dan dipotong, karena masih harus dilakukan penggemukan terlebih dulu.
"Ke depan juga perlu dicarikan solusi terbaik untuk meningkatkan ternak sapi lokal serta menyiapkan sapi bakalan non-impor dari kalangan peternak lokal maupun pengusaha daerah dan nasional," katanya.
Pemerintah telah menargetkan untuk mengurangi ketergantungan impor sapi serta pada akhirnya dapat mewujudkan swasembada daging atau kemandirian ketersediaan ternak sapi.
Upaya kemandirian itu tidak mudah dicapai, tanpa langkah nyata secara bertahap untuk menyiapkan peternak dan pengusaha sektor peternakan nasional menghentikan ketergantungan pada impor sapi tersebut, dengan dukungan kebijakan yang tepat dari pemerintah pusat maupun daerah.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015